Sukses

Peringatan Konten!!

Artikel ini tidak disarankan untuk Anda yang masih berusia di bawah

18 Tahun

Verifikasi UmurStop di Sini

Putusan Pengadilan AS Soal Seks Oral Saat Mabuk Jadi Kontroversi

Ada suatu celah hukum yang menyebabkan tersangka tidak dapat dikenakan dakwaan.

Liputan6.com, Tulsa - Sebuah pengadilan di negara Oklahoma mengemukakan suatu pendapat yang tidak biasa terkait dengan undang-undang tentang pemerkosaan. Lebih khusus lagi ketika berbicara tentang keadaan-keadaan saat kejadian yang secara hukum dapat disebut sebagai serangan seksual.

Pada November tahun lalu, seorang hakim dari wilayah Tulsa menolak menyidangkan kasus yang melibatkan dua pelajar SMA. Dasar keputusan penolakan adalah statuta negara bagian Oklahoma yang tidak mempidanakan pemaksaan atas orang yang tidak siuman untuk melakukan seks oral

Pada Maret lalu, kantor Jaksa Penuntut kabupaten Tulsa kemudian mengajukan banding atas putusan itu. Lagi-lagi, permohonan banding ini ditolak oleh pengadilan negara bagian Oklahoma.

Dikutip dari laman Vice pada Sabtu (30/4/2016), keputusan ini mengundang amarah di antara warga yang berpendapat bahwa hal itu malah menciptakan sistem yang menyalahkan korban. Apalagi karena adanya seperangkat kriteria baru, yaitu konsumsi alkohol, perilaku, riwayat seksual, dan pakaian pada saat kejadian, menafikan legitimasi seseorang yang mengaku diperkosa.

Dalam kasus ini, seorang remaja pria berusia 17 tahun berinisial RZM menawarkan mengantar pulang seorang remaja putri berusia 16 tahun. Keduanya baru saja minum-minum dan menghisap ganja bersama dengan beberapa teman lain di suatu taman di kota Tulsa, negara bagian Oklahoma.

Seorang remaja lelaki lain yang sempat menumpang sejenak ingat bahwa sang remaja putri beberapa kali tidak siuman.

RZM kemudian mengantar sang remaja putri ke rumah neneknya.

Pada saat itu, sang remaja putri sudah benar-benar teler sehingga dibawa ke rumah sakit. Di sana, uji darah mengungkapkan kadar alkohol dalam darahnya pada angka 0,34, yang termasuk dalam keracunan parah oleh alkohol.

Remaja putri itu dilaporkan siuman sewaktu seorang pegawai rumah sakit sedang melakukan pemeriksaan serangan seksual. Sejumlah uji yang dilaksanakan di rumah sakit menemukan adanya DNA milik RZM di mulut dan paha bagian belakang sang remaja putri.

RZM mengaku bahwa remaja putri itu setuju untuk melakukan oral seks, namun demikian korban sama sekali tidak ingat kejadian tersebut, bahkan tidak ingat telah masuk ke dalam mobil sang remaja pria. Jaksa penuntut kabupaten Tulsa mendakwanya dengan sodomi oral di bawah paksaan.

“Sodomi paksaan tidak bisa berlangsung ketika korbannya terlalu teler sehingga tidak sadar sama sekali pada saat tindakan seksual persenggamaan secara oral,” demikian dikatakan oleh pengadilan.

Dengan kata lain, jika seseorang sedang sangat mabuk dan ada orang yang memaksa untuk melakukan seks secara oral, maka orang itu tidak sedang melanggar hukum, demikian menurut tafsiran pengadilan.

Peraturan yang berlaku membuat daftar sejumlah keadaan yang dimengerti sebagai pemerkosaan. Tapi, kejadian spesifik ini tidak termasuk di dalam daftar tersebut.

Upaya naik banding

Pengadilan banding memutuskan secara bulat bahwa celah hukum tersebut menyebabkan tersangka tidak dapat dikenakan dakwaan.

Benjamin Fu, asisten jaksa penuntut kabupaten Tulsa yang mengajukan dakwaan dalam kasus yang sekaligus menjabat direktur penanganan korban-korban khusus, mengatakan kepada Oklahoma Watch bahwa tafsiran hukum oleh pengadilan adalah “tidak waras”, “berbahaya”, dan “merendahkan”.

“Saya bilang ke pengadilan bahwa argumen mereka kacau,” kata Fu. “Dan tanggapan mereka pada hakekatnya seperti ini, ‘Kami tidak akan menciptakan pidana kalau memang tidak ada.’”

Fu menambahkan bahwa pengadilan memiliki wewenang untuk menentukan apakah statuta yang ada mencakup keadaan teler dan pingsan.

Shannon McMurray, pengacara pembela bagi terdakwa, tidak bisa memberikan komentar. Ia sebelumnya menjelaskan situs web jurnalisme investigatif Oklahoma Watch berpendapat bahwa jaksa-jaksa penuntut melakukan kesalahan argumen karena berfokus pada sodomi dengan paksaan, bukannya pada kejahatan yang lebih ringan, yaitu sentuhan yang tidak diinginkan.

“Tidak ada bukti mutlak adanya paksaan atau apapun yang dilakukannya agar sang gadis memberikan seks oral kepada remaja putra itu. Hanya saja, sang remaja putri itu terlalu mabuk untuk setuju.”

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini