Sukses

Peringatan Konten!!

Artikel ini tidak disarankan untuk Anda yang masih berusia di bawah

18 Tahun

LanjutkanStop di Sini

Menguak 9 Tradisi Aneh di Balik Hubungan Seks

Bocah-bocah suatu suku diwajibkan menelan air mani dari para tetua, karena air mani itu diduga menopang pertumbuhan dan kekuatan.

Liputan6.com, New York - Tayangan video pornografi sering menampilkan kisah-kisah seks yang terkesan nyeleneh dan berlebihan menurut ukuran lazim di tengah masyarakat.

Misalnya, ada saja tayangan yang berkisah tentang istri yang menjadi milik beberapa orang pria. Atau menenggak sperma sebagai bagian dari adegan panas.

Hal tersebut menjadi lazim dalam beberapa komunitas dunia, terutama di kalangan masyarakat-masyarakat suku terdahulu.

Walau terdengar nyeleneh, sejumlah praktik seksual yang terasa nyeleneh masih dijalankan dalam sistem masyarakat tersebut. Seperti yang Liputan6.com kutip pada Sabtu (5/11/2016) dari Oddee berikut ini:

1. Sambia, Minum Air Mani

Untuk menjadi seorang pria dewasa dalam suku primitif, bocah-bocah lelaki dipisahkan dari kehadiran kaum wanita pada usia 7 tahun dan tinggal bersama dengan kaum pria lain selama 10 tahun.

Selama 10 tahun, kulit bocah-bocah itu disayat untuk mengeluarkan segala bentuk pencemaran apapun dari kaum wanita. Demikian juga dengan praktik pendarahan hidung dan muntah karena konsumsi tebu dalam jumlah banyak.

Yang paling utama, bocah-bocah suku Papua Nugini ini diwajibkan menelan air mani (sperma) dari para tetua, karena air mani itu diduga menopang pertumbuhan dan kekuatan.

Ketika dikembalikan ke tengah-tengah suku, mereka meneruskan tradisi pendarahan hidung bersesuaian dengan siklus menstruasi istrinya.

Ilustrasi Sperma | Via: istimewa

2. Sunat di Mardudjara

Bagian pertama ritual suku aborigin Mardudjara di Australia adalah, sunat yang diikuti dengan menelan kulit kulup sendiri oleh bocah lelaki yang disunat.

Setelah lukanya sembuh, bagian bawah penis disayat sepanjang kelamin dan terkadang hingga mencapai bagian testis. Darah akibat sayatan kemudian diteteskan ke dalam api untuk keperluan penyucian diri.

Sejak saat itu, kaum pria akan kencing melalui bagian bawah penis, bukan dari saluran kencingnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 8 halaman

3. Seks Dini Trobriander

Suku pulau terpencil Papua Nugini ini sepertinya menjadi studi kasus konsekuensi revolusi seksual. Di sana, anak-anak perempuan sama-sama menginginkan seks sebagaimana anak-anak lelaki.

Anak-anak mulai melakukan seks pada usia dini, yaitu 6 hingga 8 tahun pada anak-anak perempuan dan 10 hingga 12 tahun pada anak lelaki. Dan itu dilakukan tanpa mengundang pandangan miring dari masyarakat.

Ada beberapa budaya adat tentang perkencanan pada suku itu. Anak-anak perempuan pun biasanya berkeliaran tanpa pakaian atas.

Walaupun seks dilakukan kapan saja, pasangan dilarang berbagi makanan sebelum menikah. Makan bersama hanya dilakukan setelah menikah.

3 dari 8 halaman

4. Ritual Seks di Air Terjun


Walau terdengar nyeleneh, sejumlah praktik seksual yang terasa nyeleneh masih dijalankan dalam sistem masyarakat suku. (Sumber Empress Viral)

Jika sedang bepergian ke Haiti dan menyaksikan air terjun Saut d'Eau pada bulan Juli, kita bisa menyaksikan suatu ritual unik. Para dukun voodoo menjadikan perjalanan musim panas ke tempat itu guna melakukan pemujaan kepada dewi cinta.

Di sekitar air terjun, orang-orang yang telanjang beramai-ramai melakukan seks dalam lumpur yang bercampur dengan darah dari hewan-hewan korban. Termasuk beberapa kepala kambing dan sapi bertaburan di dalamnya.

4 dari 8 halaman

5. Suami Sekandung

Mengacu kepada suatu tulisan dalam Psychology Today, "Dalam hampir semua masyarakat poliandri, praktik yang terungkap oleh para ahli antropologi adalah poliandri fraternal, yaitu ketika saudara kandung lelaki berbagi satu istri."

Kasus demikian terjadi di Himalaya.

Lahan sempit untuk beternak dan bertani, membuat keluarga-keluarga dengan lebih dari 1 orang putra sulit berbagi tempat. Padahal tiap anak lelaki harus memulai kehidupan berkeluarga di tempat baru.

Jalan keluarnya adalah menemukan satu istri untuk semua putra dalam keluarga, supaya mereka bisa tetap tinggal satu atap dan warisan tanah keluarga tetap utuh.

Menurut dokumenter Multiple Husbands dalam National Geographic, tatanan seperti itu berhasil kalau istri tersebut mahir "menjadwalkan" waktu dengan saudara-saudara kandung suaminya.

Walau terdengar nyeleneh, sejumlah praktik seksual yang terasa nyeleneh masih dijalankan dalam sistem masyarakat suku.(Sumber thecoli.com)

5 dari 8 halaman

6. Mencuri Istri

Dalam suku Wodaabee di Niger, Afrika Barat, kaum pria dikenal saling mencuri istri pria lain. Pernikahan pertama dalam suku itu didasarkan perjodohan sejak kecil oleh para orangtua. Biasanya pernikahan dengan sepupu.

Tapi, dalam perayaan Gerewol, kaum pria Wodaabee menggunakan riasan dan kostum rumit, kemudian menari untuk menarik perhatian kaum wanita, dengan harapan bisa mencuri istri baru.

Para suami biasanya tidak mau berpisah dengan istrinya, tapi, jika berhasil mencuri tanpa ketahuan, maka pasangan baru itu diakui secara sosial. Pernikahan mereka menjadi pernikahan karena cinta.

6 dari 8 halaman

7. Masturbasi Mesir Kuno

Menurut Sex and Society, "bahkan aliran sungai Nil pun diduga disebabkan oleh ejakulasi (Dewa Pencipta) Atum. Inilah konsep yang mendorong para Firaun Mesir untuk melakukan ritual masturbasi ke sungai Nil guna memastikan air yang melimpah."

Bangsa Mesir Kuno sangat terilhami oleh tindakan merangsang diri sendiri, sehingga pada saat perayaan Dewa Min yang merupakan pernyataan kekuatan seks Firaun, kaum pria kemudian melakukan masturbasi di depan umum.

Hakim Mesir, Randy (Listverse.com)

7 dari 8 halaman

8. Homoseksualitas Yunani Kuno

Bangsa Mesir Kuno tidak memandang orientasi seksual sebagai identitas sosial, sebagaimana halnya masyarakat Barat di abad lalu.

Bangsa Yunani Kuno tidak membedakan keinginan atau perilaku seksual berdasarkan gender para pelaku, tapi berdasarkan peran --sebagai pihak yang aktif melakukan penetrasi atau pihak pasif yang menerima penetrasi.

Polarisasi peran seperti itu berkaitan dengan peran sosial dominan. Pihak yang aktif melakukan penetrasi dikaitkan dengan sosok jantan, status sosial yang lebih tinggi, dan kedewasaan.

Sebaliknya, pemeran pasif dikaitkan dengan sosok wanita, status sosial yang lebih rendah, dan kaum muda.

8 dari 8 halaman

9. Seks Anak Yunani Kuno

Salah satu bentuk hubungan seks sesama kaum pria pada masa Yunani Kuno adalah "paiderastia" yang berarti "cinta bocah lelaki". Itu adalah hubungan antara pria yang lebih tua dengan remaja lelaki, biasanya yang sudah tumbuh jenggot lengkap.

Di Athena, seorang pria yang lebih tua disebut erastes, dengan tugas mendidik, melindungi, mencintai, dan menjadi model peran bagi eromenos yang cantik, muda, dan menjanjikan.

Namun demikian, cinta kepada anak lelaki di bawah usia 12 tahun dipandang tidak pantas. Walaupun tidak ada bukti adanya hukuman legal bagi praktik demikian.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini