Sukses

Aksi 'Ambil Untung' di Tengah Krisis Uang Kertas India

Pemerintah India menarik peredaran uang kertas pecahan 500 dan 1.000 rupee. Ini dilakukan dalam upaya memberantas korupsi.

Liputan6.com, New Delhi - Keputusan mengejutkan pemerintah India untuk menarik peredaran uang kertas pecahan 500 dan 1.000 rupee sebagai upaya melawan korupsi, menimbulkan dampak yang besar terhadap perekonomian di dalam Negeri Hindustan.

Meski begitu, beberapa orang memilih memanfaatkan krisis uang tunai tersebut demi menghasilkan keuntungan. Demikian seperti dikutip dari BBC, Kamis (24/11/2016).

"Apakah Anda mencari cara untuk membuat uang Anda legal?" kata seorang pria kepada wartawan BBC saat sedang berjalan ke bank di Noida, Delhi.

"Sangat mudah dan kita bisa menyelesaikan transaksi di sini. Anda tertarik?," ujar pria itu.

Mukesh Kumar tidak berdiri di depan bank untuk antre seperti warga setempat lainnya.

Pria 28 tahun itu merupakan salah seorang 'money mule' India, yang telah menemukan cara untuk mengambil keuntungan dari krisis uang kertas di negeri itu. Money mule adalah istilah untuk orang yang menerima dan mentransfer uang secara ilegal atas nama orang lain.

Pengumuman mengejutkan oleh Perdana Menteri Narenda Modi, membuat banyak orang 'terjebak' dalam timbunan uang tunai ilegal yang disebut 'black money'.

Banyak warga takut menyimpan uang mereka di bank, karena pemerintah mengatakan bahwa duit dalam jumlah tak terhitung dapat dikenakan denda pajak 200 persen dan penyelidikan sumber pemasukan keuangan.

Namun orang-orang seperti Kumar hadir untuk membantu mereka.

Salah satu kurir uang atau money mule di India (BBC)

"Pemerintah mengatakan tidak akan mempertanyakan jika tabunganku tidak lebih dari 250.000 rupee. Aku bisa mendepositokan 'black money' Anda ke dalam akunku. Anda akan dikenakan biaya 10 persen, dan setelah beberapa minggu sisanya akan kukembalikan," kata Kumar.

Akibat profesi barunya itu, pria yang sebelumnya adalah pekerja bangunan tersebut mengatakan dia tidak mempermasalahkan ketika orang memanggilnya 'money mule' atau 'perantara black money'.

"Anda bisa memanggilku apa saja, selama aku bisa menghasilkan uang," kata dia.

Antrean Panjang

Antrean panjang di depan ATM kini menjadi pemandangan yang lazim di India. Orang-orang berusaha menarik tunai uang mereka.

India mengizinkan penduduknya untuk menukar sejumlah kecil uang yang telah dilarang menjadi alat pembayaran yang sah hingga pada 24 November 2016, asalkan mereka memiliki kartu identitas.

Namun jumlah tersebut berkurang dari total 4.500 rupee menjadi 2.000 rupee pada 17 November. Sisa uang di atas nominal tersebut harus dimasukkan ke dalam rekening bank.

Seperti salah satunya yang terjadi di Noida yang memiliki ribuan lokasi konstruksi. Para pekerjanya kini telah beralih profesi menjadi 'joki' antrean di bank atau ATM.

 Warga mengantre di depan bank untuk mengambil atau menyetor uang (BBC)

"Melelahkan harus berdiri antre selama 6 hingga 8 jam untuk seseorang. Tapi ini lebih baik dari pada harus mengangkat barang jadi tukang," ujar seorang 'joki' antrean, Sandeep Sahu, yang jasanya dibayar 200-300 rupee.

"Orang kaya tidak sabar untuk antre seperti ini. Itulah alasannya kenapa mereka memberikan komisi kepada orang sepertiku," kata Sahu.

"Istri dan putraku juga melakukan pekerjaan yang sama. Kini kami menghasilkan uang lebih dari cukup," imbuhnya.

Sementara itu di bank yang lain, seorang pria lainnya, Pinku Yadav, menyediakan jasa penyewaan rekening tabungan.

"Aku akan menabung 200.000 rupee ke dalam rekeningku untuk seorang klien, dengan komisi 20 persen," ujar Yadav.

Sambil menunjuk ke tasnya, pria itu mengatakan bahwa dia tidak pernah melihat uang dalam jumlah besar seumur hidupnya.

"Aku mendukung keputusan PM Modi. Memuaskan saat melihat kesulitan yang dialami orang-orang kaya," kata pria itu.

Pernyataan Sahu tersebut membuat orang-orang yang sedang berbaris antre bersorak setuju.

Ketika disinggung bahwa yang dilakukannya adalah ilegal, Sahu menjawab, 'Aku tahu ini tidak legal dan aku tidak peduli'.

"Pemerintah akan menangkap orang miskin seperti kami. Aku hanya menghasilkan uang dalam jumlah yang kecil, orang-orang kaya yang menangis karena uang mereka jadi ilegal," kata Sahu.

Saat jam menunjukkan pukul 12.300 waktu setempat, antrean menjadi semakin panjang. Beberapa orang bahkan membawa bekal makan siang karena mereka telah mengantre sejak pagi hari.

Praveen Singh seorang manajer produk di pabrik tekstil, mengatakan bahwa dia akan menabung uang sebesar 250.000 ke dalam rekeningnya.

"Ini bukan uangku, aku melakukannya untuk atasanku. Dia selalu baik kepadaku, membantu keuanganku," kata Singh.

"Aku tidak melihat ini sebagai sebuah perselisihan antara yang kaya dan miskin. Semua orang ingin menghindari pajak. Itu yang harus dirubah pemerintah dan lebih menyemangati warga bayar pajak," ujar manajer pabrik itu.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.