Sukses

Rakyat Kuba Berharap Kebijakan Fidel Castro Terus 'Hidup'

Rakyat Kuba tengah cemas tentang masa depan mereka pasca wafatnya Castro. Ada yang berharap warisan sang pemimpin revolusioner tetap terjaga

Liputan6.com, Havana - Di Amerika Latin, kebanyakan orang akan berpikir berkali-kali jika ingin datang ke sebuah kawasan kumuh. Pasalnya, area itu identik dengan geng, senjata, dan peredaran obat-obatan terlarang di mana sewaktu-waktu dapat memicu terjadinya konflik.

Namun kawasan kumuh bernama El Romerillo di Kuba memiliki kisah berbeda. Di antara rumah-rumah kecil dan gang-gang sempit, ada "warisan" Fidel Castro di sana.

El Romerillo tak seperti kebanyakan kawasan kumuh di Amerika Latin. Tak ada geng, senjata, dan obat-obat terlarang. Seluruh masyarakatnya hidup dalam jaminan kesehatan, pendidikan, bahkan pangan.

Warga bahkan bernyali membiarkan pintu depan rumah mereka tetap terbuka, membiarkan anak-anak dan tetangga mereka datang dan pergi.

"Anda dapat jalan-jalan pada malam hari di sini, tak perlu takut," ujar Yosue Diaz (34) yang telah jadi warga El Romerillo di sepanjang hidupnya.

Masyarakat Kuba memiliki istilah sendiri untuk menggambarkan kondisi di El Romerillo. Mereka menyebutnya "tranquilidad social" yang kurang lebih berarti "kedamaian sosial", hal langka di sebuah daerah yang lazimnya memiliki tingkat kejahatan tertinggi.

Sementara, kematian pemimpin revolusioner Kuba, Fidel Castro pada 25 November lalu mengusik kedamaian itu. Warga memikirkan bagaimana masa depan mereka sekaligus bertanya-tanya, seiring dengan kepergian Castro akankah sistem ekonomi dan politik otoriter yang dibangunnya runtuh?

Dengan tidak adanya pemilihan umum langsung, Castro dan adiknya, Raul telah memimpin Kuba dengan semacam kontrak sosial. Kebebasan rakyat akan dikebiri terutama dalam urusan politik selama mereka tidak menentang pemerintah.

Sebagai gantinya, rakyat akan menikmati keamanan dan jaminan sosial yang jarang dinikmati rakyat di Amerika Latin.

Harapan hidup dan angka melek huruf warga Kuba setara dengan negara-negara maju dunia. Pemerintah "menjamin" pangan setiap bulannya termasuk susu bagi anak hingga usia 7 tahun serta protein ekstra bagi orang sakit dan lanjut usia.

"Kami miskin, namun kami punya semuanya," kata Mercedes Caldoza (53) yang menambahkan ia sangat merasa beruntung hidup di negara "tanpa kekerasan atau terorisme" meski rumahnya jauh dari kata layak huni.

Selimut keamanan bagi rakyat Kuba datang dengan harga yang sangat tinggi. Polisi berpakaian preman ada di mana-mana.

Pemerintah telah diwakili seorang kapten di setiap blok di seluruh negeri untuk mengawasi warga dan melaporkan kegiatan yang mencurigakan. Sistem ini dikenal sebagai Komite Pertahanan Revolusi dan diklaim efektif untuk mencegah kejahatan serta perbedaan sikap dalam urusan politik.

Sistem paternalistik Castro bertentangan dengan demokrasi liberal. Pada intinya, keberadaan negara sah selama hadir ditengah rakyatnya dan menjamin ketertiban.

Mempertahankan harga murah adalah pekerjaan rumah bagi pemimpin masa depan Kuba demi menjaga berjalannya sistem tersebut. Namun hal itu dirasa tak dapat diwujudkan kecuali, Kuba mengadopsi reformasi pasar seperti yang dilakukan China atau Vietnam sembari tetap menjaga pemerintahan satu partai.

"Bukan ide yang bagus menyerahkan kebebasan demi keamanan, karena dalam jangka panjang Anda tidak akan mendapatkan keduanya," ujar Julio Cesar Guanche, seorang sejarawan dan sarjana hukum yang berpendapat bahwa Kuba perlu mengembangkan budaya "kewarganegaraan" demi menjaga keberhasilan dari sistem sosialis.

"Lebih baik untuk menemukan keamanan dalam kebebasan: kemampuan untuk mempertahankan hak-hak seseorang termasuk hak ekonomi dan sosial," kata dia.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Menanti Pemimpin Baru Kuba

Presiden Kuba saat ini yang juga merupakan adik dari Castro, Raul (85) menegaskan akan mengundurkan diri pada 2018. Belum diketahui siapa yang akan menggantikannya apakah Wakil Presiden Miguel Diaz-Canel atau justru pemimpin Partai Komunis lainnya. Inilah yang disikapi dengan cemas oleh rakyat Kuba.

Di tengah ketidakpastian tersebut, muncul tuntutan agar rakyat Kuba menikmati lebih banyak kebebasan dan kemakmuran. Sementara sebagian lainnya mengatakan, mereka tidak ingin sebuah pergolakan menimbulkan kekerasan di pulau itu, menjerumuskan negara ke dalam kekacauan.

Selama ini televisi negara menayangkan bagaimana kekerasan melanda negara lainnya seperti penembakan massal yang terjadi di Amerika Serikat (AS). Namun ketika terjadi tindak kekerasan di Kuba, peristiwa itu tak akan pernah dimuat media yang dikontrol pemerintah.

Untuk saat ini kebijakan pemerintah Kuba masih bekerja di kawasan seperti El Romerillo yang pernah menjadi lingkungan "terabaikan". Penduduk liar pertama di area itu datang dari wilayah pedesaan yang mendirikan gubuk di lapangan terbuka antara pangkalan militer dan lapangan golf eksklusif pada tahun-tahun sebelum revolusi 1959 dilancarkan Castro.

Mahasiswa Universitas Havana memberikan penghormatan kepada mendiang Fidel Castro di Lapangan Revolusi di Havana, Kuba, Senin (28/11). (REUTERS / Alexandre Meneghini)

El Romerillo tumbuh lebih ramai pada akhir 1980-an dan 1990-an ketika runtuhnya Uni Soviet ikut membuat Kuba jatuh dalam krisis. Warga di timur Kuba pun tiba untuk mencari pekerjaan.

Ana Rebe (70), ibu dari tiga anak menceritakan, ia pindah dari Guantanamo--provinsi termiskin di Kuba dan tinggal di sebuah gubuk kayu di El Romerillo. Ia mendapat pekerjaan sebagai juru masak dan selama bertahun-tahun belakangan ia telah membangun rumah yang lebih baik bagi keluarganya.

Saat ini ia hidup dengan mengandalkan uang pensiun sebesar US $ 9 per bulan. Namun ia juga menjadi penjual rokok di pasar gelap dan mendapat dukungan finansial dari anak-anaknya.

"Yang aku punya hanyalah lemari pendingin dan TV, tapi aku hidup dalam damai," tegas perempuan itu.

Menurut Rebe, kondisi El Romerillo telah meningkat sejak pertama kali ia menjejakkan kaki di tempat itu. Pemerintah diakuinya telah mengurangi kepadatan penduduk dengan membangun rumah bagi warga dan para pekerja sosial diperintahkan mengawasi lingkungan.

Ketika anak Rebe, Yoanis Londres sakit akibat gangguan pada sistem kekebalan tubuh, ia menghabiskan setengah tahun di rumah sakit. Dan semua itu ia dapatkan dengan cuma-cuma alias gratis.

"Aku pikir dia akan meninggal, tapi dokter menyelamatkannya," kata Rebe.

Meski demikian sistem perawatan kesehatan kebanggaan rakyat Kuba dinilai "melemah". Banyak rumah sakit dilaporkan berada dalam kondisi menyedihkan. Obat-obatan dan perlengkapan medis dicuri untuk dijual kembali di pasar gelap.

Sementara pasien tahu persis bahwa mereka dapat "mengamankan" janji dengan dokter lebih cepat jika mereka membawa buah tangan. Seperti soda dan permen misalnya.

Fenomena tersebut dinilai merupakan cela yang tak terelakkan dalam sebuah sistem di mana lebih dari 70 persen rakyat Kuba merupakan pegawai negeri, namun mereka mendapat upah tak layak.

Mau tak mau sistem pendidikan Kuba ikut terkikis juga. Sejumlah guru terbaik disebut lebih memilih bekerja sebagai pemandu wisata, bartender atau manajer hotel karena profesi seperti itu menjanjikan lebih banyak uang. Dalam beberapa tahun terakhir, polisi dilaporkan telah menangkap guru yang menerima suap atas pembiaran terhadap siswa yang menyontek.

"Anda tidak dapat bertahan hidup dengan gaji Anda. Hanya bekerja dan bekerja, tidak pernah maju," ungkap Londres yang tak hanya bekerja untuk pemerintah namun juga "bermain" di pasar gelap.

Reformasi ekonomi yang terbatas yang diizinkan Presiden Raul telah mengejutkan warga tua negara itu. Penampilan pertunjukan musik top dikenakan biaya masuk yang besarnya jauh melebihi gaji bulanan para pekerja.

Sebuah keluarga di El Romerillo dilaporkan harus mengeluarkan dana setara biaya makan sebulan untuk bisa menikmati santapan di salah satu restoran kelas atas Kuba.

"Kedamaian sosial" Kuba sebagian besar telah bertahan atas ketidaksetaraan. Namun banyak yang diam-diam khawatir "kedamaian sosial" akan hilang jika negara itu mengalami terlalu perubahan yang terlalu cepat.

"Liberalisasi ekonomi telah menghasilkan ketimpangan dan akan terus begitu. Untuk melawannya, solusinya adalah mendapatkan lebih banyak sumber daya untuk diberikan kepada lebih banyak aktor: serikat pekerja dan organisasi lainnya dengan kekuatan mereka sendiri atau melalui kebijakan yang mempromosikan pengusaha kecil dan dan pers yang menaruh lebih banyak perhatian pada peningkatan kesejahteraan," jelas seorang sarjana hukum Kuba, Guanche.

"Tanpa itu, akan ada lebih banyak liberalisasi, namun di lain sisi 'kedamaian sosial' menurun," imbuhnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini