Sukses

Efek Samping Kosmetik Pemutih Kulit pada Mumi Berusia 3.500 Tahun

Pemutih kulit ternyata telah digunakan para perempuan sejak Era Mesir Kuno.

Liputan6.com, Madrid - Pemutih kulit ternyata telah digunakan para perempuan sejak era Mesir Kuno. Dan, mumi berusia 3.500 tahun ini menjadi peringatan soal efek samping kosmetik itu.

Mumi yang hanya terdiri atas kepala itu diduga berasal dari keluarga terpandang di masyarakat Mesir. Usianya sekitar 20-25 tahun ketika meninggal dunia.

Identitas perempuan tersebut tak diketahui, namun nodul atau benjolan mirip tumor di bawah dan di belakang lehernya -- mirip gejala kelainan yang disebut exogenous ochronosis.

"Dermatosis semacam itu disebabkan pemakaian kosmetik pemutih kulit secara berlebihan dan terus-menerus," kata Despina Moissidou kepada Discovery News, seperti dikutip dari Ancient Origin, Senin (13/6/2016).

Analisis kimia dari nodul memperkuat diagnosis tersebut.

Warna kulit diduga menjadi indikator status sosial di Mesir Kuno, demikian menurut Angel Gonazlez dari School of Legal Medicine, Madrid.

"Kulit yang putih mungkin menjadi simbol status sosial, mengindikasikan seseorang tidak harus melakukan kerja kasar di luar ruangan, seperti halnya kaki lotus dan kuku yang luar biasa panjang yang menjadi ukuran kecantikan pada masa China Kuno," kata dia.

Kepala mumi tersebut merupakan koleksi e Museo de Antropología Médica, Forense, Paleopatología y Criminalística di Madrid.

Awalnya, kepala tersebut dikira milik perempuan Guinea. Namun, analisis lebih lanjut pada 2007 yang dilakukan Moissidou dan para koleganya menguak, itu sejatinya mumi Mesir.

Pelacakan mumi kepala tersebut menuntun para ilmuwan ke Theban Necropolis, area arkeologi di tepian barat Sungai Nil.

Menurut para ahli, gaya mumifikasi menunjukkan bahwa perempuan tersebut berasal dari masa Dinasti ke-18 Kerajaan Baru (New Kingdom), antara pemerintahan Thutmose II dan III.

Itu adalah dinasti paling dikenal, dengan sejumlah firaunnya yang menonjol dalam sejarah seperti Tutankhamun, Akhenaten, Hatshepsut, dan Amenhotep III.

Mumi perempuan tersebut awalnya menjadi koleksi Cairo Museum pada Abad ke-20. Kolektor sekaligus bankir Spanyol, Ignacio Bauer membeli kepala mumi itu dan menjualnya pada Museo de Antropología Médica, Forense, Paleopatología y Criminalística di Madrid.

'Cantik Sampai Mati'

Para ahli melakukan sejumlah analisis dan eksaminasi terhadap mumi kepala perempuan tersebut, dengan cara mengambil sampel dari leher jasad yang telah diawetkan itu.

Analisis kimia dan medis menunjukkan, mendiang mengalami radang kulit kronis. Pemeriksaan dengan mikroskop elektron menunjukkan jenis patologi yang sama seperti dalam orang modern yang menderita hal serupa.

"Kita tahu orang Mesir kuno menganggap, penggunaan kosmetik adalah hal baik untuk tujuan estetika ataupun terkait hal magis dan religius. Kosmetik berpigmen digunakan setiap hari."

Despina Moissidou mengatakan, anggota keluarga kerajaan sering menggunakan kosmetik yang mengandung timah, yang menyebabkan penyakit kulit dan peradangan. 

Ia menambahkan, fakta bahwa mumi perempuan tersebut menggunakan kosmetik secara terus-menerus menimbulkan pertanyaan baru tentang identitasnya.

Moissidou menambahkan, penelitian lebih lanjut akan dilakukan untuk menguak identitas mumi tersebut.

Ilustrasi perempuan mesin mengenakan kosmetik (World of Cosmetology)

 

Temuan Moissidou dan para koleganya dari University of Madrid dan Athena dipresentasikan dalam ajang International Conference of Comparative Mummy Studies di Hildesheim, Jerman.

Sebelumnya, dalam artikel berjudul, 'Personal Hygiene and Cosmetics' di Reshafim.org mengungkapkan, orang Mesir kuno -- baik perempuan maupun pria, dari status sosial nemapun, gemar bersolek.

Mereka kerap menggunakan kosmetik pemutih kulit, riasan hitam, misalnya celak, yang terbuat dari karbon dan timbal sulfida (galena) atau mangan oksida (pyrolusite).

Mereka juga menggunakan riasan hijau yang terbuat dari perunggu dan mineral berbasis tembaga. Sebuah sikat digunakan untuk membubuhkan tanah oker merah ke pipi dan bibir.

Kosmetik pewarna hitam kohl diaplikasikan pada mata menggunakan alat khusus. Mereka yang berstatus tinggi atau bangsawan tak jarang memiliki pelukis wajah profesional yang bertanggung jawab mendandani mereka.

Untuk menghias kukunya, orang Mesir kuno kerap menggunakan henna, warna oranye atau kuning. Minyak dan salep dioleskan di kulit untuk melindungi lapisan terluar tubuh mereka dari udara panas.

"Bahkan setelah kematian, mereka harus merawat penampilan. Sebab, menurut kepercayaan saat itu, ketika menghadap para dewa pada hari penghakiman, seseorang diwajibkan memenuhi aturan pakaian dan dandanan," demikian seperti dikutip situs Reshafim.org.  "Agar para dewa tak salah menilai."

Kosmetik penghitam milik Ratu Tiye (1410–1372) (Public Domain)

 

Saking pentingnya, kosmetik termasuk barang-barang yang dimasukkan dalam kubur, untuk bekal para mendiang di 'dunia lain'.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.