Sukses

Peringatan Konten!!

Artikel ini tidak disarankan untuk Anda yang masih berusia di bawah

18 Tahun

LanjutkanStop di Sini

Awas, Ada Ancaman di Balik Kebiasaan Mencukur Bulu Kemaluan

Orang yang mencukur kemaluan diduga lebih sering melakukan seks sehingga lebih tinggi risikonya terkena infeksi menular seksual. Benarkah?

Liputan6.com, Austin - Perhatian kepada mereka yang gemar mencukur bulu kemaluan. Ternyata, pencukuran yang terlalu sering malah meningkatkan risiko kesehatan, terutama penyakit menular seksual.

Suatu penelitian terkini menemukan bahwa pencukuran bulu kemaluan yang terlalu sering bisa 3 atau 4 kali lebih berkemungkinan mendapatkan infeksi menular seksual, semisal herpes, human papillomavirus (HPV), atau sifilis.

Dikutip dari HealthDay News pada Selasa (6/12/2016), Dr. Charles Osterberg menjelaskan, "Pencukuran dikaitkan dengan peningkatan risiko PMS sebagaimana yang dilaporkan sendiri, dan mereka yang lebih sering melakukannya atau mengeriknya habis, kaitannya malah lebih tinggi lagi."

Dr. Osterberg adalah seorang asisten profesor urologi dan bedah di University of Texas Dell Medical School di Austin, sekaligus sebagai pimpinan penelitian.

Namun demikian, penelitian itu tidak membuktikan hubungan sebab-dan-akibat secara langsung antara pencukuran dengan infeksi menular seksual. Penelitian sekedar dirancang untuk menunjukkan hubungan antara faktor-faktor yang ada.

Pencukuran dan pencabutan bulu kelamin menjadi semakin populer di seluruh dunia, baik pada kaum wanita maupun pria. Persepsi publik tentang peran bulu tubuh dalam kebersihan dan daya tarik telah berubah, kata Osterberg.

Untuk melihat apakah pencukuran mungkin punya kaitan dengan infeksi menular seksual, Osterberg dan rekan-rekannya melakukan survei terhadap 7.580 pemukim di Amerika Serikat (AS) berusia 18 hingga 65 tahun.

Mereka ditanyai tentang praktik pencukuran, perilaku seksual dan riwayat penyakit menular seksual.

Banyak wanita merasa mencukur bulu kemaluan dapat menambah kepercayaan diri khususnya di depan pasangan

Hampir 3 di antara 4 penjawab (sekitar 74 persen) mengatakan mereka sebelumnya pernah mencukur bulu kemaluan. Lebih banyak kaum wanita (84 persen) dibandingkan dengan kaum pria (66 persen) yang mengaku setidaknya pernah sekali mencoba.

Di antara para pencukur, sebanyak 17 persen digolongkan sebagai "ekstrem" karena mencukur habis bulu kemaluan mereka lebih dari 11 kali dalam setahun. Sekitar 23 persen digolongkan "sering" karena mencukur bulu kemaluan setiap hari atau setiap minggu. Hanya 10 persen yang tergolong dalam keduanya.

Pencukur ekstrem memiliki risiko 4 kali lipat terjangkit infeksi seksual menular. Selain itu, pencukur yang tergolong sering terkuak memiliki peningkatan risiko hingga 3,5 kali lipat terkena infeksi menular seksual.

Para peneliti menduga bahwa infeksi menular lebih mudah karena sayatan-sayatan halus, gesekan, dan rekahan kulit yang disebabkan oleh pencukuran.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Risiko Kutu Kemaluan

Dr. Dennis Fortenberry adalah seorang profesor kedokteran anak dan remaja di Indiana University School of Medicine, sekaligus presiden untuk American Sexually Transmitted Diseases Association.

Menurutnya, "Saya lebih condong kepada pemikiran bahwa pencukuran itu sendiri menyebabkan trauma ringan pada kulit, sehingga pada hakekatnya membuat kulit lebih rentan terhadap organisme yang dipaparkan kepadanya."

Di sisi lain, seperti diamati oleh Osterberg, itu mungkin saja dikarenakan orang yang mencukur kemaluan lebih sering melakukan hubungan seksual sehingga lebih tinggi risikonya terkena infeksi menular seksual.

"Pencukuran busa jadi merupakan penanda lebih tingginya kegiatan seksual," imbuhnya.

Secara keseluruhan, pelaku cukur cenderung lebih muda, lebih aktif secara seksual, dan lebih banyak memiliki pasangan seksual dibandingkan dengan mereka yang tidak mencukur bulu kemaluan, demikian menurut temuan penelitian.

Pencukur ekstrem memiliki angka pasangan seksual paling banyak dibandingkan dengan kategori lain para pencukur.

Tapi, para peneliti masih menemukan suatu peningkatan risiko hingga 80 persen terkena infeksi menular seksual pada siapapun yang pernah bercukur, bahkan setelah disesuaikan dengan usia dan jumlah pasangan seksual selama hidup orang tersebut.

Untungnya, ada suatu manfaat pencukuran bulu kemaluan secara teratur, yaitu menurunnya risiko keberadaan kutu kemaluan, demikian menurut temuan para peneliti.

Para penulis penelitian melaporkan bahwa orang yang tidak pernah atau jarang mencukur bulu kemaluan memiliki risiko 2 kali lipat dijangkiti kutu kemaluan.

Kata Osterberg, "Begitulah caranya kutu kemaluan menular, di rambut-rambut itu. Jadi risiko berkutu menurun dengan pencukuran."

Penelitian itu telah ditebitkan secara daring pada 5 Desember 2016 dalam jurnal Sexually Transmitted Infections.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.