Sukses

Kelaparan dan Penuh Luka, Seperti Ini Kehidupan di Perang Mosul

Peperangan di Mosul semakin memanas. Pasukan pemerintah dan koalisi kian menyudutkan ISIS.

Liputan6.com, Mosul - Beberapa hari yang lalu, sebuah ledakan terjadi di dekat garis depan pertempuran ISIS melawan koalisi di Mosul.

Pecahan peluru meriam tersebut membuat luka menganga pada wajah Amir Faro. Pria itu tahu dia membutuhkan perawatan, namun ia bersikeras untuk tetap tinggal di kotanya, Mosul.

Hampir tanpa makanan untuk keluarganya dan tidak ada obat untuk lukanya, Amir mengatakan dia 'aman' di rumah sendiri.

"Kami selamat dari kematian. Kenapa kami harus tinggal di tempat di mana nyawa kami bisa melayang?" kata Amir bersamaan dengan terdengar suara tembakan dan ledakan mortir yang diduga tak jauh dari tempat itu.

"Selama Daesh (ISIS) tidak kembali lagi -- aku yakin mereka tidak akan kembali -- aku akan tetap di sini," ujar pria 39 tahun itu seperti dikutip dari Reuters, Rabu, (16/11/2016).

"Jika aku pergi ke kamp, aku tidak akan memiliki apapun. Rumahku di sini dan aku menghabiskan hidupku di tempat ini. Aku dan keluargaku akan tinggal," sambung pria itu dengan wajah yang dibalut perban seadanya.

Pasukan koalisi memasuki kampung halaman Amir, Zahra yang berada di timur Mosul, sekitar 11 hari yang lalu. Komandan pasukan itu mengatakan pada warga bahwa wilayah itu berada dalam kontrolnya.

Namun suara tembakan masih terdengar dari jarak yang sepertinya tak terlalu jauh dari Zahra, tepatnya di garis depan di dekat perbatasan dengan desa tetangga.

Tak jauh dari tempat Amir berada, seorang bocah berusia sekitar 11 tahun mengalami luka parah di bagian pahanya. Ia terkena serpihan mortir.

Perang masih berlangsung tak jauh dari Zahra (Reuters)

Seseorang lainnya menggendong anak itu dan membawanya pada prajurit elite yang berasal dari Counter Terrorism Service, di garis depan.

Elite itu kemudian membalut luka sang bocah dan segera membawanya menuju kendaraan lapis baja.

Sekitar 100 ribu pasukan pemerintah, keamanan Kurdi, dan militan Syiah bergabung dalam pertempuran Mosul yang merupakan kota terbesar yang jatuh ke tangan ISIS.

Perang untuk merebuk kembali kota itu pun merupakan pertempuran terbesar yang terjadi sejak Invasi Irak oleh AS pada 2003.

Sejauh ini sekitar 56 ribu warga berhasil menyelamatkan diri dari Mosul dan menetap sementara di kamp yang telah disediakan di sekitar padang pasir atau area yang lebih aman.

PBB dan pasukan Irak mengatakan bahwa ratusan ribu warga lainnya mungkin akan menambah jumlah pengungsi, ketika pasukan militer mendesak ISIS lebih jauh ke dalam kota.

Warga mulai meninggalkan rumah mereka sejak hampir dua tahun yang lalu. Khususnya di Zahra, penduduk bahkan memasang palang 'untuk dijual' di depan rumah mereka.

Tapi sebanyak 1,5 juta warga sipil lainnya masih terjebak dan kelaparan. Mereka yang berada di luar jangkauan membutuhkan pertolongan dan makanan.

"Kami tidak bisa mengirimkan partner kami ke wilayah yang masih aktif perang," ujar Juru Bicara Program Pangan Dunia, Inger Marie Vannize.

Makanan Dijual?

Tak jauh dari Zahra, di distrik Samah, seorang pria berusia 62 tahun, Talal Selim, membawa keranjang belanjanya untuk 'mencari' makanan.

"Aku pergi ke pasar," kata Tatal.

"Pasar yang mana?" tanya seorang wartawan Reuters yang terkejut mendengar makanan dijual di sana.

"Aku tak tahu. Aku mencoba mencari pasar," jawab pria itu.

Di tempat itu makanan yang seharusnya gratis di jual. Orang-orang berkerumun di antara bahan makanan yang mereka perlukan sambil melambaikan uang.

"Ini  harusnya diberikan secara gratis tapi orang-orang menjualnya. Kini mereka punya uang, tapi lama kelamaan akan segera habis," kata seorang warga, Abu Mohammed.

"Beberapa mendapatkan makanan karena punya uang, sementara yang lainnya kelaparan," sambung pria 43 tahun itu.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.