Sukses

Teror Hantui Jerman dalam Sepekan Terakhir, Ada Apa?

Kurang dari sepekan, sejumlah korban tewas berjatuhan dan beberapa lainnya terluka menyusul terjadinya beberapa serangan di Jerman.

Liputan6.com, Berlin - Kurang dari sepekan terakhir, teror menghantui Jerman. Sebanyak empat kasus penyerangan mematikan terjadi di negeri pimpinan Kanselir Angela Merkel itu.

Fakta itu membuat Gubernur Bavaria, Horst Seehofer mendesak pemerintah Jerman untuk segera mengatasi persoalan yang menjadi kekhawatiran publik, khususnya keamanan dan imigrasi -- dua isu yang ramai disebut sebagai penyebab melonjaknya teror di negara itu.

Seehofer menyebut negaranya itu Jerman yang 'gusar' dan 'penuh ketakutan'. Dan pemerintah ditegaskannya harus mengambil langkah apa pun yang diperlukan untuk melindungi rakyat.

"Apa yang terjadi di sini adalah dimensi yang sama sekali baru dari terorisme, segelintir orang Islam yang memiliki pikiran teroris, dan kita harus intens berdiskusi dalam menghadapi tantangan ini baik di Bavaria maupun di Jerman untuk mencegah dan membendungnya," tegas Seehofer seperti dikutip BBC, Rabu (27/7/2016).

"Setiap serangan, setiap aksi terorisme, satu saja sudah terlalu banyak. Terorisme telah tiba di Jerman dan rakyat berharap kita untuk menanganinya dengan berani," imbuhnya.

Jerman setidaknya telah dihadapkan pada empat serangan dalam waktu kurang dari sepekan. Teror pertama terjadi di Wuerzburg, Bavaria pada 18 Juli lalu.

Kebijakan 'Pintu Terbuka' Merkel

Seorang remaja yang diidentifikasi sebagai pencari suaka asal Afghanistan ditembak mati setelah melukai lima orang dengan kapak di dalam kereta dengan rute Treuchlingen - Wuerzburg. ISIS telah merilis video yang menyatakan bertanggung jawab atas peristiwa itu.

Serangan kedua terjadi pada 22 Juli lalu. Seorang remaja keturunan Iran 'mengamuk' dan memuntahkan timah panas di pusat perbelanjaan Olympia-Einkaufszentrum (OEZ), Distrik Moosach di Ibu Kota Bavaria, Munich. Sebanyak sembilan orang yang rata-rata merupakan migran tewas.

Tak lama setelah melancarkan aksinya, sang pelaku yang diidentifikasi sebagai David Ali Sonboly menembak dirinya sendiri. Pemuda berusia 18 tahun itu disebut-sebut terobsesi dengan penembakan massal dan peristiwa itu tidak terkait dengan ISIS.

Seorang pencari suaka asal Suriah ditangkap di Kota Reutlingen, Baden-Wuerttemberg pada 24 Juli lalu setelah ia diduga membunuh seorang wanita Polandia dengan parang. Ia juga dituduh melukai dua orang lainnya, namun dalam penyidikan serangan ini dilaporkan murni merupakan kejahatan dan tidak terkait dengan ISIS.

Dan serangan lainnya juga terjadi pada 24 Juli yang lalu di mana pelakunya adalah seorang pencari suaka asal Suriah. Ia meledakkan diri di sebuah festival musik yang tengah berlangsung di kota kecil di Bavarian, Ansbach.

 Sejumlah polisi berlindung di tempat parkir pusat perbelanjaan Olympia saat memburu pelaku penembakan di Munich, Jerman (22/7). Aksi teror tersebut membuat panik para pengunjung pusat perbelanjaan tersebut. (dedinac/Marc Mueller/REUTERS)

Pelaku tewas dan setidaknya 15 orang terluka dalam bom bunuh diri itu. Belakangan diketahui, suaka sang bomber ternyata telah ditolak pada 2015 lalu.

Menteri Dalam Negeri Bavaria, Joachim Herrmann memberikan keterangan rinci terkait bomber yang diidentifikasi sebagai Mohammad D. Menurut Herrmann, pria itu memiliki bahan yang cukup untuk merakit bom kedua.

Tak hanya itu, ia juga mempertanyakan bagaimana sang pelaku bisa merakit bom sementara ia hidup menumpang di penampungan yang didanai khusus oleh pemerintah bagi para pencari suaka. Herrmann juga menyerukan agar batas waktu pendeportasian para pencari suaka yang ditolak dapat dipersingkat.

Jerman saat ini menjadi tujuan utama para pencari suaka asal Suriah untuk masuk ke negara-negara Uni Eropa, membuat negara itu kebanjiran kurang lebih 1 juta pengungsi. Sebagian besar dari mereka tiba secara berkelompok di Yunani melalui Turki.

Krisis pengungsi ini tak lepas dari peran Kanselir Angela Merkel yang melakukan manuver politik dengan menerapkan kebijakan 'pintu terbuka' bagi pengungsi Suriah dan Eritrea, belakangan ini menjadikan popularitasnya di dalam negeri merosot. Dalam sebuah jajak pendapat eksklusif, mayoritas rakyat Jerman bahkan menolak untuk memilih kembali Merkel pada 2017 mendatang.

Maraknya serangan di Jerman juga telah memunculkan desakan kontrol ketat atas penjualan senjata api. Meski menurut Library of Congress Amerika Serikat, Jerman telah memiliki pengawasan senjata api paling ketat di dunia.

Dalam serangan terbaru, seorang pasien menembak mati dokter di sebuah klinik universitas di Berlin. Pelaku dilaporkan bunuh diri setelah menjalankan aksinya.

Identitas pelaku belum diidentifikasi, sementara Kepolisian Jerman terus meningkatkan kewaspadaan dan menegaskan peristiwa ini tidak terkait dengan kelompok militan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini