Sukses

Kaleidoskop 2016: Manuver FBI yang 'Memenangkan' Donald Trump

Donald Trump dalam Pilpres AS membalikkan semua prediksi. Dari kuda hitam menjadi pemenang.

Liputan6.com, New York - Tahun 2016 penuh kejutan. Namun, puncak dari segala hal yang tak terduga itu adalah kemenangan calon presiden Amerika Serikat asal Partai Republik Donald Trump dalam pilpres yang digelar pada 8 November. 

Tidak ada yang mengira Trump bisa menang. Hampir seluruh pengamat, lembaga survei, bahkan internal Partai Republik itu memicingkan sebelah mata pada miliarder nyentrik yang terkenal dengan perkataan 'Anda Dipecat' tersebut bisa jadi pengganti Barack Obama. 

Trump mengumumkan pencalonan dirinya pada 16 Juni 2015. Bertempat di gedung super megah miliknya di jantung Kota New York. Selain memastikan maju, pria keturunan Jerman ini juga meluncurkan slogan kampanyenya: 'Make America Great Again'.

Dengan suara lantang ketika itu, Trump mendeskripsikan dirinya sebagai orang konservatif, terutama dalam hal sosial dan keagamaan.

Secara gamblang isu yang dibawa Trump demi merebut hati pemilihnya adalah 'patriotisme Amerika', yang ia rasa sudah mulai meluntur.

Demi mewujudkan niat politiknya, Donald Trump harus bertarung dalam pemilu pendahuluan Partai Republik. Langkah awal ini ia mulai pada 2016.

Langkah Trump pada pemilu pendahuluan atau primary dalam konvensi Partai Republik tak mudah. Belasan lawan yang berkeinginan saya sama siap menjegalnya.

Lawan-lawannya pun tak bisa dipandang sebelah mata. Ada Gubernur Florida sekaligus saudara kandung Presiden ke-43 George Bush, Jeb Bush. Pun dengan senator berpengalaman Texas, Ted Cruz juga ikut serta di konvensi ini.

Meski punya harta berlimpah, Trump punya satu kekurangan besar. Dirinya sama sekali tak punya pengalaman politik seperti yang dimiliki penantangnya.

Walau begitu, layar sudah terlanjur terkembang. Nihil pengalaman di dunia politik bukan jadi alasan. Pada 2016 Trump menjanjikan siap menggebrak dunia.

Jalannya pun dimulai dari konvensi Partai Republik.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Menang di Konvensi Partai Republik

Donald Trump (Reuters)

Hari bersejarah itu terjadi pada Selasa, 19 Juli 2016 malam waktu setempat saat dilakukan konvensi Partai Republik hari kedua di Cleveland, di mana Trump berhasil melintasi ambang 1.237 suara. Dalam pemungutan suara, pengusaha tajir itu mendapatkan suara 1.542 delegasi.

Putranya, Donald Trump Jr, mencetak suara untuk delegasi Big Apple. Dari negara bagian New York, Trump meraih suara 89, tertinggi di antara lainnya.

"Selamat ayah, kami mencintaimu," ujar putranya, Donald Trump Jr, yang turut menghadiri konvensi tersebut bersama dengan ketiga saudaranya, Ivanka, Eric, dan Tiffany.

"Salah satu momen yang bagaikan mimpi dalam hidupku, di samping kelahiran anakku. Dapat meraihnya adalah hal bersejarah, luar biasa," imbuh Trump Jr.

"Sulit dipercaya, tak seperti kenyataan, aku sangat bangga dengan ayahku," kata Ivanka Trump seperti dikutip dari CNN, Rabu (20/7/2016).

Trump dijadwalkan akan berpidato di konvensi lewat telekonferensi di New York pada sore hari, tapi ia mencuit di Twitter sesaat setelah pemungutan suara berakhir.

"Merupakan kehormatan besar menjadi calon Presiden Amerika Serikat dari Partai Republik. Aku akan bekerja keras dan tak akan mengecewakan Anda! AMERICA FIRST!" tulis Trump.

Lawan terberat Trump saat itu, Ted Cruz tak mampu berbuat apapun. Seluruh delegasi dimenangkan oleh Trump.

Nama Trump dijadikan nominasi oleh Senator Alabama yang merupakan seorang pendukung awal miliader itu, Jeff Sessions. Menyusul kemudian oleh sesama pendukung awal dari New York, Chris Collins dan Henry Mc Master dari South Carolina.

"Kami tentu telah mendapatkannya dan warga Amerika tahu itu," ujar Sessions dalam sambutannya.

Sessions juga memperingatkan bahwa kejahatan makin meningkat, serangan teroris tersebar, dan kongres mengalami jalan buntu. Senator Texas itu pun mengatakan, Trump merupakan satu-satunya jawaban atas masalah tersebut.

"Ia mencintai negaranya dan berkeinginan untuk menjadi pemenang lagi. Donald Trump adalah pemimpin tunggal yang dapat membuat negara ini kembali ke jalurnya. Ia memiliki kekuatan, keberanian, kemauan untuk menyelesaikannya," imbuh Sessions.

3 dari 5 halaman

Sarat Kontroversi

Donald Trump: Saya Akan Putuskan Hubungan AS-Kuba (Reuters)

Semenjak masa kampanye atau sebelumnya, publik mengenal Trump karena kontroversinya. Namun, saat masuk ke dunia politik, pria ini seperti tak bisa mengontrol perkataannya.

Saat memulai pencalonan diri Trump langsung melakukan penghinaan terhadap imgran dari Meksiko. Ia menyatakan jika jadi Presiden maka AS akan membangun tembok di perbatasan.

"Karena mereka mengirimkan masalah. Orang-orang Meksiko bawa obat-obatan, mereka bawa kriminal. Mereka pemerkosa, meski saya berasumsi, ada orang baik juga," ucapnya.

Hinaan terhadap imigran hanya permulaan. Usai itu, Trump diduga mengeluarkan hinaan kepada kaum perempuan.

Demi memastikan hal tersebut seorang, pembawa acara Fox Megyn Kelly meminta pertanggungjawaban Trump tentang bahasa yang menghina yang keluar dari mulutnya ketika berbicara tentang wanita.

"Anda sudah memanggil wanita yang Anda tidak sukai dengan julukan babi gemuk, anjing, dan hewan menjijikkan," kata Kelly. Ia menanyakan apakah perilaku semacam itu mencerminkan temperamen seorang pria yang harus dipilih sebagai presiden.

Trump mengabaikan pertanyaan pada saat itu, dan mengatakan Amerika memiliki masalah dengan kebenaran politik. Keesokan harinya ia mengatakan Kelly sedang mensturasi.

"Dia mulai menanyakan segala macam pertanyaan konyol," kata Trump kepada wartawan CNN, Don Lemon. "Anda bisa melihat ada darah yang keluar dari matanya, darah yang keluar dari dia ... dari mana pun."

Mungkin dari segala pernyataannya, ucapan Trump terhadap Muslim lah yang paling banyak menuai kecaman.

Trump menganjurkan semua umat muslim didaftarkan ke dalam data base terpisah. Ia memaksa mereka untuk membawa KTP khusus dan melakukan pengawasan tambahan terhadap masjid-masjid di Amerika.

Kita harus melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Sejumlah orang akan kecewa dengan hal ini, tapi aku pikir keamanan berada di pikiran warga Amerika saat ini," kata Trump.

Ia pun meminta aparat AS untuk melakukan penutupan secara total dan menyeluruh untuk Muslim masuk ke AS, setelah insiden penembakan massal di San Bernardino, California.

Pernyataan ini dianggap paling ekstrem setelah sebelumnya ia konsisten dengan serangannya terhadap imigran dalam tiap kampanye. Dalam pernyataannya, Trump mengatakan begitu banyak muslim seluruh dunia membenci Amerika Serikat sehingga penting bagi negeri itu untuk melarang mereka masuk.

Menurut manajer kampanye Corey Lewandowski, proposal Trump itu berlaku untuk semua muslim, termasuk mereka yang mencari visa imigrasi dan turis yang ingin berkunjung ke AS.

Staf yang lain mengatakan rencana itu berlaku bagi muslim Amerika yang sekarang berada di luar negeri termasuk keluarga, anggota militer dan diplomat.

"Ini tidak berlaku bagi mereka yang berada di dalam negeri, tapi kita harus berhati-hati kepada mereka" ujar Trump.

4 dari 5 halaman

Manuver FBI di Detik-Detik Terakhir Pilpres

Hillary Clinton dan Direktur FBI James Comey (Reuters)

Pemilu Amerika Serikat 2016, akan diselenggarakan pada 8 November 2016. Beberapa hari sebelum pesta demokrasi ini, publik AS dibuat terkejut.

Di depan Kongres AS, Direktur FBI James Comey mengungkapkan, pihaknya sedang menginvestigasi temuan baru soal email mantan Menteri Luar Negeri AS itu.

"Penyelidik menemukan sejumlah email, yang berhubungan dengan kasus yang tak terkait (dengan penyelidikan sebelumnya)...," kata Comey.

Ia menambahkan, para penyelidik nantinya akan menentukan apakah email-email tersebut mengandung informasi yang dirahasiakan.

FBI sebelumnya telah menemukan bukti bahwa Hillary Clinton memiliki informasi sensitif yang tersimpan dalam server pribadinya.

Comey sebelumnya menyebut, cara istri Bill Clinton itu menangani materi rahasia selama menjabat sebagai Menlu pada 2009-2013 sebagai 'sangat ceroboh'. Namun, FBI membebaskannya dari tuduhan kriminal.

Setelah melakukan penyelidikan, Comey mengatakan meski ada temuan anyar, pihaknya tidak akan mengubah pendapatnya, yakni Hillary Clinton seharusnya tidak menghadapi tuntutan hukum.

Berdasarkan penilaian kami, FBI tidak akan mengubah kesimpulan yang telah kami sampaikan pada Juli lalu," kata Comey dalam sebuah surat pernyataan untuk Kongres.

Sebelumnya, manuver FBI itu membuat petinggi Demokrat marah, tetapi membuat capres Republik, Donald Trump, bersorak. Demikian dikutip dari CNN, Senin 7 September 2016,

Agak sulit mengetahui apakah sudah ada implikasi terhadap suara Hillary terkait dengan aksi Comey--yang ia lancarkan jelang pilpres.

Keputusan terbaru FBI yang membersihkan  nama Clinton memicu protes Donald Trump. "Anda tak bisa meneliti 6.500 e-mail dalam delapan hari, tidak bisa," kata dia.

"Hillary jelas bersalah. Dia tahu itu, FBI tahu itu. Semua orang tahu itu, sekarang tinggal orang Amerika yang memutuskan," katanya.

5 dari 5 halaman

Menang Meyakinkan di Pemilu AS

Jumlah suara Trump mendekati batas minimal penentu kemenangan

Pada 8 November 2016, di tengah-tengah musim gugur yang hampir berakhir dan udara semakin dingin, seluruh masyarakat AS yang telah memiliki hak suara menuju tempat pemungutan suara (TPS).

Mereka memakai hak pilihnya demi menentukan nasib negara yang pernah menyandang predikat adidaya tersebut.

TPS di AS pun dibuka dari pukul 06.00 hingga sekira pukul 21.00. Setelah resmi ditutup perhitungan suara langsung dilakukan.

Hasilnya, Trump berhasil mengubah prediksi. Ia mengunguli unggulan dari Partai Demokrat Hillary Clinton.

Menurut perhitungan suara dari AP, Trump memperoleh 276 electoral vote dan 218 untuk Hillary.

Trump memang telah membalikan prediksi. Bahkan, saat Liputan6.com berkunjung ke New York di markas pemenangan Hillary Clinton di Javits Center, euforia kemenangan Trump membuat seluruh pendukung Capres Demokrat ini terdiam.

Awalnya, optimisme Hillary menang sempat membumbung tinggi. Apalagi, mereka selalu menang dalam jajak pendapat.

Namun, semuanya berakhir saat Trump diumumkan menang di dua swing state penentuan yaitu di Florida dan Ohio.

Trump pun memberikan pidato kemenangannya di New York sesaat setelah perhitungan suara akhir diumumkan.

"Saya baru saja menerima telepon dari Hillary Cinton. Dia memberi selamat kepada kita, atas kemenangan kita, dan saya juga memberi selamat kepada dia dan keluarganya atas kampanye hebat yang telah dilakukan," ujar Donald Trump dalam pidato kemenangannya.

"Ini adalah saat bagi Amerika untuk datang bersama-sama sebagai satu bangsa yang bersatu," imbuh Trump.

Dalam pidatonya, Trump juga berjanji bahwa dirinya akan menjadi presiden bagi semua rakyat Amerika.

"Bagi mereka yang telah memilih untuk tidak mendukung saya...Saya merangkul Anda untuk bimbingan dan bantuan Anda sehingga kita bisa bekerja sama untuk menyatukan negara besar kita," ujar Trump.

Sehari setelah pemilu, Hillary mengakui kekalahannya. Ia mengaku sakit tapi ikhlas atas hasil mengejutkan ini.

Namun, beberapa hari setelahnya, keputusan Biro Investigasi Federal Amerika Serikat (FBI) yang diumumkan 11 hari jelang Pilpres 2016 diakui Hillary Clinton sebagai pukulan terbesar dalam kampanyenya. Bahkan, hal itu diyakini memiliki andil signifikan dalam kekalahannya yang mengagetkan dari rivalnya, Donald Trump.

Surat Direktur FBI James Comey pada Kongres, yang mengumumkan dibukanya penyelidikan terbaru terkait skandal email mantan Menlu AS itu menghentikan momentum kampanye Clinton. Kerugian tak bisa dielak, meski badan intelijen tersebut kembali membersihkan namanya dua hari sebelum pilpres.

Seperti dikutip dari CNN, Minggu (13/11/2016), hal tersebut diungkapkan Clinton dalam konferensi lewat telepon dengan sejumlah donor kampanyenya pada Sabtu 12 November 2016 waktu setempat.

Hillary Clinton menambahkan, perkembangan yang datang dari FBI terlalu luar biasa untuk 'diatasi'. Meski, di depan para donornya, mantan Ibu Negara AS itu mengaku ada hal-hal lain yang tak mampu diatasi timnya.

Namun, sejumlah petinggi Demokrat yang diwawancarai pasca-pilpres menunjuk Clinton sebagai pihak yang harus disalahkan--atas keputusannya pada 2009, untuk membuat server email pribadi di luar sistem pemerintah saat menjabat sebagai Menlu AS.

"Jika tak ada server pribadi, niscaya tak akan ada investigasi dari FBI," kata Jim Manley, ahli strategi Demokrat dalam Twitternya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.