Sukses

Donald Trump: Google Berkonspirasi dengan Hillary Clinton

Trump menuduh moderator debat bersikap tak adil. Bukan hanya itu, ia juga mengklaim Google terlibat konspirasi dengan kubu Hillary.

Liputan6.com, Washington, DC - Debat pertama calon presiden Amerika Serikat (AS) berakhir dengan kemenangan bagi Hillary Clinton atas Donald Trump. Ini terlihat dari sejumlah survei yang dilansir pasca-pertemuan keduanya di Hofstra University pada Senin 26 September waktu setempat.

Tak terima dengan kenyataan bahwa polling menunjukkan Hillary lebih unggul, Trump melontarkan pernyataan yang menyudutkan moderator debat, Lester Holt. Menurutnya, Holt bersikap bias.

Bukan hanya Holt, namun miliarder AS itu juga menyerang Google. Ia menuding raksasa internet dunia itu berkonspirasi dengan mencurangi mesin pencarian sehingga berujung pada kemenangan Hillary.

"Dia (Holt) jauh lebih keras terhadap saya dibanding kepada Hillary," ujar Trump dalam wawancara dengan Fox News seperti Liputan6.com kutip dari The Guardian, Kamis (29/9/2016).

Dalam kesempatan tersebut ia juga menyatakan ketidakpuasannya karena Holt menyinggung kembali 'pertanyaan terkait kelahiran' Barack Obama dalam debat yang berlangsung selama 90 menit itu. Capres asal Partai Republik itu sejak lama mengklaim bahwa Obama tidak lahir di AS--tudingan ini secara luas dianggap sebagai tindak rasisme.

Belum lama ini ia baru mengakui bahwa suami Michelle Obama itu memang lahir di AS, namun ia menegaskan pengakuannya ini hanya demi melanjutkan kampanyenya. Dan entah bagaimana, Trump bahkan balik menyalahkan Hillary terkait dengan teori konspirasi itu.

Teori konspirasi lain juga diperkenalkan Trump di mana ia menuding Google berkolusi dengan tim kampanye Hillary.

"Mesin pencarian Google telah "menekan" berita-berita buruk tentang Hillary Clinton," ujar Trump di depan pendukungnya di Waukesha, Wisconsin.

Baik kubu Hillary atau Google belum berkomentar atas tuduhan ini di mana diduga kabar ini mencuat dari laporan media propaganda Rusia, Sputnik News.

Di hadapan para pendukungnya, Trump disebut juga menjuluki Hillary sebagai sosok 'globalis' dengan mengatakan ia adalah 'kapal bagi kepentingan tertentu yang ingin melucuti status AS sebagai bangsa yang berdaulat'. Meski Hillary mendukung reformasi imigrasi serta perjanjian perdagangan bebas, namun hingga saat ini tak ada bukti yang menguatkan tuduhan suami Melania itu.

Meski demikian tak dapat dipungkiri bahwa kehidupan perkawinan Hillary dan sang suami, Bill Clinton kerap digunakan Trump sebagai senjata. Bill diketahui terlibat dalam sejumlah skandal seks.

Pasca-debat perdana, jajak pendapat CNN yang berafiliasi dengan ORC menunjukkan Hillary unggul 62 persen sementara Trump hanya mampu mengantongi dukungan 27 persen. Survei lain yang dilakukan Vox menyimpulkan 51 responden lebih memilih capres Demokrat dibanding Republik.

Debat di Hofstra merupakan pertemuan pertama dari tiga yang dijadwalkan. Yang kedua akan berlangsung pada 9 Oktober di St. Louis sementara yang terakhir akan bergulir di Nevada pada 16 Oktober.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini