Sukses

Ini Alasan Muslim Rohingya Jadi Perhatian Besar Negara ASEAN

Mantan Sekjen ASEAN menjelaskan mengapa negara-negara seperti Indonesia dan Malaysia memberi perhatian lebih terhadap isu Rohingya.

Liputan6.com, Nusa Dua - Setelah sebelumnya sempat terjadi krisis di Rakhine, Myanmar, pada 2012, kasus Rohingya kembali mencuat. Negara yang secara de facto dipimpin oleh Aung San Suu Kyi itu diduga telah melakukan sejumlah bentuk kekerasan kepada etnis minoritas tersebut.

Sekitar 30.000 warga Rohingya telah meninggalkan rumahnya di Rakhine. Berdasarkan analisis citra satelit dari Human Rights Watch, ribuan bangunan di desa-desa milik warga juga dibakar.

Namun, pemerintah Suu Kyi membantah tuduhan itu dan mengatakan bahwa tentaranya sedang berburu "teroris" di balik serangan mematikan di pos polisi pada bulan lalu.

Aksi pemerintah Myanmar itu menjadi sorotan oleh sejumlah negara. Bahkan, menurut seorang Pejabat Senior dari Badan Pengungsi PBB (UNHCR), John McKissick, otoritas Myanmar telah melalukan pembersihan etnis Muslim Rohingya.

"Militer melakukan pembunuhan warga Rohingya di Rakhine, mereka memaksa mereka keluar ke negara tetangganya, Bangladesh," kata dia.

Perdana Menteri Malaysia, Najib Razak, juga mengeluarkan komentar keras kepada Suu Kyi.

"Kami ingin menyampaikan kepada Aung San Suu Kyi bahwa ini sudah cukup," ujar Najib saat saat mengikuti unjuk rasa besar di Kuala Lumpur untuk menentang perlakuan Otoritas dan Aparat Keamanan Myanmar terhadap kelompok Rohingya pada 4 Desember 2016.

Pada 25 November lalu, sejumlah demonstran berunjuk rasa di depan Kedubes Myanmar di Jakarta, untuk menolak kekerasan terhadap etnis Rohingya.

Lalu mengapa negara-negara di ASEAN, seperti Indonesia dan Malaysia, memberi perhatian besar dengan isu di Rohingya?

Mantan Sekretaris Jenderal ASEAN, Surin Pitsuwan, menyebut bahwa bagi muslim, ada sesuatu yang lebih besar dari negara, yakni umat.

"Identitas, loyalitas, dan perhatian mereka, untuk orang-orang dengan kepercayaan yang sama di dalam komunitas dan umat di beberapa negara, misalnya Malaysia, telah mengambil alih loyalitas dan identitas ke negara," ujar Pitsuwan ketika menyampaikan presentasinya dalam International Seminar on Islam, Democracy, dan The Challanges of Plurasim and Security di Nusa Dua, Bali, pada Rabu (12/7/2016).

Ia juga menyampaikan cara yang dapat dilakukan jika terdapat dua loyalitas bertabrakan.

"Kita harus memastikan bahwa demokrasi dalam setiap negara harus dilindungi, semakin kuat. Kita juga harus mengelola keragaman yang ada di negara-negara ASEAN, di mana umat lebih besar daripada negara."

"Saya harap kita dapat mengatur keberagaman. Namun jika situasi menjadi genting, ketika tekanan lebih nyata, kita butuh pengaturan yang baru dalam menangani keberagaman," imbuh dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini