Sukses

Pernah Tuding Donald Trump 'Pembohong' Ted Cruz Balik Mendukung

Ted Cruz mendukung Donald Trump, meski saat kampanye pemilihan pendahuluan Partai Republik mereka berdua saling hina.

Liputan6.com, Washington DC - Ted Cruz pernah jadi seteru kuat Donald Trump untuk memperebutkan tiket pencapresan di Partai Republik Amerika Serikat. Namun, setelah melalui kampanye sengit yang diwarnai saling hina, senator Texas itu kalah.

Juli lalu pidato Cruz dicemooh gara-gara tak menyatakan dukungan pada Trump, yang resmi jadi calon presiden dari Grand Old Party (GOP)--nama lain Partai Republik.

Belakangan, Cruz mengatakan ia akan memenuhi janjinya untuk memilih capres Republik. Pria yang lahir pada 1970 itu juga mengatakan jika dia memilih Hillary Clinton, maka itu akan menjadi "hal yang tak bisa diterima".

"Pilpres ini berbeda dengan apa yang pernah digelar sepanjang sejarah bangsa kita. Seperti halnya pemilih lain, saya berupaya untuk menemukan pilihan terbaik," kata Cruz dalam Facebook-nya, seperti dikutip dari BBC, Sabtu (24/9/2016).

"Setelah berbulan-bulan mempertimbangkan secara cermat, berdoa, dan mencari apa kata hati nurani, saya memutuskan bahwa pada Hari Pemilihan, saya akan memilih capres Partai Republik, Donald Trump."

Dukungan itu adalah titik balik bagi Cruz, yang pernah menuding Trump sebagai trainwreck--pembawa kekacauan dan pathological liar--seseorang yang biasa berbohong.

Cruz juga menyebut miliarder nyentrik itu tak bisa dipercaya untuk memegang kendali Gedung Putih.

Merespons dukungan Cruz, Trump mengaku merasa "terhormat" mendapat sokongan dari  "lawan tangguh dan brilian".

Namun, keputusan Cruz mendukung Trump dikecam para pendukungnya, termasuk mantan juru bicara kampanyenya, Rick Tyler.

"Kubu konservatif Amerika sedang berkabung. Kami kehilangan pemimpin kami hari ini," kata Tyler kepada NBC.

Sebaliknya, manajer kampanye Trump, Kellyanne Conway, yang sebelumnya mendukung Cruz mengungkapkan kelegaannya di media sosial.

"Udang di Balik Batu"

Ada beberapa pertimbangan bagi Cruz untuk akhirnya memilih Trump.

Pertama, suami Melania Trump itu berpeluang memenangkan pemilu, bahkan tanpa dukungan Cruz.

Alasan lain yang mungkin dipertimbangkan Cruz, Trump-isme adalah masa depan Partai Republik. Dan jika ia ingin menjadi bagian dari itu, maka ia harus pandai-pandai menempatkan diri.

Apalagi jika Cruz ingin kembali maju di Pilpres 2018, ia akan menghadapi ancaman dari penantang utama pro-Trump saat pemilihan pendahuluan. Dukungan ini bisa menjadi cara untuk meredakan "bom waktu" bagi karier politiknya.

Trump dan Cruz berulang kali bentrok selama kampanye maupun panggung debat. Suatu ketika Donald Trump mencuit sebuah foto istri Cruz, Heidi "yang tak menarik".

Trump juga menuding ayah Cruz, Rafael Cruz, terkait pembunuhan Presiden AS John F Kennedy.

Soal dukungannya ke Trump, Cruz mengatakan, Amerika Serikat saat ini dalam kondisi krisis. "Hillary Clinton secara nyata tidak layak untuk menjadi presiden. Kebijakannya akan merugikan jutaan orang Amerika," kata dia. "Dan Donald Trump adalah satu-satunya yang sesuai jalur."

Sebelumnya, mantan Presiden AS dari Partai Republik George W Bush dikabarkan akan memilih Hillary Clinton. Ia tak akan memberikan suara pada Donald Trump--yang mengalahkan putranya, Jeb Bush, dalam pemilihan pendahuluan di Partai Republik.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini