Sukses

Panama Selidiki Invasi Amerika Serikat pada 1989

Diduga hampir 1.000 orang tewas dalam invasi AS ke Panama pada 1989.

Liputan6.com, Panama City - Pemerintah Panama melakukan investigasi terhadap invasi Amerika Serikat (AS) yang terjadi pada 1989 atau dikenal dengan nama Operation Just Cause. Peristiwa itu menyebabkan Jenderal Manuel Noriega tersingkir dari kursi presiden.

Sebuah komisi akan menyelidiki berapa banyak jumlah korban tewas dalam invasi tersebut dan mengidentifikasi mereka. Selain itu juga akan dikaji apakah keluarga korban layak mendapat kompensasi.

"Panama tengah berusaha untuk menyembuhkan luka. Tidak akan ada rekonsiliasi jika kebenaran tidak terungkap," ujar Wakil Presiden merangkap Menteri Luar Negeri, Isabel de Saint Malo seperti dilansir BBC, Kamis (21/7/2016).

Data sebelumnya menunjukkan, 514 orang tewas termasuk di antaranya pasukan Panama dan warga sipil. Sementara korban tewas dari pihak AS 23 orang. Namun sejumlah kelompok lokal mengatakan, jumlah korban yang meninggal dunia mencapai 1.000 orang.

Invasi AS ke Panama

Invasi Negeri Paman Sam ke Panama dilatarbelakangi oleh upaya negeri itu dalam memerangi peredaran narkotika. Pada 1976 ketika George H. W. Bush menjabat sebagai direktur CIA, Noriega direkrut sebagai agen organisasi intelijen itu demi menyukseskan misi perang terhadap obat-obatan terlarang.

Sebagai jasanya, ia mendapat bayaran sebesar US$ 110 ribu. Namun ternyata Noriega hanya berpura-pura menjalankan peran sebagai agen CIA.

Yang lebih mengejutkan lagi, ia justru adalah dalang utama di balik peredaran narkoba dari Panama ke Negeri Paman Sam. Hal ini diketahui pemerintah AS, di mana mereka memanfaatkan Noriega sebagai 'pengontrol' keluar masuknya barang haram tersebut.

Di sisi lain, AS juga memanfaatkan wilayah Panama sebagai pusat militer bagi gerilyawan Contra, Nikaragua. Tak hanya memberikan pelatihan militer dan persenjataan, namun AS juga mengucurkan dana senilai US$ 9 juta untuk mendukung kelompok ini menggulingkan pemerintahan Daniel Ortega.

Kiprah Noriega sebagai gembong narkotika pada 1985 semakin menjadi-jadi, tepatnya setelah AS membuka jalur Nikaragua. Ia justru menciptakan jalur peredaran narkoba Panama-Kolombia-Nikaragua dan tak hanya itu, ia pun menyewa pilot asal AS untuk mengemudikan pesawat-pesawat yang akan mengantarkan heroin.

Dari pesawat yang disewa oleh mafia narkoba Nikaragua, Noriega bahkan mendapat bayaran yang lebih besar dibanding yang diberikan CIA, yaitu US$ 100 ribu per pesawat. Seiring kampanye anti-narkotika yang dilancarkan di AS dan terganggunya kepentingan Negeri Paman Sam di Panama maka invasi pun digelar.

Lewat invasi yang digambarkan media sebagai peristiwa 'menangkap nyamuk dengan senapan mesin itu', Noriega berhasil diculik dan diekstradisi ke AS. Dan kesuksesan operasi itu pun didengungkan dengan slogan 'tertangkapnya gembong narkotika abad ini'.

Meski ditahan di penjara Miami, namun kekayaan sang jenderal terus menumpuk kekayaan hingga mencapai US$ 10-15 juta.

Setelah menjalani hukuman kurungan penjara di AS selama 17 tahun atas kasus penyelundupan obat-obatan terlarang, Noriega juga sempat diekstradisi ke Prancis atas tuduhan pencucian uang sebelum akhirnya dipulangkan kembali ke Panama.

Pasca-Noriega, Panama mendapat kucuran bantuan dana dari AS senilai US$ 420 juta di mana 25 persennya digunakan untuk menyehatkan bank-bank AS di negara itu sementara sisanya digunakan untuk pembenahan infrastruktur umum dan sejumlah hal lain.

Panama menggelar pemilu presiden setelah itu dan terpilihnya Guillerimo Endara, sosok yang merupakan binaan AS. Namun ternyara, Endara kurang lebih sama seperti Noriega di mana ia memiliki bisnis gelap kokain dan menjadi alat bagi kepentingan AS untuk menjalankan praktik pencucian uang dari bisnis narkotika di Panama.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.