Sukses

Rusia: Rezim Suriah dan Pemberontak Sepakati Gencatan Senjata

Gencatan senjata berhasil terwujud dengan bantuan Rusia dan Turki. Sementara AS tak dilibatkan.

Liputan6.com, Moskow - Presiden Rusia, Vladimir Putin telah mengumumkan gencatan senjata antara pemerintah Suriah dengan pasukan pemberontak. Demikian seperti dilaporkan kantor berita TASS.

"Laporan baru saja diterima bahwa beberapa jam lalu ada perkembangan yang telah sekian lama kita inginkan dan kita upayakan," kata Putin seperti dikutip dari CNN, Kamis (29/12/2016).

"Tiga dokumen sudah ditandatangani. Gencatan senjata antara pemerintah Suriah dan oposisi adalah poin pertama. Poin kedua, sebuah paket kebijakan untuk mengontrol gencatan senjata. Sementara yang ketiga, deklarasi untuk memasuki pembicaraan damai di Suriah," tambahnya.

Sebelumnya Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu mengatakan, bahwa Rusia dan Turki akan menjadi penjamin bagi perjanjian yang ditandatangani pemerintah Suriah dengan pihak oposisi.

Kesuksesan gencatan senjata nasional dinilai akan sangat bergantung pada seberapa patuh faksi-faksi yang terlibat dalam pertempuran untuk meletakkan senjata. Rezim Suriah saat ini didukung oleh kelompok dari Irak, Iran, dan Lebanon.

Sepanjang bulan ini, Turki dan Rusia telah beberapa kali berusaha mewujudkan kerja sama dalam perjanjian gencatan senjata di Kota Aleppo. Namun banyak di antaranya gagal dan yang terakhir berhasil dengan dimungkinkannya evakuasi puluhan ribu warga Aleppo yang telah berada di bawah kekuasaan pemberontak selama lebih dari empat tahun.

Kini, situasi di Aleppo telah berbeda. Rezim Suriah berhasil kembali merebut kota itu.

Turki dan Rusia pada dasarnya memiliki pandangan berbeda terkait rezim Bashar al-Assad. Bulan lalu, Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan mengatakan bahwa pasukannya memasuki Suriah untuk membantu mengakhiri rezim Assad.

Sementara di lain sisi, Rusia merupakan sekutu terkuat Assad. Negeri Beruang Merah telah terlibat langsung dalam pertempuran di Suriah melalui serangan udara sejak tahun 2015.

Amerika Serikat (AS) tak dilibatkan dalam perjanjian kerja sama gencatan senjata ini. Turki dan Rusia disebut-sebut ingin "menyingkirkan" AS yang memimpin koalisi internasional untuk memerangi ISIS di Suriah dan menentang rezim Assad.

Rusia selama ini menuduh AS mempersenjatai organisasi teroris. Belakangan, tudingan serupa juga dilayangkan Turki.

Dalam peristiwa terpisah, otoritas AS di Suriah mengatakan, bahwa pemimpin ISIS, Abu Jandal al-Kuwaiti tewas akibat serangan udara koalisi pada Senin lalu. Sosoknya disebut bagian dari kelompok yang merebut kembali kota kuno Palmyra.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini