Sukses

Mosul Sulit Direbut, Ada Orang 'Dalam' Bantu ISIS

Seminggu sudah pasukan koalisi Irak dan AS berjuang untuk merebut Mosul. Namun, ternyata sulit. Desas-desus pun berembus.

Liputan6.com, Mosul - Tentara Irak dan koalisinya sudah seminggu mencoba masuk ke Mosul dan merebut kota itu dari ISIS.

Bagi warga yang telah meninggalkan kota itu, kengerian terpancar di wajah mereka, apalagi saat melihat kesulitan para pasukan penyerbu.

Kamp Debaga, sekitar 50 mil tenggara Mosul,  kini semakin penuh karena banyaknya warga yang melarikan diri dari kota itu.

"Kami meninggalkan Mosul saat dini hari, sekitar pukul 04.00, di saat itu tak ada satupun anggota ISIS berkeliaran," kata salah seorang perempuan yang tengah hamil tua. Ia dan keluarganya berhasil kabur menjelang perebutan kota 'Mutiara' dari Irak itu.

"Pasukan Irak di luar kota, kami yakin mereka belum bisa masuk ke Mosul," lanjutnya kepada NPR seperti dikutip Liputan6.com pada Selasa (25/10/2016).

Sementara itu, tentara Irak menunggu warga sipil untuk bisa keluar dulu dari Mosul sebelum masuk dan menyerang ISIS.

Kelompok teroris itu berhasil merebut sarana telekomunikasi warga, menjadikan mereka tameng dan membunuh siapa saja yang melawannya.

Namun, para warga secara sembunyi-sembunyi berhasil menghubungi tentara Irak dan menyetujui jalur kabur.

Dua tentara pasukan khusus Irak berlari membawa senjata saat bentrok dengan militan ISIS di Bartella, timur Mosul, Irak, (20/10). (REUTERS/Goran Tomasevic)

Tetapi, tatkala mereka mencoba kabur, "Tiba-tiba ISIS ada di mana-mana, mereka menembaki kami," ujar perempuan itu lagi.

Mereka berlari tunggang-langgang menghindari peluru. Kelompok militan itu mengincar laki-laki. Menurut perempuan itu, setidaknya lebih dari setengah jumlah pria di desanya tewas terkena timah panas saat mereka mencoba kabur.

ISIS Manfaatkan Politik Lokal

Menurut perempuan itu, politik di desanya juga membingungkan. Ada dua suku yang berada di desanya di kota Mosul. Shammout dan Qufaa.

"Suku Qufaa bergabung dengan ISIS, dan para Shammout -- sebelum ISIS datang-- mereka direkrut sebagai petugas keamanan," lanjut perempuan itu.

Melihat fenomena itu, ia menjelaskan satu suku itu ingin tetap mempertahankan pekerjaannya --sebagai petugas keamanan-- sementara suku lainnya mencoba mengambil alih.

Ketika ISIS tiba, kelompok militan itu memanfaatkan konflik lokal. Dan itulah mengapa, petinggi-petinggi suku Qufaa menjadi tentara ISIS.

"Itulah mengapa mereka sangat menguasai daerah. Membuat terowongan dan mampu menyelundupkan senjata, makanan dan tentara," bebernya.

Perempuan itu juga mengatakan ISIS bagaikan tikus, mereka tinggal di bawah tanah. Para militan itu bisa 'menghilang' dan kemudian ada lagi.

Perempuan itu berpikir, sulit mengalahkan ISIS.

Di kamp tersebut, kebanyakan yang bebas berjalan-jalan adalah perempuan dan anak-anak. Para pria ditahan karena tentara Irak takut mereka ISIS yang tengah menyamar.

Warga yang berhasil kabur dari Mosul masih takut dengan ISIS. Kebanyakan dari mereka mengaku masih banyak anggota keluarganya berada di desa-desa di Mosul yang dikuasai ISIS.

Namun, pemerintah Irak dan AS yang mendukung perebutan Mosul mengatakan bahwa ISIS telah kehilangan kekuasaan di kota itu.

Meski demikian, tentara Irak dan Kurdi masih mencoba masuk ke desa-desa di kota Mosul. Jika kebenaran cerita perempuan itu benar, bahwa ISIS didukung warga setempat, perjuangan merebut 'Mutiara' Irak itu akan makan waktu dan sulit.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini