Sukses

Pengakuan 'Mengejutkan' Agen CIA yang Interogasi Saddam Hussein

John Nixon ditugaskan untuk memeriksa Saddam Hussein. Dan ia menemukan banyak hal mengejutkan dari mantan pemimpin Irak itu.

Liputan6.com, Washington DC - Operasi Red Dawn atau Fajar Merah digelar untuk satu tujuan: menangkap mantan Presiden Irak Saddam Hussein yang kekuasaannya telah dilucuti. Pada Desember 2003, sang diktator ditangkap di sebuah lubang persembunyian. Ia menyerah tanpa perlawanan.

Setelah itu, proses interogasi dilakukan. Badan Intelijen Pusat AS (CIA) membutuhkan seorang spesialis yang mampu melakukan identifikasi dan menggali informasi dari Saddam Hussein. John Nixon ditugaskan untuk melakukannya.

Nixon sudah mempelajari Saddam Hussein sejak ia bergabung dengan CIA pada 1998. Perannya adalah untuk mengumpulkan pengetahuan mendalam tentang pemimpin dunia, menganalisis apa yang bisa membuat mereka 'tersenggol'.

"Saat krisis terjadi, para pembuat kebijakan datang pada kami dengan pertanyaan tentang orang-orang itu, apa yang mereka inginkan, mengapa mereka melakukannya," kata Nixon pada program BBC yang dipandu Victoria Derbyshire, seperti dikutip Liputan6.com, Rabu (4/1/2017).

Agen CIA itu berada di Irak saat tentara AS menemukan lubang kecil mencurigakan di pertanian dekat kampung halaman Saddam Hussein di Tikrit. Seorang pria dengan rambut dan janggut awut-awutan ditemukan terbaring di dalamnya.

Kala itu beredar rumor bahwa Saddam Hussein punya banyak kembaran. Namun, "Tak ada keraguan dalam benakku saat melihatnya. Itu memang Saddam Hussein," kata Nixon.

Pria yang pensiun dari kesatuan FBI pada 2011 itu menjadi orang pertama yang memeriksa Saddam Hussein.

"Aku bahkan mencubit diriku, tak percaya bahwa aku memeriksa orang paling dicari di muka bumi. Rasanya tak masuk akal."

Penulis buku Debriefing the President: The Interrogation of Saddam Hussein itu mendeskripsikan, mantan pemimpin Irak itu adalah sosok yang penuh kontradiksi.

Nixon juga mengaku melihat 'sisi manusiawi' Saddam Hussein yang bertolak belakang dengan penggambaran yang disajikan oleh media AS.

"Dia adalah salah satu orang yang paling karismatik yang pernah saya temui. Jika sedang ingin, ia bisa menjadi sosok menawan, baik, lucu, juga sopan."

Tapi, ia juga bisa beralih ke sisi lebih gelap. Saat marah, kata Nixon, Saddam bisa berubah jadi arogan, jahat, kejam, dan menakutkan.

"Ada dua atau tiga kesempatan saat pertanyaan yang kuajukan membangkitkan sisi gelapnya," kata Nixon. Kali lain, Saddam menunjukkan dirinya yang narsistis.

Beberapa kali emosi Saddam tersulut saat ia menjalani pemeriksaan di ruang kecil dan suram. Ia duduk di kursi lipat berbahan logam.

Selain Nixon, ada seorang polygrapher atau ahli pendeteksi kebohongan dan seorang penerjemah yang ada dalam ruangan.

Pada akhir sesi pertama pemeriksan, ketika Nixon mencoba untuk menjalin hubungan dengan terperiksa, dengan harapan ia akan bekerja sama. Kala itu, Saddam mengatakan, dia menikmati percakapan dengan agen CIA itu.

Sudah lama ia bersembunyi, berbulan-bulan, selama itu ia tak punya teman mengobrol. Itu adalah awal yang positif, namun, hari berikutnya Saddam bersikap curiga.

"Dia adalah salah satu orang yang paling curiga yang pernah saya temui. Setiap pertanyaan yang saya ajukan, ia akan balik bertanya."

Nixon mengakui, CIA nyaris tak punya sarana untuk membuat Saddam bicara. "Kami harus membuat ia merasa bahwa apa yang ia sampaikan direkam, tercatat dalam sejarah, dan didengar para pemimpin tertinggi dunia."

Sebagai bagian dari CIA, dia menambahkan, setiap agen dibekali bagaimana bertanya pada sumber, membuat mereka menjadi aset potensial.

Tantangannya adalah, jangan sampai melenceng dari target informasi yang ingin didapat. Atau bahkan menjurus ke sebuah topik dengan cara yang salah.

Kala itu, subjek yang paling penting adalah terkait senjata pemusnah massal.

Saddam Versus Bush

Amerika Serikat dan Inggris menggunakan dalih senjata pemusnah massal sebagai alasan mengobarkan perang di Irak. "Soal itu yang ingin diketahui Gedung Putih," kata Nixon.

Namun, dalam percakapannya dengan Saddam Hussein, para penasihatnya, dan sejumlah penyelidikan yang ingin memverifikasi klaim tersebut -- Nixon sampai pada kesimpulan bahwa mantan pemimpin Irak itu telah menghentikan program senjata nuklir pada tahun sebelumnya dan tak berniat untuk menghidupkannya lagi.

Nixon mengaku, ia tidak diundang untuk berdiskusi Presiden George W Bush sampai lima tahun kemudian, pada 2008, menyusul temuan terpisah pihak FBI.

Sebagai orang yang pernah menjabat tangan Bush dan Saddam Hussein, ia mengaku lebih suka menghabiskan waktu dengan yang terakhir.

Menurut Nixon, Bush 'terisolasi dari realitas', sementara para penasihat di sekitarnya tak melakukan apapun untuk meluruskan pandangannya dan hanya mengangguk setuju.

"Saya dulu berpikir apa yang dikatakan pihak CIA penting dan presiden akan mendengarkannya. Tapi, ia (Bush) tidak peduli apa yang kami katakan, politik mengalahkan intelijen," kata dia.

Nixon mengaku, ia ikut 'malu' atas apa yang terjadi di Irak sejak tersingkirnya Saddam Hussein.

Tambang yang menjerat Saddam Hussein (AFP)

Dia mengatakan, pemerintahan Bush tidak pernah memikirkan apa yang mungkin terjadi saat Saddam Hussein terguling dari kekuasaannya -- misalnya bangkitnya kelompok-kelompok ekstremis terutama ISIS.

Agen CIA itu bahkan menyebut, Irak mungkin akan lebih baik jika Saddam Hussein berkuasa.

Klaim tersebut sebelumnya dibantah mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair, yang memimpin negara itu pada saat invasi ke Irak.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Harta Karun Saddam Hussein

Saddam Hussein tewas di tiang gantungan pada 30 Desember 2006. Namun, masih ada misteri yang belum terkuak. Salah satunya tentang 'harta karun' miliknya.

Kargo berisi uang tunai sebesar 20 miliar euro teronggok begitu saja di bandara Moskow selama 6 tahun. Entah siapa pemiliknya, diduga itu adalah harta rahasia milik Saddam.

Simpanan berharga tersebut, yang berada dalam penjagaan ekstraketat di depo kargo terdiri dari 20 peti kayu, yang masing-masing berisi uang sebesar 100 juta euro.

Pihak bea dan cukai Rusia telah meminta pemilik peti-peti tersebut menampakkan diri dan mengambil barang miliknya. Sejumlah orang datang, termasuk sejumlah penipu, namun tak bisa meyakinkan pihak aparat bahwa merekalah pemilik sesungguhnya.

"Bisa jadi itu adalah uang Saddam Hussein," kata sumber intelijen kepada media Moskovsky Komsomolets, seperti dimuat Daily Mail.

Gunungan uang tunai, dalam lembaran 100 euro, diketahui diterbangkan dari Frankfurt ke Bandara Sheremetyevo pada 7 Agustus 2007.

Sumber-sumber di Rusia mengatakan, aparat gagal mendapat pemilik uang itu -- yang anehnya -- tiba di bandara tanpa mencantumkan nama penerima.

Diduga tiran Irak tersebut memindahkan uang sejumlah 7,5 miliar euro ke kantong diplomatik di Moskow sebelum ia terguling, dianggap jauh dari kekayaan yang berhasil dikumpulkan Saddam selama berkuasa.

Tapi, bagaimana bisa harta Saddam dikirim dari Jerman ke Rusia 4 tahun setelah ia digulingkan, 8 bulan setelah dieksekusi, masih belum jelas.

Sumber pihak keamanan menyebut ada teori lain terkait tumpukan uang tersebut. Yakni, bahwa Saddam bukan satu-satunya diktator yang memindahkan pundi-pundi hartanya dari negerinya yang bergolak. Termasuk, diktator Libya, Moammar Khadafi?

"Penjelasan lain, itu adalah uang mafia Rusia atau uang korupsi pejabat Rusia -- yang terlalu berbahaya bagi siapapun untuk mengklaimnya. Jumlahnya luar biasa besar, raksasa."

Pengirim paket duit kertas itu diduga sebagai Farzin Koroorian Motlagh (45). Namun, nama penerima tak dicantumkan.

Dari paspornya, Farzin Koroorian Motlagh adalah warga negara Iran. Namun, aparat Rusia dan badan keamanan lain ragu, dialah pemilik uang-uang tersebut. Ia juga belum muncul mengklaim uang yang jumlahnya luar biasa itu.

Laporan lain menyebut, uang tunai itu ditujukan kepada yayasan yang disebut The World of Kind People, yang bermarkas di Ukraina. Namun, tujuan akhir uang itu adalah Rusia.

Bos yayasan tersebut Alexander Shipilov (53), sudah muncul dan mengklaim uang tersebut. Namun gagal meyakinkan aparat untuk mendapatkan uang tersebut -- yang bakal membuatnya lebih kaya dari miliuner Rusia, Roman Abramovich, yang punya kekayaan 9 miliar euro.

Organisasi amalnya dilaporkan telah menawarkan imbalan dua miliar euro kepada para pengacara untuk memenangkan kasus ini. Namun, sejauh ini belum ada yang berminat.

Vadim Lyalin, ahli urusan bea cukai menyebut, "Pengirim tak mencantumkan nama penerima. Ini agak aneh. Menunjukkan ada yang salah dengan uang itu."

"Si 'Mr X' gagal mengklaim kargo. Setelah bermacam cara, mereka lalu menggunakan kedok yayasan," kata dia. "Ini praktik pencucian uang."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.