Sukses

Pidato Menguras Air Mata Bocah Kulit Hitam AS

Liputan6.com, Charlotte - Pidato Zianna Oliphant mampu menguras air mata. Dia bukan politikus. Dia juga sedang tidak bertanding atau berakting.

Zianna Oliphant hanyalah seorang bocah cilik berusia 9 tahun. Bahkan tubuhnya terlalu kecil untuk mencapai mikrofon di podium Balai Kota Charlotte, North Carolina , AS.

Pertemuan antara Zianna dan dewan kota terjadi seminggu setelah polisi menembak mati Kieth Lamont Scott. Pria berusia 40 tahun itu dilaporkan tengah berdiri dengan tangan di samping kiri kanan tubuhnya ketika polisi menembaknya di sebuah kompleks apartemen.

Polisi dipanggil setelah ada keributan di kompleks itu. Namun penembakan Scott adalah insiden berbeda. Kala aparat keamanan yang bertugas memadamkan keributan, mereka melihat Scott tengah memilin ganja di mobilnya.

Polisi mengatakan Scott membahayakan mereka karena membawa senjata. Namun keluarga mengklaim tak ada pistol, melainkan buku. Demikian dilansir dari ABCNews, Rabu (28/9/2016)

Akibat kematian Scott, sejumlah protes terjadi. Aksi damai tentang perlakuan tidak adil bagi kulit hitam AS berubah menjadi anarkis selama sepekan. Akibatnya, wali kota memberlakukan jam malam dan negara dalam keadaan darurat.

Kematian Scott yang diikuti kerusuhan Kota Charlotte, North Carolina, membuat anak-anak ketakutan, termasuk Zianna.

"Aku di sini hari ini untuk berbicara mengenai perasaannku," tutur Ziana memulai pidatonya.

"Aku merasa kami diperlakukan tidak adil dibanding orang lain. Dan aku tidak suka kami diperlakukan berbeda hanya karena kulit kami yang berwarna," lanjutnya.

Zianna berhenti berbicara dan suaranya mulai tersekat. Sementara para pendengar yang hadir berseru, "Jangan berhenti."

"Kami kulit hitam, tapi kami seharusnya tak merasa seperti ini. Kami seharusnya tidak protes karena mereka memperlakukan kami berbeda. Kami seperti itu karena kami butuh dan memiliki hak," tutur Zianna sambil menangis.

Sejumlah orang mengelilingi korban yang tertembak saat unjuk rasa di daerah Charlotte, North Carolina, AS, Rabu (21/9). Pengunjuk rasa protes atas penembakan pria kulit hitam oleh polisi. (REUTERS/Jason Miczek)

"Aku lahir dan besar di Charlotte dan aku tidak pernah merasa seperti ini hingga hari ini. Aku tak tahan dan air mataku seharusnya tak jatuh. Memalukan karena ayah dan ibu kami dibunuh dan kami tak bisa melihat mereka lagi.

"Memalukan kami harus pergi ke pemakaman mengubur mereka... kami menangis bukan untuk itu. Kami butuh ayah, ibu, untuk berada di sisiku," kata Zianna.

Kematian Scott adalah insiden terbaru penembakan polisi AS terhadap kulit hitam. Tagar #BlackLivesMatter kerap kali dipasang ketika aparat keamanan melakukan kekerasan di AS.

Menurut penelitian antara majalah Mother Jones dan University of Harvard, pria kulit hitam AS 10 kali berisiko untuk ditembak dan mati dibanding pria kulit putih. Sementara itu, perempuan kulit hitam berisiko tiga kali lebih besar untuk ditembak dan tewas dibanding perempuan kulit putih.

Sebanyak 93% kasus bunuh diri dengan senjata api berasal dari kalangan kulit putih. Pria kulit putih tiga kali berpotensi melakukan bunuh diri dibanding pria kulit hitam.

Sementara itu wanita berkulit putih empat kali lebih berpotensi membunuh dirinya dibanding wanita berkulit hitam.

Berikut rekaman video mengharukan dari Zianna. Pesan yang wajib didengar oleh seluruh warga sedunia: 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.