Sukses

Peringatan Konten!!

Artikel ini tidak disarankan untuk Anda yang masih berusia di bawah

18 Tahun

LanjutkanStop di Sini

Pengakuan Pria yang Jadi Korban Perbudakan Seksual

Ternyata, bukan hanya kaum wanita yang menjadi korban perdagangan seks. Pria ini pun menjadi salah satu korban kejahatan tersebut.

Liputan6.com, Kampala - Masih terngiang suara bangga sang ibu di benak Bekunda Sunday, kala pria itu menelepon, memberitahukan bahwa iatelah mendapatkan pekerjaan di Kenya.

Pada saat itu ia, Sunday berusia 24 tahun dan belajar pariwisata di Kampala, ibukota Uganda.

Dalam keadaan kehidupan morat-marit, sukar baginya percaya mendapat tawaran pekerjaan dari seorang pria bernama Charles, untuk ditugaskan di pabrik di Nairobi.

Ia lalu menutup pembicaraan telepon dengan ibunya dan masuk ke dalam mobil 'teman' barunya. Di dalam, ada seorang pria lain bernama Sam, juga dari Uganda.

Dua hari kemudian, seperti dituturkan Sunday, ia mengamati dengan gemetar, hanya mengenakan celana dalam, ketika seorang pria mengikat Sam ke kursi dan mencoba membungkus kepalanya dengan kantong plastik hingga lemas.

Menurut pemberi hukuman, Sam telah mencoba untuk kabur. Sejak saat itu tidak ada lagi yang berani kabur, mereka telah menjadi budak seks.

Dikutip dari Ozy pada Selasa (15/11/2016), kisah Sunday bukan satu-satunya walaupun terbilang jarang. Kebanyakan orang menganggap bahwa kaum wanita lah yang menjadi korban penyelundupan seks. Ternyata, ada sekelompok kecil kaum pria yang juga menjadi perdagangan keji itu, demikian menurut para pegiat HAM.

Perkembangan Industri Pornografi

Di Afrika Timur, industri pornografi dan seks sedang berkembang, sehingga permintaan terhadap kaum pria muda sedang meningkat. Dengan demikian, kasus seperti yang dialami Sunday terus bertambah.

Menurut Pusat Penelitian Pidana Nasional di Kenya, jumlah orang yang dipaksa terjerumus dalam penyelundupan manusia -- baik pria maupun wanita --telah bertambah. Sekitar 23 persen warga asing yang diselundupkan masuk ke Kenya adalah pria.

Kebanyakan dipaksa bekerja di perkebunan kopi atau yeg, tapi, seperti tercatat, alasan paling lazim berikutnya adalah mereka dijadikan pekerja paksa dalam eksploitasi seks.

Benar, wanita dan remaja putri masih menjadi sasaran utama dan merupakan 98 persen orang yang diselundupkan secara seksual, demikian menurut International Labor Organization (ILO). Tapi, data spesifik untuk kaum pria benar-benar rumit.

Menurut Radoslaw Malinowski, CEO untuk kelompok nirlaba Awareness Against Human Trafficking, "Penyelundupan seks pada kaum pria sangat kurang laporannya karena para korban terlalu takut menjadi malu kalau buka mulut."

Hal itu wajar saja ketika mereka telah diperkosa atau dipaksa melakukan hubungan seks dengan pria-pria lain, yang merupakan hal sangat tabu di negara-negara seperti Uganda, Kenya, dan Tanzania.

Bukan hanya kaum wanita, kaum pria juga menjadi korbang penyelundupan manusia untuk eksploitasi seksual. (Sumber humantraffickingcenter.org)

Namun demikian, kurangnya kesadaran sosial tentang topik itulah yang membuat Sunday percaya begitu saja di awal kisahnya.

Ia tidak meragukan Charles ketika penyelundup manusia itu menjemput 6 remaja lagi --pria dan wanita -- dan ia tidak mempertanyakan ketika Charles menjelaskan mereka akan menerobos masuk Kenya melalui jalur ilegal di perbatasan.

Kengerian menyergap ketika para pelajar itu masuk ke dalam rumah besar dengan dua kamar di Nairobi, Kenya, dan melihat 3 pria bertubuh kekar di ruang tengah. Salah satunya berkata, "Buka pakaian kalian." Saat itulah Sunday menyadari sedang ada dalam masalah.

Setelah ditelanjangi dan dipukuli, Sunday ingat ia dikunci di kamar terpisah selama 3 bulan dan dipaksa tidur dengan pria dan wanita.

Ia seringkali diminta mengikuti alur cerita ketika sedang direkam kamera. Ia berhasil kabur setelah diberitahu terjual kepada seorang pria Inggris dan dibawa kembali ke Uganda untuk mengurus dokumen perjalanan.

Sunday melompat keluar dari mobil ketika sedang berhenti untuk membeli makan di Kampala dan langsung menuju kantor polisi. Para petugas berjanji membantunya. Tapi, dua tahun kemudian, Sunday putus asa.

Menurut Gugus Tugas Nasional Perlawanan Penyelundupan Manusia mengatakan bahwa kasus Sunday masih terbuka. Koordinator kesatuan, Moses Binoga, menolak tuduhan, dan mengatakan, "Penyelundupan manusia itu kejahatan sangat rumit yang melibatkan kesertaan banyak pemain."

Upaya Penanggulangan

Sementara itu, pemerintah-pemerintah daerah mencoba menekan penyelundupan melalui kebijakan-kebijakan baru dan pelatihan polisi. Rwanda, misalnya, menetapkan denda lebih besar terhadap para penyelundup dan, menurut laporan polisi, telah menolong lebih dari 150 korban sejak 2011.

Kenya mendirikan Komite Penasehat Anti Penyelundupan Manusia untuk menggalang dana dan membiayai pelatihan penegakan hukum, kampanye pendidikan, dan perlindungan para penyintas yang memutuskan untuk bersaksi melawan penyelundup mereka.

Tapi, dari 150 kasus penyelundupan pada 2013 di Uganda dengan 146 tersangka, hanya 4 orang yang didakwa. Menurut para pakar, hingga sekarang pun belum ada program yang secara khusus membantu kaum pria.

Menurut Malinowski, menghentikan para penyelundup seks juga mensyaratkan kriminalisasi industri yang meraup keuntungan dari penyelundupan itu, padahal undang-undang terhadap prostitusi dan pornografi di Afrika Timur malah merumitkan masalah.

Menurut para pakar, langkah pertama untuk memutus siklus ini adalah dengan membantu para pria korban untuk menceritakan kisah mereka dan memperingatkan yang lain tentang risikonya.

Ketika Sunday akhirnya kembali ke rumah, ternyata ibunya sudah meninggal. Ia sendiri mendapat diagnosa gejala stres paska trauma (post traumatic stress disorder, PTSD) dan beberapa penyakit menular seksual.

Keluarga besarnya memohon agar ia tidak tampil di muka umum karena takut Sunday akan mencoreng nama baik. Tapi, ia tak punya pilihan lain, katanya, "Saya berutang kepada mereka yang saya tinggalkan di sana."

Ilustrasi pedesaan di Kenya. (Sumber ozy.com)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.