Sukses

Ramuan Kuno Tiongkok Ini Ternyata Ampuh Basmi Tuberkulosis

Temuan resep kuno pengobatan China direka ulang di masa modern. Ternyata memang ampuh.

Liputan6.com, Jakarta - Suatu tim peneliti baru-baru ini mengungkapkan bahwa ramuan jamu dari ratusan tahun lalu yang oleh para peneliti China dibuktikan dapat menyembuhkan malaria, ternyata juga membantu penyembuhan tuberkulosis dan bahkan memperlambat kekebalan bakteri pada obat.

Pada 2015, tuberkulosis diperkirakan menjadi penyebab kematian 2 juta orang.

Bakteri penyebabnya, Mycobacterium tuberculosis, memerlukan oksigen untuk "menyerbu" tubuh manusia. Sistem kekebalan manusia mencoba menghalangi oksigen bagi bakteri itu untuk mengendalikan infeksi.

Tim di bawah pimpinan ahli mikrobiologi Robert Abramovitch dari Michigan State University memeriksa lebih dari 500 ribu zat selama penelitian dan mendapati bahwa artemisinin menghentikan kemampuan Mycobacterium tuberculosis (Mtb) untuk bersembunyi (dormant).

Untuk diketahui, pada saat tahapan sedang bersembunyi itu, penggunaan antibiotik seringkali menjadi tidak lagi berdaya guna.

Seperti dikutip dari Ancient Origins pada Jumat (30/12/2016), artemisinin disarikan dari tumbuhan sejenis kayu manis Artemisia annua yang menjadi salah satu bahan pengobatan tradisional China.

Artemisia annua. (Sumber cancertreatmentsresearch.com)

Melalui situs web universitas, Abramovitch menjelaskan, "Ketika bakteri TB sedang dormant, mereka menjadi sangat tahan terhadap antibiotik. Menghalanginya bersembunyi menjadikan bakteri TB lebih sensitif terhadap obat itu dan mempersingkat waktu perawatan."

"Jika Mtb tidak bisa mengindra rendahnya kadar oksigen, ia tidak bisa masuk pada tahapan dormant dan akan mati."

Abramovitch juga menengarai bahwa TB yang sedang sembunyi dapat menyintas dan tidak aktif selama beberapa dekade dalam tubuh manusia.

Namun demikian, jika sistem kekebalan tubuh manusia sedang melemah pada suatu saat, bakteri itu bisa terbangun dan menyebar.

Baik dalam keadaan bangun ataupun tidur, para peneliti mengamati bahwa biasanya perlu 6 bulan untuk menyembuhkan TB dan inilah salah satu alasan utama sehingga penyakit itu sukar dikendalikan.

Abramovitch sangat yakin bahwa penelitiannya merupakan kunci untuk mempersingkat terapi karena bisa membasmi bakteri tidur yang sukar dibasmi. Hal itu bisa mengarah kepada perbaikan hasil perawatan pasien dan memperambat evolusi bakteri TB yang kebal obat.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Ramuan Kuno Mujarab

Temuan resep kuno itu bukanlah yang pertama kalinya. Dalam buku Kitab al-tabikh yang ditulis oleh Ibn Sayyar al-Warraq, terdapat lebih dari 600 resep untuk kuliner dan makanan pengobatan, termasuk salah satu obat pelawan mabuk.

Obat mabuk itu, 'Kkishkiyya', adalah semur daging, kacang polong, dan sayur dengan tambahan bahan khusus yang dikenal dengan khask, yoghurt fermentasi, susu, dan produk gandum, yang diduga sebagai bahan kunci untuk mengurangi --menurut istilah Nasrallah--panas di kepala dan perut.

Kitab al-tabikh karya Ibn Sayyar al-Warraq. (Sumber National Library of Finland)

Penelitian lanjutan pada 2015 oleh University of Nottingham mengungkapkan bahwa pengobatan infeksi mata Abad ke-9 oleh bangsa Anglo-Saxon terbukti ampuh membunuh kultur bakteri ganas.

Obat kuno itu terdiri dari bawang putih, bawang merah, empedu sapi, dan wine terbukti menjadi senjata ampuh melawan superbug kebal antibiotik masa kini, semisal MRSA.

Ramuan jamu China Kuno lainnya juga terbukti ampuh di masa kini untuk pengobatan nyeri kronis. Ramuan itu menggunakan Corydalis yanhusuo, sejenis tanaman berbunga yang tumbuh di Siberia, China Utara, dan Jepang.

Hasil-hasil itu menunjukan pentingnya berpaling kepada pengetahuan masa lalu untuk solusi daripada fokus pada penciptaan obat-obatan sintetis.

3 dari 3 halaman

Perlu Penelitian Lanjutan

Mycobacterium tuberculosis, bakteri penyebab TB (Sumber NIAID)

Walaupun sudah ada bukti menjanjikan bahwa artemisinin dapat berpotensi menyembuhkan TB, para ilmuwan penelitian menganjurkan perlunya penelitiantambahan sebelum penggunaan artemisinin untuk penyembuhan TB.

Abramovitch mengatakan kepada Léa Surugue dari International Business Times bahwa jalannya masih panjang, "Kita harus memahami bahwa pengujian pada manusia masih lama…kita masih harus melakukan lebih banyak penelitian, termasuk tentang interaksi zat-zat yang telah kita kenal dalam obat TB."

Jika kita menggunakan artemisinin, kita harus memastikan tidak berkembangnya kekebalan terhadap obat ini, sebagaimana yang terjadi pada beberapa pasien malaria sekarang.

Namun demikian, Abramovitch tetap merasa optimis tentang masa depan dan yakin bahwa pengobatan kuno ini dapat menyelamatkan jutaan orang dari TB, jika terbukti aman dan efektif dalam percobaan-percobaan.

"Dua miliar manusia terinfeksi Mtb. Cara baru yang membidik bakteri dormant itu menarik karena menunjukkan kepada kita cara baru untuk membasminya."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini