Sukses

Jelang Akhir Pemerintahan Obama, AS-Australia Sepakat Soal Migran

Australia dan AS mencapai tahap baru dalam isu pencari suaka. Para pengungsi ini berkesempatan hidup di Negeri Paman Sam.

Liputan6.com, Canberra - Australia dan Amerika Serikat (AS) telah mencapai kesepakatan soal pencari suaka yang berada di pusat penahanan lepas pantai di Papua Nugini dan Nauru. Perjanjian antar keduanya menyebutkan, para migran itu akan dinilai dan memenuhi persyaratan akan dikirimkan ke AS.

Kesepakatan Australia dengan AS itu diumumkan oleh Perdana Menteri, Malcolm Turnbull. Seperti dikutip dari BBC, Minggu (13/11/2016), Turnbull menjelaskan bahwa proses pelaksanaan perjanjian itu akan dilakukan secara bertahap.

"Otoritas AS memiliki penilaian tersendiri terhadap pengungsi dan selanjutnya akan diputuskan siapa yang akan ditempatkan di sana," ujar Turnbull.

PM Turnbull tidak menjelaskan ada berapa banyak migran yang akan direlokasi. Namun ia menyebutkan yang menjadi prioritas adalah perempuan, anak-anak, dan keluarga.

Perjanjian tersebut akan dilaksanakan melalui kerja sama dengan badan pengungsi PBB, UNHCR. Dan hanya berlaku bagi para migran yang tinggal didetensi.

"Ini merupakan perjanjian yang hanya berlaku sekali. Tidak akan berulang," ujar Turnbull.

Australia dikenal 'keras' soal para pencari suaka. Negeri Kanguru itu menuai kritikan luas atas kebijakannya mengirimkan kembali migran yang datang menggunakan perahu ke lautan.

Saat ini terdapat sekitar 1.200 migran--sebagian menyebut 1.300 orang--yang berada didetensi di Pulau Manus, Papua Nugini dan Pulau Nauru. Seperti dikutip dari CNN, sebagian besar para pencari suaka itu berasal dari Timur Tengah dan Asia Selatan, di mana Iran dan Afghanistan menyumbang jumlah pengungsi terbanyak.

Menteri Luar Negeri AS, John Kerry membenarkan pernyataan Turnbull. Ia menambahkan, negaranya 'menjalin kerja sama erat' dengan UNHCR dan membantu pengungsi 'di sana dan di bagian lain di dunia'.

Pengungsi yang telah memenuhi syarat untuk mendapat suaka di AS namun ditolak akan ditawarkan visa Nauru yang berlaku selama 20 tahun. Sementara itu, menurut Turnbull para migran yang visanya telah ditolak harus kembali ke negara asal mereka.

Awal tahun 2016 ini, Australia telah menyampaikan akan menutup detensi mereka di Pulau Manus. Namun kapan pastinya penutupan tersebut belum diumumkan.

Tak hanya dikritik karena kebijakan terkait pengungsi, namun Pemerintah Australia juga dikecam atas kondisi pusat penahanan migran yang selama ini dikelola perusahaan swasta. Pada bulan Oktober lalu, Amnesty International menuduh pemerintah Australia mengubah Nauru menjadi 'penjara terbuka'.

Pada Oktober lalu, sebuah laporan komite PBB menemukan sejumlah kasus "percobaan bunuh diri, bakar diri, tindakan menyakiti diri sendiri, dan depresi" di kalangan anak-anak yang sejak lama tinggal di kondisi seperti tahanan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini