Sukses

Jika Menang di North Carolina, Hillary Bisa Singkirkan Trump

Hillary Clinton dipastikan mampu mengalahkan Donald Trump jika kelak ia mengunci kemenangan di North Carolina.

Liputan6.com, Washington, DC - Donald Trump tidak dapat menghentikan langkah Hillary Clinton menjadi presiden jika mantan Ibu Negara itu berhasil mengunci kemenangan di negara bagian North Carolina.

Taipan properti itu menghadapi kesulitan ketika berhadapan dengan kubu konservatif Demokrat terutama perempuan di pinggiran kota besar seperti Charlotte dan Raleigh-Durham.

Padahal kubu konservatif Demokrat pernah lama menjadi bagian dari formula kemenangan Partai Republik di North Carolina. Demikian seperti dilansir Associated Press, Senin (3/10/2016).

Sementara itu Hillary memiliki kekhawatirannya sendiri, yaitu pemilih muda yang pada 2008 dan 2012 membantu mengantarkan Barack Obama ke kursi presiden kini ragu mendukungnya.

Dalam skenario memperebutkan suara di negara bagian, upaya Hillary untuk memburu pendukung baru di North Carolina dibantu oleh 'pasukan' dalam jumlah besar. Sementara Trump tidak memiliki rencana pasti.

"Kedua calon memiliki masalah di sini. Namun menurut saya, tim Hillary lebih kompak dalam menyelesaikan persoalan dibanding tim Trump," ujar Paul Shumaker, seorang penasihat untuk Senator AS, Richard Burr.

Minggu 2 Oktober waktu setempat, Hillary diketahui berkampanye di Charlotte di mana ia mengunjungi gereja yang memiliki mayoritas jemaat kulit hitam. Kedatangan capres perempuan pertama AS itu terjadi kurang dari dua pekan setelah tragedi penembakan warga kulit hitam oleh polisi.

Peristiwa penembakan itu memicu unjuk rasa yang diwarnai kekerasan selama dua malam serta mencuatnya kembali perdebatan isu ras.

"Kita harus mengambil tindakan. Kita harus mulai dari sekarang, bukan besok. Bukan tahun depan, sekarang," kata Clinton dalam kampanyenya.

Jajak pendapat menunjukkan, North Carolina, Ohio, dan Florida adalah beberapa negara bagian yang paling kompetitif dalam memutuskan langkah terakhir untuk mendapat 270 electoral votes yang dibutuhkan demi memenangkan kursi menuju Gedung Putih.

Dalam sembilan pilpres terakhir, capres asal Republik berhasil mengunci kemenangan di North Carolina sebanyak delapan kali. Sejauh ini Hillary telah unggul di negara bagian yang menjadi andalan Partai Republik yakni, Virginia dan Colorado.

Jika Hillary berhasil menang di North Carolina maka Trump harus mampu unggul di Ohio dan Florida. Saat ini kubu Demokrat berhasil menguasai Pennsylvania dan menyapu bersih negara-negara tetangga yang memiliki populasi rendah.

Menurut Shumaker, dukungan kaum Republikan kepada Trump di North Carolina lebih rendah dibanding kandidat-kandidat sebelumnya. Sebut saja Mitt Romney yang pada 2012 lalu meraih 90 persen suara di sana.

Trump telah berjanji untuk memenangkan suara dari kaum konservatif Demokrat di Cary, sebuah permukiman di Raleigh.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Masalah Trump Jadi Kabar Baik Bagi Hillary

Upaya Hillary untuk meraih dukungan dari kaum muda kian terasa selama kampanyenya di Wake Community College. Ia menegaskan, pemilu adalah lebih terkait dengan masa depan generasi muda dan anak-anak.

Mantan menteri luar negeri AS itu juga bicara tentang rencana pemerintahannya kelak terkait dengan biaya kuliah yang disubsidi pemerintah. Kemudian sepekan berikutnya, putri Hillary, Chelsea bicara tentang utang kuliah di Eastern Carolina University.

"North Carolina terasa seperti Virginia pada 2012," kata Dan Kanninen, penasihat utama kampanye Hillary.

Pada 2008 dan 2012, Obama berhasil menang di Virginia. Ini peristiwa bersejarah karena sebelumnya, 10 kali berturut-turut negara bagian ini dikuasai kubu Republik.

"Masalah terbesar Trump adalah warga kulit putih yang memiliki pendidikan tinggi. Jika dia bisa menyelesaikan persoalan itu, dia menang," ujar ahli strategi Partai Republik, Michael Luethy.

Ini merupakan kabar baik bagi Hillary. Karena dalam empat tahun terakhir, jumlah pemilih di North Carolina meningkat menjadi 300.000 di mana sebagian besar adalah mereka yang berpendidikan tinggi.

Mungkin hal yang masih menjadi tanda tanya besar jelang pilpres pada 8 November mendatang adalah apakah warga Afro-Amerika akan mendukung Hillary sama seperti ketika mereka memenangkan Obama dua kali. Hillary sejauh ini diketahui mendominasi suara mayoritas Afro-Amerika sebanyak 22 persen di North Carolina.

Capres AS asal Partai Demokrat, Hillary Clinton (Reuters)

Pemilihan presiden di Negeri Paman Sam menggunakan sistem electoral college. Dalam sistem ini, presiden terpilih tidak diangkat berdasarkan suara rakyat lewat pemungutan suara di TPS, melainkan oleh electoral votes (suara pemilu) yang tersebar di 51 negara bagian.

Setiap negara bagian memiliki jatah electoral votes yang berbeda-beda yang ditentukan oleh banyaknya alokasi kursi Senat dan DPR yang dimiliki tiap-tiap negara bagian.

Alokasi kursi Senat dan DPR sendiri bisa berubah berdasarkan populasi penduduk yang ditetapkan oleh sensus sepuluh tahunan.

Untuk memenangkan pemilu, seorang capres harus mendapatkan minimal 270 suara dari jumlah total electoral votes. Karena itulah dalam setiap pemilu, para politisi selalu membidik negara bagian yang memiliki jumlah electoral votes terbanyak.

Setelah pemungutan suara selesai, orang yang memiliki mandat atas electoral votes akan menggelar konvensi di ibu kota negara bagian untuk memberikan suara mereka.

Dalam pertemuan yang berlangsung pada bulan Desember inilah pilpres AS benar-benar digelar secara langsung. Mereka akan memilih satu dari dua pasangan capres sebagai penghuni Gedung Putih.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini