Sukses

Senjata di Penembakan Orlando Favorit Para Penembak Massal?

Penembak Orlando menggunakan senapan jenis AR-15. Beberapa peristiwa penembakan AS lain juga diketahui pelakunya menggunakan jenis serupa.

Liputan6.com, Orlando - Sebanyak 50 orang tewas dan 53 lainnya terluka dalam penembakan di Orlando, Amerika Serikat (AS). Pelakunya, Omar Matten, disebut menggunakan senapan serbu jenis Armalite model 15 (AR-15) dalam peristiwa berdarah itu.

Senapan serbu AR-15 ternyata bukan kali pertama digunakan dalam peristiwa penembakan. Apakah menjadi yang terfavorit?

Mayoritas pelaku penembakan di AS dilaporkan menggunakan senjata yang sama. Pada enam bulan lalu di San Bernardino, California, 14 orang tewas dan 20 lainnya luka-luka setelah ditembaki dengan senapan jenis tersebut.

Pada tahun 2012, seorang pria di Aurora, Colorado, dilaporkan memuntahkan peluru dari senapan AR-15 ke pengunjung bioskop. Korban tewas pada saat itu mencapai 12 orang sementara 58 lainnya terluka. Demikian dilansir The Washington Post, Senin (13/6/2016).

Tragedi penembakan lainnya yang juga terjadi pada 2012 di Newton Conn, di mana seorang pria bersenjata melepas tembakan di sebuah sekolah dasar. Sebanyak 28 orang tewas dan dua lainnya luka-luka akibat serbuan menggunakan senapan jenis serupa.

Lantas, apa yang membuat para pelaku memilih menggunakan senapan AR-15 dalam menjalankan aksinya?

Alasan dipilihnya jenis senapan serbu AR-15 dalam sejumlah peristiwa penembakan massal diduga adalah gaya penggunaannya. Jenis yang satu ini mampu memuntahkan banyak amunisi dalam waktu relatif singkat dengan tingkat akurasi tinggi.

Hal itu membuat para pelaku penembakan lebih mudah dalam menjalankan aksinya. Sebab, mereka mampu melukai banyak orang dalam waktu singkat. 

AR-15 adalah senapan semi-otomatis, yang mirip dengan senapan otomatis M16 atau karabin M4 yang banyak dimiliki dan dipasarkan untuk sipil.

Sejak Juli 2015 lalu, menurut data yang dihimpun Mother Jones magazine, setidaknya terdapat delapan kasus penembakan massal di mana tujuh di antaranya menggunakan senapan serbu jenis AR-15. Namun jika dihitung sejak 10 tahun lalu, setidaknya telah terjadi 14 kali peristiwa penembakan massal di AS menggunakan senjata serupa.

Penggunaan senapan serbu sejak lama telah menjadi perdebatan tajam di Negeri Paman Sam. Kepemilikannya sempat dilarang pada 2004, tapi larangan itu berakhir dan Kongres lebih memilih untuk tidak memperbarui aturan itu.

Menurut aktivis pro-senjata, senapan dari jenis apa pun jarang digunakan untuk menjalankan aksi pembunuhan di AS. Karena itu, para pengamat berpendapat bahwa larangan terhadap kepemilikan senjata serbu memiliki dampak kecil terhadap tingkat pembunuhan di AS.

Al-Qaeda Manfaatkan Longgarnya Aturan Kepemilikan Senjata di AS

Di Negeri Paman Sam, kepemilikan senjata api dijamin oleh konstitusi. Aturan ini dinilai cukup longgar, hingga kelompok Al-Qaeda pun berusaha memanfaatkannya.

Pada 2011, kelompok ini menyerukan para pengikut mereka untuk membeli senjata dan melakukan penembakan.

"AS benar-benar dibanjiri dengan senjata api yang mudah didapat," ujar juru bicara Al-Qaeda kelahiran AS, Adam Gadahn, dalam sebuah video.

"Anda bisa pergi ke pameran senjata di convention center dan kembali dengan menenteng senapan serbu otomatis tanpa pemeriksaan latar belakang dan kemungkinan besar tanpa harus menunjukkan kartu identitas. Jadi apa yang Anda tunggu?" katanya.

Gadahn tidak sepenuhnya benar. Senapan serbu otomatis yang dapat memuntahkan peluru secara terus-menerus ketika pelatuk ditekan telah dilarang sejak 1986.

Di sisi lain, pernyataan Gadahn itu juga ada benarnya. Kebanyakan negara bagian tidak memeriksa latar belakang pembeli dan kartu identitas mereka.

Hukum federal memang memungkinkan "calon pelaku" penembakan untuk membeli senjata, seperti yang telah terjadi dalam banyak kasus sebelumnya.

Kemudahan pembelian senjata di AS secara tidak langsung telah merancang kasus pembunuhan banyak orang dalam waktu singkat. Ini merupakan fakta yang ditegaskan melalui data oleh Mother Jones magazine, bahwa dari 79 kasus penembakan massal sejak 1982, ada 63 pelaku diketahui melakukan pembelian senjata secara legal.

Sementara itu, hingga saat ini pelaku penembakan di klub malam Pulse, Orlando belum dinyatakan memiliki afiliasi dengan kelompok radikal tertentu.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.