Sukses

Protes Anti-Trump Masih Berlangsung, Ini 5 Tuntutan Demonstran

Berikut kurang lebih lima tuntutan yang disampaikan para pengunjuk rasa anti-Trump. Apa saja?

Liputan6.com, New York - Demonstrasi anti-Trump masih berlangsung di sejumlah kota di Amerika Serikat (AS) seperti New York, Atlanta, San Diego, Miami, San Fransisco, Philadelphia, dan Portland. Aksi ini sudah memasuki hari kelima pasca-pengumuman hasil penghitungan electoral votes menunjukkan Donald Trump meraih 290 suara sementara lawannya, Hillary Clinton hanya mampu mengantongi 228 suara.

Sebagian unjuk rasa berlangsung damai, namun di beberapa tempat aksi protes diwarnai kekerasan. Sebut saja seperti yang terjadi di Portland, Oregon di mana polisi mengumumkan para demonstran bertindak anarki dengan melemparkan sejumlah benda ke polisi. Tak hanya itu, mereka juga merusak mobil.

Secara umum para pengunjuk rasa memang menyuarakan ketidaksukaan mereka dengan hasil pemilu yang memenangkan Trump. Namun terdapat sejumlah tuntutan signifikan yang juga mereka sampaikan.

Seperti dilansir CNN, Minggu (13/11/2016) berikut sejumlah 'tuntutan kunci' yang disampaikan para demonstran selama lima hari melakukan aksi protes:

'Dump Trump'

1. 'Singkirkan Trump'

Selama unjuk rasa berlangsung, para demonstran mengusung spanduk bertuliskan 'Dump Trump'.

Pada masa awal pencalonan Trump, slogan tersebut memiliki makna bahwa massa anti-Trump mendesak Partai Republik memutuskan hubungan dengan sosok kontroversial tersebut. Namun kini situasi berbeda karena miliarder itu telah memenangkan pilpres.

Ungkapan 'Dump Trump' kini menjadi gambaran kemarahan massa terhadap presiden terpilih. Namun sebagian demonstran menempuh cara lain untuk mengekspresikan perasaan mereka, yakni dengan menandatangani petisi online dan menuliskan surat kepada electoral college, meminta mereka untuk tidak memberikan suara kepada Trump.

Pengunjuk rasa di Seattle mengusung spanduk bertuliskan, 'Dump Trump' (AP)

Mungkinkah itu terjadi? Menurut situs Snopes, hal tersebut sangat tidak mungkin. Karena itu belum pernah terjadi dalam sejarah Amerika dan akan memerlukan perubahan mendadak serta perubahan drastis dalam tradisi politik Negeri Paman Sam.

Meski pemungutan suara pada 8 November lalu telah diketahui hasilnya, namun itu belumlah menjadi hasil resmi. Electoral College baru akan mengumumkan hasil resmi pada Desember mendatang.

Pihak electoral college sendiri menjadi salah satu fokus pengunjuk rasa mengingat fakta bahwa Hillary memenangkan popular vote namun gagal mendapat electoral vote yang cukup untuk melenggang menuju Gedung Putih.

Pilpres AS memang cukup unik. Presiden tidak dipilih secara langsung oleh rakyat melainkan lembaga bernama electoral college yang terdapat di setiap negara bagian AS. Jumlah anggota electoral college berbeda-beda tergantung pada populasi negara bagian tersebut.

Suara electoral college atau disebut electoral vote inilah yang nantinya menjadi penentu kemenangan capres. Untuk bisa menang pilpres, calon harus mendapat 270 electoral votes.

Kasus di mana capres yang unggul dalam popular vote namun keok dalam electoral vote juga beberapa kali, yakni pada era Presiden John Quincy Adams dan Al Gore. Mereka mendapat dukungan mayoritas rakyat, namun gagal meraih electoral votes yang dibutuhkan.

'Build Brigdes - Not Walls'

2. 'Bangun Jembatan Bukan Dinding'

Imigrasi menjadi salah satu fokus utama Trump dalam masa kampanye. Banyak demonstran pun menentang kebijakan Trump yang ingin mendeportasi imigran gelap.

"Aku berunjuk rasa untuk teman-temanku yang tidak memiliki dokumen," ujar salah seorang demonstran di Atlanta, Spencer Smith (19).

Protes anti-Trump pada Mei 2016 lalu (Reuters)

Di Miami, sejumlah pengunjuk rasa pun mengusung spanduk bertuliskan 'bangun jembatan bukan dinding;. Ungkapan tersebut merujuk pada pernyataan Trump semasa kampanye yang menegaskan dirinya akan membangun dinding di sepanjang perbatasan AS-Meksiko untuk mencegah masuknya imigran gelap.

Sekretaris Negara Bagian Kansa, Kris Kobach yang juga menjabat sebagai salah satu penasihat Trump dalam urusan imigrasi mengatakan tak ada keraguan soal kebijakan membangun dinding di sepanjang perbatasan dengan Meksiko.

"Hanya saja yang menjadi satu-satunya pertanyaan adalah seberapa cepat hal tersebut dapat dilakukan dan siapa yang membiayainya?," ujar Kobach.

Bentuk Pernyataan

3. Pernyataan

Sejumlah pengunjuk rasa tahu bahwa Trump akan disahkan menjadi presiden ke-45 AS pada 20 Januari 2017 mendatang. Namun melalui aksi protes ini mereka ingin menegaskan bahwa mereka tidak senang dengan hasil pilpres dan tidak akan berdiam diri.

Salah seorang pengunjuk rasa di Iowa, Rachel Walerstein mengatakan bahwa dirinya dan para pengunjuk rasa lainnya memiliki dua tujuan utama. Pertama, membuat banyak orang tahu bahwa retorika yang diwarnai rasialisme, kebencian terhadap imigran dan LGBT tidak mendapat tempat.

"Kedua, kami ingin membuat pernyataan publik tentang stabilitas politik untuk mempersulit pemerintah dan khususnya untuk membuat kebijakan Trump mustahil dapat diterapkan dalam 100 hari pertamanya," ujar Walerstein.

Sementara itu, pengunjuk rasa lain, Dalina Aimee Perdomo mengatakan bahwa ia marah dan kecewa mengingat negaranya memilih kelompok konservatif dalam pemungutan suara.

Trump sebelumnya sempat mengeluarkan pernyataan bahwa para pengunjuk rasa ini adalah orang-orang yang dibayar. Namun kemudian ia meralat cuitannya di Twitter dan memuji semangat mereka.

Akhiri Perpecahan

4. Mengakhiri Perpecahan

"Dia harus mengatasi semua perpecahan, hal-hal penuh kebencian yang dia sampaikan di masa lalu dan mengakuinya sebagai kesalahan, dan mengakhirinya," ujar salah seorang pengunjuk rasa di New York, Nick Truesdale.

Kepada The Wall Street Journal pekan ini, Trump mengatakan, menurutnya retorika-retorikanya tidak terlalu melampaui batas. Namun pada saat bersamaan ia berharap semua orang dapat bersatu.

Unjuk rasa anti-Trump berlangsung di 5th Ave di dekat Trump Tower (Mary Altaffer, AP)

"Saya mendambakan sebuah negara yang rakyatnya mencintai satu sama lain. Itu yang menjadi penekanan saya," ujarnya.

Sementara sejumlah demonstran lainnya menyerukan agar Trump mengecam parade KKK yang dijadwalkan akan digelar di North Carolina. KKK atau 'The Klan' adalah kelompok rasis ekstrem di AS yang berdiri pada tanggal 24 Desember 1865. Kelompok ini berkeyakinan bahwa ras kulit putih adalah ras yang terbaik.

Sejauh ini Trump belum berkomentar soal ini, namun perwakilan Partai Republik di North Carolina telah mengecamnya.

'Not My President'

5. 'Bukan Presidenku'

Pihak penyelenggara unjuk rasa anti-Trump di Atlanta mengatakan bahwa pesan yang ingin mereka sampaikan sederhana.

"Kami tidak menghormati fakta bahwa Trump adalah presiden Amerika Serikat," tulis mereka di Facebook.

Protes anti-Trump di Chicago, Illinois (Reuters)

"Tidak Trump dan pemimpin mana pun yang menebar ketakutan dan kebohongan, baik yang berpakaian seperti teman atau musuh. Tidak bagi presiden yang ingin melarang muslim masuk. Tidak bagi presiden yang mengatakan bahwa orang Meksiko adalah pemerkosa...," lanjut mereka.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.