Sukses

52 Tahun Konflik, Pemberontak FARC dan Pemerintah Kolombia Damai

Kesepakatan perdamaian masih harus meminta persetujuan rakyat Kolombia dalam pemungutan suara populer yang akan berlangsung pada 2 Oktober.

Liputan6.com, Havana - Pemerintah Kolombia dan pemberontak bersenjata FARC akhirnya menandatangani perjanjian damai bersejarah. Kedua belah pihak mengakhiri konflik berdarah yang terjadi lebih dari lima dekade.

Pengumuman perdamaian itu dilakukan di Havana, ibu kota Kuba. Di kota itulah berawal serangkaian pembicaraan damai dilakukan yang dimulai sejak November 2012. Demikian dikutip dari BBC, Kamis (24/8/2016).

Konflik antara keduanya telah menewaskan setidaknya 220 ribu orang sementara jutaan warga kehilangan tempat tinggal.

"Pemerintah Kolombia dan FARC mengumumkan kalau kami telah mencapai perjanjian damai," ujar kedua belah pihak dalam sebuah pernyataan.

Delegasi dari Pemerintah Kolombia, Humberto de la Calle dan pemimpin negosiasi FARC, Ivan Marques, menandatangani perjanjian itu dalam sebuah upacara yang digelar di Kuba.

(Foto: Therichest)

"Kami telah mencapai tujuan," kata De la Calle. "Perang sudah berakhir, namun selalu ada permulaan baru. Perjanjian ini membuka pintu kepada lebih banyak komunitas," ujarnya.

Kedua belah pihak telah menandatangani gencatan senjata pada Juni lalu. Hal itu dilakukan demi mencapai perjanjian akhir.

"Ini adalah pekerjaan sulit. Kadang momen cerah kadang juga gelap. Namun kami bekerja dengan hati. Dan sekarang kami siap untuk berpartisipasi dalam kemajuan negara ini," kata Marquez.

Sementara itu, Presiden AS Barack Obama menelepon Presiden Kolombia, Juan Manual Santos, untuk mengucapkan terima kasih atas perjanjian damai itu.

"Presiden mengakui hari bersejarah ini sebagai titik kritis dalam apa yang akan menjadi proses yang panjang dalam melaksanakan perjanjian perdamaian yang adil dan abadi yang dapat memajukan keamanan dan kemakmuran bagi rakyat Kolombia," kata Gedung Putih dalam sebuah pernyataan.

Tak Ada yang Menang atau Jadi Pecundang

Menurut ketentuan perjanjian, FARC akan menghentikan perjuangan bersenjata dan bergabung dengan proses politik hukum.

Dan FARC telah setuju untuk meninggalkan perjuangan bersenjata untuk bergabung dengan proses politik hukum.

"Tidak ada ruang untuk pemenang atau pecundang ketika Anda mencapai perdamaian melalui negosiasi," tulis FARC negosiator Rodrigo Granda, dikenal sebagai Ricardo Tellez dalam Twitter-nya.

Sebelumnya pada hari Rabu, pemimpin FARC, Timoleon Jimenez, yang dikenal sebagai Timochenko, berkicau dalam Twitter, bahwa "pada pukul 18.00 di Kolombia kami akan mengumumkan akhir dari pembicaraan dan kesimpulan dari kesepakatan perdamaian."

Para pemberontak sayap kiri telah memerangi pemerintah Kolombia sejak tahun 1964. Ini adalah konflik terpanjang di Amerika Latin.

Selama empat tahun terakhir, negosiator perdamaian telah berhasil mencapai kesepakatan pada enam bidang: reformasi tanah, keterlibatan FARC dalam perdagangan narkoba, keadilan bagi para korban, perlucutan senjata, partisipasi politik masa depan dan pelaksanaan kesepakatan itu.

Seorang gerilyawati FARC sedang bercanda dengan kawannya di kamp Magdalena Medio, Kolombia (15/3/2016).  Gerilyawati FARC dikenal lebih sadis terhadap musuh daripada pasukan gerilyawan. (AFP Photo/Luis Acosta)

Kesepakatan tersebut masih menunggu "persetujuan" rakyat Kolombia dalam pemungutan suara populer, yang akan berlangsung pada 2 Oktober.

"Ini akan menjadi pemilu yang paling penting dari kehidupan kita," kata Santos di televisi nasional tak lama setelah kesepakatan itu ditandatangani.

Kendati demikian, mantan Presiden Alvaro Uribe tak setuju dengan perjanjian ini. Ia adalah sosok yang memimpin kampanye agar mendapatkan kesepakatan ditolak.

Pemberontakan terlama di muka bumi oleh FARC ini meniru usaha revolusi Kuba dan ancang-ancang pengubahan sistem pemerintahan Kolumbia menjadi Marxis--paham yang mengikuti gagasan Karl Max.

FARC telah memberontak sejak 1964. Mereka menuntut reformasi di berbagai tempat di Kolumbia. Akibat aksi brutalnya, kelompok tersebut dikategorikan sebagai teroris oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.