Sukses

Satwa Liar Jadi 'Tumbal' Pagar Pembatas Pengungsi di Eropa

Para peneliti mengatakan, ribuan hewan migrasi terancam punah dan beresiko mengalami kepunahan lokal, akibat terjebak di dalam wilayah pagar

Liputan6.com, Jakarta Bertambahnya pemasangan pagar kawat di Eropa Tengah dan Timur dalam beberapa tahun terakhir, menjadi sebuah 'ancaman besar' untuk satwa liar yang berada di daerah tersebut.

Menurut laporan sebuah penelitian yang dikutip dari BBC, Kamis (23/6/2016), sepanjang 30 ribu kilometer pagar kawat dan dinding dibangun, untuk memperkuat dan mempertegas batas wilayah negara-negara di Eropa. Beberapa pagar kawat besi tersebut bahkan didirikan untuk menanggapi krisis pengungsi di tahun 2015.

Para peneliti mengatakan, ribuan hewan migrasi terancam punah, seperti beruang dan rusa, dan beresiko mengalami kepunahan lokal, akibat terjebak di dalam wilayah pagar pengaman tersebut.

Sebuah penelitian yang mengikutsertakan peneliti dan ilmuwan dari 10 negara, serta ahli cagar alam dari Universitas Bangor, Inggris, menunjukkan kebanyakan dari pembentukan struktur 'sementara' itu, bisa menjadi permanen dan menunjukkan dampak jangka panjang.

Dampak jangka panjang akan menimbulkan rendahnya kelangsungan hidup satwa liar, karena menurunnya kemampuan mereka untuk menanggapi perubahan iklim.

Ahli cagar alam percaya, bersama dengan runtuhnya 'tirai baja' di beberapa negara pada tahun 1980-an dan 1990-an, memberikan kesempatan tidak hanya kepada manusia untuk melintasi perbatasan.

Seperti jatuhnya tembok Berlin, perluasan Uni Eropa dan penandatanganan sejumlah perjanjian hukum, memberikan perlindungan yang lebih besar untuk hewan liar yang berhasil melewati perbatasan.

Menurut penulis studi terbaru, para ahli biologi cagar alam lepas tangan ketika masalah pembangunan perbatasan baru disinggung.

"Krisis pengungsian yang sedang berlangsung di Eropa saat ini, membuat banyak negara diburu waktu untuk membangun pagar perbatasan untuk mengalihkan ataupun mengontrol orang masuk. Hal ini diduga diilhami oleh pembentukan pagar perbatasan di seluruh Eurasia, setelah insiden 9/11," kata Dr Matt Hayward dari Universitas Bangor, Inggris.

"Tentu saja, banyak pagar kawat yang dibangun dalam beberapa waktu ini, menanggapi pengungsi dari Suria," kata dia.

Studi itu menyatakan, sekitar 25 ribu dan 30 ribu kilometer pagar kawat dan dinding mengelilingi banyak negara di Eropa Timur dan Asia Tengah.

Para peneliti mengatakan, ribuan hewan migrasi terancam punah dan beresiko mengalami kepunahan lokal, akibat terjebak di dalam wilayah pagar (BBC)

Tirai baja tersebut menimbulkan dampak yang sangat berarti bagi spesies hewan liar.

Pada tahun 2015, pemerintah Slovenia memutuskan untuk mendirikan pagar kawat di sekitar perbatasan negara itu dengan Kroasia, untuk mencegah pengungsi memasuki daerah mereka.

"Pendirian pembatas ini menimbulkan dampak buruk bagi hewan. Seperti memisahkan beruang, lynx, dan serigala dari populasi inti mereka," kata penulis penelitian.

Di beberapa daerah di Eropa dan Asia, banyak rusa mati karena terjebak di pagar kawat.

"Hewan tersebut mencoba melintasi pembatas dan tersangkut," kata Matt.

"Hal tersebut juga mengakibatkan isolasi populasi. Jika pembuatan pagar ini efektif, di satu sisi, hewan tidak dapat bergerak ke wilayah lain dan populasi terpecah serta mengurangi resiko perbedaan genetik pada spesies. Hal tersebut juga mencegah resiko berkembangbiak," kata dia.

Namun, para peneliti tidak sepenuhnya percaya, bahwa pemasangan pagar tersebut menimbulkan dampak buruk bagi hewan liar.

Seperti penangkaran cagar alam yang termasuk dalam World Heritage Convention, yang sebenarnya malah memberikan keuntungan bagi spesies.

Salah satunya, Asiatic Wild Ass atau Khulan, terletak di perbatasan antara Mongol dan China.

Pagar perbatasan sepanjang 4,700 kilometer membentang, menghalangi hewan berkeliaran di Mongol dan menjadi sasaran empuk pemburu liar.

"Jika kamu lihat populasi singa di seluruh Afrika, cara terbaik untuk melestarikan mereka adalah dengan meletakkan binatang itu di balik pagar taman nasional berskala besar," kata Matt.

Walaupun begitu, studi tersebut berpendapat bahwa pemerintah harus memikirkan kembali kemungkinan untuk membuka 'tirai besi' tersebut, pada saat hewan bermigrasi.

Menurut penulis studi itu, pihak berwenang seharusnya juga melengkapi pagar perbatasan tersebut dengan pengawasan teknologi.

"Yang lebih penting, ahli biologi cagar alam mengeluarkan suara mereka saat pemerintah berencana membuat pembatas sementara itu menjadi permanen," kata Matt.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini