Sukses

Hillary: Ada Kekuatan Lain yang Inginkan Amerika Terpecah Belah

Menurut Hillary Clinton, kekuatan itu adalah Donald Trump.

Liputan6.com, Philadelphia - Hillary Clinton akhirnya mencetak sejarah. Setelah menjadi capres perempuan selama 240 tahun politik AS, ia menerima nominasi Partai Demokrat tempatnya bernaung.

Dalam pidatonya di depan para pendukung dan delegasi Konvensi Nasional Demokrat (DNC) di Philadelphia, Hillary menyatakan kesiapannya menjadi orang nomor satu AS, pengganti Presiden Barack Obama.

Di depan para undangan dan pendukungnya, mantan First Lady Bill Clinton itu menyinggung tentang sejarah bagaimana Amerika Serikat dibangun.

"Pendiri bangsa ini banyak yang saling tak setuju satu-sama lain. Tapi mereka menemukan cara untuk berkompromi. Mereka tahu, kalau bersama kita akan lebih kuat," kata Hillary disambut dengan tepukan tangan seperti dilansir dari The Guardian, Jumat (29/7/2016).

"Namun, sekarang, Amerika Serikat sedang mendapat cobaan. Ada sekelompok kekuatan yang sangat kuat yang mengancam kita terpecah belah," lanjutnya.

Itulah salah satu alasan wanita mantan menlu AS tersebut memberikan moto kampanye, 'stronger together'.

Kekuatan yang dimaksud tak lain tak bukan Donald Trump dan segelintir Partai Republik pendukungnya.

"Moto AS adalah pluribus unum: out of many, we are one. Namun landasan itu akan dihancurkan oleh sosok Donald Trump. Ia membangun tembok dan memisahkan AS dari negara lain, mengucilkan negara besar ini dari dunia," kecam Hillary yang diikuti suara 'booo' pendukungnya.

"Jangan sekedar booo! Tapi mari pilih!" ajak Hillary.

Semenjak kampanye presiden AS berlangsung, Hillary Clinton menjadi sasaran bulan-bulanan miliader nyentrik itu. Dari dimulai dipanggil Crooked Hillary, atau si bongkok Hillary hingga dianggap sebagai sosok pemimpin yang tidak mengetahui ancaman terorisme.

Celaan terbaru Donald Trump yang membuat kuping panas Direktur CIA adalah penguasaha tajir itu, mengundang Rusia untuk meretas 30.000 ribu email Hillary yang dihapus.

"Komentar itu sungguh tak bertanggung jawab apalagi di tengah-tengah konvensi, meminta Rusia untuk intervensi politik Amerika," kata Leon Panetta, Direktur CIA.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini