Sukses

ISIS Klaim Mendalangi Bom Bunuh Diri di Gereja Koptik Mesir

Tak hanya mengakui perbuatannya, ISIS juga memperingatkan serangan lanjutan di Mesir.

Liputan6.com, Kairo - Kelompok teroris ISIS mengklaim bertanggung jawab atas bom bunuh diri di Gereja Botrosiya yang terletak di kompleks Katedral Ortodoks Koptik, Kairo, Mesir pada Minggu, 11 Desember lalu. ISIS bahkan memperingatkan adanya serangan lanjutan.

Seperti dikutip dari The New York Times, Rabu (14/12/2016), ISIS menyebut nama "pengantin" yang meledakkan diri adalah Abu Abdallah al-Masri. Sementara otoritas Mesir mengumumkan nama pelaku adalah Mahmoud Shafik Mohamed Mostafa. Namun disebutkan pula bahwa pria itu menggunakan nama lain.

Sebuah video yang diambil dari kamera CCTV yang dipublikasikan oleh otoritas Mesir menunjukkan pelaku memasuki gereja sebelum akhirnya terjadi ledakan. Sebelumnya, sempat beredar kabar bahwa ledakan dipicu sebuah tas berisi bom yang diletakkan di bagian dalam gereja yang dikhususkan bagi jemaat perempuan.

Serangan ini disebut-sebut paling mematikan yang pernah dilakukan kelompok teroris terhadap warga sipil. Sebelumnya pada 2011, teror bom juga terjadi di sebuah gereja koptik di Alexandria.

ISIS sendiri bersumpah akan meningkatkan "perang melawan politeisme". Kuat dugaan kelompok yang juga berperang dengan militer Mesir di Semenanjung Sinai itu akan mengintesifkan serangan di sejumlah kota besar di negara piramida tersebut.

Sejumlah pihak menilai ISIS bertujuan memerangi umat Kristen Mesir layaknya yang mereka lakukan terhadap kelompok minoritas Syiah di Irak dan Suriah.

Ancaman ISIS ini merupakan tantangan baru bagi Presiden Abdel Fattah el-Sisi yang saat ini tengah bergulat dengan krisis ekonomi. Popularitasnya sendiri tengah anjlok.

Pemerintahan el-Sisi sempat menuding serangan bom itu dilancarkan oleh musuh dari kelompok Ikhwanul Muslimin. Melalui Kementerian Dalam Negeri, disampaikan bahwa Ikhwanul Muslimin memberikan "dukungan keuangan dan logistik" untuk melancarkan pengeboman. Namun pengakuan ISIS membantah semua tuduhan tersebut.

Para ahli mengatakan tidak mungkin Ikhwanul Muslimin terlibat dalam operasi yang dilakukan ISIS meski pelaku bom bunuh diri diketahui pernah terlibat dalam aksi protes yang dilancarkan kelompok itu pada tahun 2014.

Menurut keluarga pelaku, yang bersangkutan sempat dipenjara, tapi dibebaskan. Pengacaranya mengatakan, pria itu sempat disiksa saat berada di tahanan. Inilah yang diduga telah memicu sikap radikalnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini