Sukses

3 Negara Bagian AS Tolak Tim Pantau Pilpres dari Rusia

Upaya Rusia untuk memantau pemilu AS disebut-sebut sekedar cari perhatian.

Liputan6.com, Washington, DC - Seakan-akan ingin membenarkan ucapan Donald Trump tentang pemilihan presiden (pilpres) yang akan mengalami "rekayasa", pihak Rusia bermaksud mengirimkan tim pemantau pemilu ke Amerika Serikat, demikian menurut media Rusia pada Kamis lalu.

Wacana itu segera ditepis oleh Departemen Dalam Negeri AS. Seorang pejabat terkait pilpres Negeri Paman Sam itu bahkan mengancam mengadukan dugaan tindak pidana jika para pemantau dari Rusia hadir, demikian menurut harian Izvestia dan Russian Today.

Seperti dikutip Liputan6.com dari USA Today pada Sabtu (22/10/2016), Mark Toner, wakil juru bicara State Department mengatakan bahwa upaya Rusia tersebut sekedar cari perhatian.

Donald Trump berada dalam posisi lebih rendah dalam banyak jajak pendapat. Selama beberapa minggu terakhir, ia mengeluhkan potensi kecurangan pemilu.

Dalam debat pada Rabu 19 Oktober 2016 malam waktu AS melawan Hillary Clinton, capres dari Partai Republik tersebut mengatakan akan tunduk pada hasil pemilu. Namun sehari setelahnya pada Kamis 20 Oktober, ia mengatakan akan "menerima sepenuhnya hasil pemilu, hanya jika saya menang.

Rusia dan presiden Vladimir Putin menjadi isu dalam pusaran kampanye pilpres AS. Dalam debat Rabu lalu, Rusia dituduh ikut campur dalam pemilu.

Pihak intelijen AS mengatakan bahwa Rusia menjadi dalang sejumlah serangan peretasan komputer yang membocorkan email memalukan dari Komite Nasional Demokrat dan para petinggi kampanye Clinton.

Trump memandang dengan skeptis tentang peran Rusia dalam pembocoran itu, dan membantah tuduhan Clinton bahwa ia adalah seorang pemuja Putin.

AS kerap mengirim pemantau-pemantau pemilu ke negara-negara lain yang memiliki riwayat kecurangan pemilu.

Izvestia melaporkan bahwa Rusia mengajukan permohonan memantau di AS, dalam pembicaraan dengan Kementerian Dalam Negeri. Namun hal itu langsung ditolak.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Penolakan dari 3 Negara Bagian

Juru bicara Secretary of State di Louisiana, Tom Schedler, Meg Casper mengatakan permohonan itu sebagai "akal-akalan propaganda."

"Kami telah mengizinkan para pengamat luar negeri di masa lalu, berasal dari negara-negara lain, tapi belum pernah dari Rusia," kata Meg Casper.

Meg menambahkan bahwa FBI dan Departemen Keamanan Dalam Negeri (Department of Homeland Security, DHS), juga tak mengizinkan hal tersebut.

Secretary of State di Texas, Carlos Cascos mengatakan pada 28 September lalu ia pernah menulis surat kepada Alexander Zakharov di konsulat jenderal Rusia di Houston. Ia menyampaikan bahwa hanya orang yang diberi wewenang hukum yang boleh berada di TPU saat pengambilan suara.

Cascos menawarkan diskusi tentang proses pemungutan suara dengan Zakharov atau perwakilannya. Termasuk melakukan rapat dengan para pejabat lokal untuk pilpres.

Demikian menurut salinan surat yang didapat USA Today.

Respons serupa dilontarkan Secretary of state di Oklahoma, Chris Benge. Ia menolak permohonan sejenis berdasarkan undang-undang Oklahoma.

"Sungguh suatu kehormatan bagi kami untuk bisa mempersilahkan pengamatan proses pemungutan suara, tapi hal itu dilarang dalam undang-undang negara bagian," jelas Benge dalam surat penolakannya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.