Sukses

Alien Sejatinya Mesin Pintar Makhluk Luar Bumi?

Bentuk alien mungkin tak seperti yang kita kira: kepala lonjong, mata besar mirip cumi-cumi seperti dalam film.

Liputan6.com, San Francisco - Keberadaan makhluk cerdas dari angkasa luar atau alien terus menjadi misteri terbesar yang ingin dikuak manusia. 

Seandainya makhluk ekstrateresterial itu benar adanya, bentuknya mungkin tak seperti yang kita kira: kepala lonjong, mata besar mirip cumi-cumi seperti dalam film.

Pemburu alien kawakan bernama Seth Shostak berpandangan, jika alien sudah cukup maju sehingga bisa mengirim sinyal yang tiba di Bumi, spesies itu kemungkinan besar sudah terbebas dari kungkungan biologis mereka dan menjelma menjadi suatu mesin cerdas.

Dikutip dari Live Science pada Selasa (15/11/2016), Shostak menjelaskan pendapatnya menggunakan alur sejarah yang dijalani manusia di Bumi.

Manusia menemukan radio sekitar tahun 1900 dan komputer pada 1945. Sekarang saja manusia sudah membuat perangkat-perangkat murah dengan kemampuan menghitung yang sudah melebihi kecepatan otak manusia.

Menurut para pakar, pengembangan kecerdasan buatan (artificial intelligence, AI) sejati yang mumpuni bisa dicapai dalam waktu dekat ini. Misalnya, futuris Ray Kurzweil menduga bahwa pada 2045 nanti satu hal tunggal (singularity) itu akan mengubah dunia.

"Tapi bisa juga 2100, atau 2150, atau 2250. Tidak masalah," kata Shostak melalui presentasi dalam konferensi Dent:Space pada September lalu di San Francisco.

"Maksud saya, masyarakat manapun yang menciptakan radio sehingga kita bisa mendengar siaran di mana-mana, dalam beberapa abad kemudian akan menciptakan penerus-penerusnya. Dan saya kira ini penting, karena penerus-penerusnya adalah mesin-mesin."

"Perumpamaannya begini. Orang membuat mesin empat silinder lalu dimasukkan dalam seekor kuda untuk menciptakan kuda yang lebih cepat. Tak lama kemudian kita bilang, 'Wah, singkirkan saja kuda itu dan mari membuat sebuah Maserati.'"

Ahli perbintangan untuk Search for Extraterrestrial Intelligence (SETI) Institute di Mountain View, California, itu menambahkan, "Jadi, kemungkinan besar, begitulah nantinya."

Mesin buatan manusia akan menjadi semakin cerdas dan semakin mampu secara cepat, imbuhnya. Kecerdasan manusia sekarang ini merupakan hasil dari evolusi Darwin selama 4 miliar tahun yang menggunakan variasi acak sebagai bahan mentahnya dan tidak diarahkan kepada suatu tujuan tertentu.

Tapi, kata Shostak lagi, evolusi kecerdasan mesin akan mengalami rekayasa dan lebih efisien. Setelah menciptakan mesin berpikir, manusia pun menciptakan yang lebih cerdas daripada dirinya.

Implikasi Kepada Cara Pencarian Alien

Gagasan demikian memiliki implikasi serius kepada pencarian kehidupan alien cerdas.

Tidak seperti organisme Bumi, mesin-mesin ET yang sangat maju tidak memerlukan air atau zat kimia lain untuk menyintas, sehingga mereka sama sekali tidak terikat kepada kampung halaman mereka.

Perjalanan jauh pun tidak menjadi masalah bagi mereka selama bisa mendapat akses energi dan bahan mentah untuk terus memperbaiki diri mereka selama berjuta tahun, katanya.

"Kita terus mencari ke arah sistem-sistem bintang yang kita sangka layak huni dengan planet-planet yang memiliki biologi untuk diutak-atik sehingga kemudian menjadi cerdas seperti kita," katanya kepada para hadirin Dent:Space. "Tapi, menurut saya, bukan ke sana arahnya."

Shostak mengatakan ia tidak membujuk sesama ahli astronomi SETI untuk berhenti menyidik planet-planet yang berpotensi seperti Bumi, misalnya planet Proxima b yang baru saja ditemukan pada jarak hanya 4,2 tahun cahaya.

Namun demikian, ada baiknya memperluas pencarian ke kawasan-kawasan angkasa yang diduga menarik bagi bentuk-bentuk kehidupan digital, katanya. Misalnya, tempat-tempat dengan ketersediaan energi melimpah seperti halnya pusat-pusat tata surya.

Kata Shostak, "Mungkin di situlah keberadaan makhluk-makhluk cerdasnya. Mungkin kita harus mencari di tempat-tempat di angkasa yang menghubungkan dua tempat yang memiliki energi melimpah untuk mencoba mencegat komunikasi antara mesin-mesin alien."

"Ini pesan saya untuk kalian. Kita mencari yang mirip dengan diri kita, tapi saya tidak tahu apakah demikian mayoritas kecerdasan di alam semesta. Menurut saya, tidak demikian," pungkas Shostak.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.