Sukses

Akibat Swastika, Diplomat Rusia Pukul Rapper Mongolia hingga Koma

Kedutaan Rusia di Mongolia berjanji akan menginvestigasi kasus ini, tetapi mengkritik media lokal yang terlalu berlebihan.

Liputan6.com, Ulan Bator - Penyanyi rapper terkenal Mongolia dipukuli hingga koma oleh seorang diplomat Rusia setelah ia menggunakan simbol swastika.

Amarmandakh Sukhbaatar tengah asyik manggung di ibu kota Mongolia, Ulan Bator, ketika serangan terjadi.

Media-media Rusia mengatakan pemuda itu dipukul di kepala dengan botol dan wajahnya ditendang berulang kali.

Dikutip dari BBC, pada Sabtu (3/12/2016), saat di panggung rapper itu menggunakan jaket khas Mongol yang dibordir dengan lambang swastika.

Meski lambang itu kerap dikaitkan oleh Nazi, swastika adalah simbol tradisional Mongolia jauh sebelum Hitler berkuasa.

Ayah dari penyanyi itu, Sevjidiin Sukhbaatar, mengatakan kepada media bahwa anak laki-lakinya kini koma selama 10 hari setelah digebuki.

"Anakku dipukuli di wajahnya dengan benda besi dan luka serius. Otaknya mengalami luka serius," kata Sukhbaatar.

Ia lantas memperlihatan buku berisi lambang tradisional swastika yang tidak berarti mengajarkan kekerasan di Mongolia.

Pejabat Rusia yang dituduh menyerang rapper itu belum diidentifikasi.

Dalam sebuah pernyataan, Kedutaan Rusia mengatakan sedang menyelidiki serangan yang dilaporkan media dan media sosial.

"Menurut informasi awal kami," katanya, laporan itu "terdistorsi, terutama tentang tanggal, jumlah peserta, dan kondisi kecelakaan".

Lambang itu membuat korban kekejaman Nazi sensitif, termasuk Rusia. Puluhan juta warga Uni Soviet meninggal melawan kekuatan Nazi Jerman selama Perang Dunia II.

Lambang Keabadian

Swastika diyakini berasal di India ribuan tahun yang lalu dan digunakan di Mongolia sebagai simbol berabad-abad lamanya sebelum Reich Ketiga.

Amarmandakh Sukhbaatar, yang dikenal sebagai Amraa dan merupakan vokalis dari band Khar Sarnai atau Black Rose, sering memakai simbol itu di atas panggung. Lagu-lagunya sering menyebut sejarah, budaya, dan identitas negaranya.

Swastika juga digunakan oleh kelompok-kelompok sayap kanan di Mongolia.

Pengacara, ayah, dan anggota band membantah laporan di media sosial yang mengatakan bahwa musikus itu berteriak "Heil Hitler" di acara itu.

Pengacara Gankhuugiin Batbayar mengatakan tersangka pemukulan belum ditangkap, menambahkan, "Dia harus diselidiki menurut hukum Mongolia, tidak peduli statusnya atau kekebalan sebagai diplomat".

Seorang juru bicara polisi mengatakan kepada kantor berita Prancis bahwa kasus itu sedang diselidiki.

"Tersangka adalah seorang perwira diplomatik Rusia dan alasan ia tidak ditahan karena cedera tersebut tidak serius," katanya.

"Itu tidak benar bahwa tersangka tidak ditahan karena kekebalan diplomatik."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini