Sukses

Sutradara Jihad Selfie: Remaja Banyak Ikut ISIS Karena Galau

Noor Huda Ismail menjelaskan bahwa keinginan remaja untuk bergabung dengan kelompok radikal pada dasarnya dilandasi oleh kegalauan.

Liputan6.com, Jakarta - Sutradara dan penulis naskah film Jihad Selfie, Noor Huda Ismail melihat fakta menarik terkait motif para remaja Indonesia ikut kelompok radikal, termasuk ISIS.

Menurutnya, meski terdapat berbagai macam alasan namun pada dasarnya keinginan mereka dilandasi oleh kegalauan.

"Satu hal yang harus dipastikan kita tak bisa sama ratakan motif semua orang," ucap Huda di kantor Kemlu, Senin (22/8/2016).

"Jadi anak yang mencari jati diri, galau. Dan banyak anak-anak galau yang berangkat "berjihad"," sambung dia.

Pria yang saat ini berdomisili di Australia itu menyatakan, ia memiliki formula agar remaja yang bergabung dengan kelompok radikal mau keluar dari paham tersebut.

"Yang paling penting kan mereka (yang ikut bergabung karena) nonton video propaganda tunjukkin aja fakta yang lain," ucapnya.

"Jadi kalau anak-anak yang murni radikalisme lewat internet, kasih paparan alternatif," sambung dia.

Jalan alternatif tersebut, bisa dengan mempertemukan para anak yang masih terdoktrin untuk berbicara bersama orang-orang yang sudah masuk ke kelompok radikal dan pada akhirnya memilih kabur.

"Misalnya orang yang pernah ikut dan balik lagi cerita betapa nggak enaknya di sana. Anak-anak baru seperti Akbar (aktor Jihad Selfie) itu yang diperlukan adalah anak-anak yang lebih tua, maksudnya orang yang mau meluangkan waktu mendengar," kata dia.

Tidak hanya cara tersebut. Huda yakin, faktor lain seperti rindu keluarga atau aktivitas di Indonesia juga bisa menjadi pendorong aktif kembalinya anak-anak yang sudah bergabung dengan kelompok radikal.

"Kasus-kasus dia meninggalkan sederhana kok dia kangen karedok, dia bangun pagi nggak ada nasi uduk, jadi kalau lo pernah ke Timur Tengah itu panas, berat, mereka gak biasa," ucapnya.

Di samping itu, Huda mendorong jika di lingkungan masyarakat ada remaja terkena doktrin radikal untuk tidak dijauhi. Dia mengatakan, anak-anak seperti itu sebenarnya hanya perlu didengar keluh kesahnya oleh orang yang lebih tua.

"Yang tidak terjadi orang dewasa yang mendengarkan mereka tanpa men-judge, masyarakat kita kan sekarang urusan gue gue elo ya elo, kadang komentar itu dalam ilmu sosial dapat menciptakan social preasure jadi kita berbuat bukan karena keinginan kita tapi karena gak enak sama yang lain," pungkas dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini