Sukses

Mereka yang Membantah Terlibat dalam Skandal Panama Papers

Sejumlah orang menyebut Panama Papers sebagai 'skandal abad ini'. Sejumlah nama besar disebut. Belum semua terungkap.

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah orang menyebut Panama Papers sebagai 'skandal abad ini' -- yang jelas bocoran 11,5 juta dokumen dari pusat data firma hukum Mossack Fonseca membuat aparat hukum dari berbagai negara mulai menginvestigasi kemungkinan adanya pelanggaran hukum di bidang finansial yang diduga dilakukan para miliarder.

Dokumen-dokumen tersebut merinci upaya menghindari pajak dan pencucian uang yang diduga dilakukan melalui sebuah firma hukum di Panama.

Ada beberapa nama besar yang disebut di dalamnya, teman-teman Presiden Rusia Vladimir Putin, keluarga Perdana Menteri Inggris, Islandia, dan Pakistan. Juga ada Presiden Ukraina, Petro Poroshenko.

Seperti dikutip dari Reuters, Senin (4/4/2016), meski Panama Papers menjelaskan secara detail pengaturan keuangan yang kompleks yang menguntungkan kaum elite, belum tentu skema tersebut ilegal.

Namun, pihak tokoh mulai mengeluarkan bantahan.

Kremlin mengatakan, 'tak ada hal konkret dan baru' yang diungkapkan dalam dokumen-dokumen tersebut. Sementara, juru bicara PM Inggris David Cameron -- yang ayahnya disebut-sebut punya kaitan dengan perusahaan offshore di negara-negara 'surga pajak' -- menyebut, itu adalah urusan pribadi mendiang. Ian Cameron tutup usia pada 2010 lalu.

Sementara, Perdana Menteri Islandia, Sigmundur Gunnlaugsson belum bisa dimintai keterangan atas dugaan keterkaitan sang istri dengan perusahaan offshore rahasia -- kabar yang membuat kaum oposisi menuntut pengunduran dirinya.

Dari Karachi, pihak Pakistan membantah dugaan keterlibatan Perdana Menteri Nawaz Sharif, yang putri dan putranya dikaitkan dengan perusahaan-perusahaan offshore.

Australia, Austria, Brasil, Prancis, dan Swedia termasuk negara-negara pertama yang menyatakan telah memulau investigasi atas tuduhan yang didasarkan atas lebih dari 11,5 dokumen yang bocor dari firma Mossack Fonseca. Sejumlah bank dan individu kini jadi sorotan.

Dokumen-dokumen rahasia tersebut dibocorkan kepada International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ) dan lebih dari 100 media dari seluruh dunia.

Sementara, pihak Mossack Fonseca membantah telah menodai reputasinya yang sebelumnya 'tanpa cela'.  

Firma hukum Mossack Fonseca yang bermarkas di Panama disebut-sebut dalam Panama Papers (Indian Express)Kepala firma tersebut, Ramon Fonseca menolak telah melakukan kesalahan. Ia justru menyebut, pihaknya adalah korban.

Fonseca, yang hingga Maret lalu adalah pejabat senior di Panama kepada Reuters mengatakan, firmanya membentuk 240 ribu perusahaan offshore.

Ia juga menegaskan, mayoritas dari perusahaan tersebut digunakan untuk kepentingan yang legal.

"Menurut saya, bocoran ini mungkin menjadi pukulan terbesar bagi perusahaan-perusahaan offshore karena luasnya cakupan dokumen tersebut," kata Direktur ICJC, Gerard Ryle.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Uang Bedil dan Narkoba?

Uang Bedil dan Narkoba?

Dokumen-dokumen tersebut merekam perjalanan Mossack Fonseca selama periode hampir 40 tahun, dari 1977 hingga Desember 2015 lalu.

Isinya memunculkan dugaan sejumlah perusahaan di kawasan 'surga pajak' digunakan untuk pencucian uang, penjualan senjata dan narkoba, juga penggelapan pajak.

Media Inggris Guardian mengabarkan, dokumen menunjukkan jaringan rahasia perusahaan offshore dan pinjaman senilai US$ 2 miliar yang terkait kawan dekat Putin, termasuk pemain cello kelas dunia Sergei Roldugin.

Namun, juru bicara Putin membantah mentah-mentah laporan tersebut, balas menuding bahwa informasi tersebut bertujuan mendiskreditkan sang presiden jelang pemilu.

(Foto: CNN)


"Putinophobia (fobia Putin) di luar negeri sudah kelewatan, seakan-akan tabu untuk menyebut hal baik tentang Rusia, tentang apa yang telah dilakukan Rusia, atau prestasi Rusia. Seperti sebuah keharusan untuk mengatakan hal buruk," kata dia.

Secara terpisah, Pemerintah Inggris meminta kopian dokumen-dokumen yang bocor, yang berpotensi mempermalukan PM Cameron yang terang-terangan menentang penghindaran atau pengabaian pajak.

Mendiang ayahnya, Ian Cameron disebut-sebut dalam dokumen tersebut, termasuk sejumlah anggota Partai Konservatif di parlemen, mantan politisi Konservatif, dan donor.

Jennie Granger, direktur jenderal penegakan dan kepatuhan di HM Revenue and Customs atau Kantor Pajak dan Cukai mengatakan, pemerintah memiliki sejumlah informasi dari sumber yang luas.

"Kami akan menelaah data-data secara teliti dan akan bertindak  cepat dan sesuai," kata dia.

Kantor Pajak Australia atau Tax Office menyatakan, saat ini pihaknya sedang menginvestigasi lebih dari 800 klien Mossack Fonseca dan mengaitkan lebih dari 120 di antaranya ke sejumlah asosiasi layanan offshore yang berlokasi di Hong Kong.

Dokumen yang bocor juga menunjukkan penggunaan perusahaan offshore oleh keluarga PM Pakistan Nawaz Sharif, termasuk putrinya Mariam dan putranya Hussain.

Menteri Informasi Pakistan, Pervez Rasheed menyatakan, tak ada yang salah soal itu.

"Setiap orang punya hak melakukan apa yang mereka inginkan terhadap asetnya, apakah membuangnya ke laut, atau membangun sebuah badan (perusahaan). Hal itu tak melanggar hukum di Pakistan atau hukum internasional," kata dia.

Firma hukum yang berbasis di Panama, Mossack Fonseca merilis beberapa negara yang menjadi tujuan para orang kaya dunia menyembunyikan uang.


Sementara, Juan Pedro Damiani, orang terkaya sekaligus ketua organisasi sepak bola di Uruguay membantah keterlibatannya dengan Eugenio Figueredo -- seperti yang diungkap dalam dokumen.

Damiani mengatakan, ia putus hubungan dengan Figueredo setelah rekannya itu menghadapi tuduhan korupsi yang berujung pada penahanannya tahun lalu.

Tak hanya individu, sejumlah bank juga menjadi target penyelidikan terkait Panama Papers.

Austria menyelidiki Raiffeisen Bank International (RBIV.VI) dan Hypo Landesbank Vorarlberg atas dugaan pencucian uang.

Sementara, Pemerintah Norwegia menuntut penjelasan dari Bank DNB atas kebijakan mereka membantu klien mendirikan perusahaan offshore di Seychelles.

"DNB mengatakan, hal tersebut seharusnya tidak terjadi dan bahwa bank seharusnya tidak terlibat," kata Menteri Perdagangan dan Industri Monica Maeland.

DNB mengaku menyesali keputusan mereka membantu 40 pelanggan mendirikan perusahaan antara 2006 dan 2010. Namun, bank itu menyebut telah menghentikan praktik itu.

Di Ukraina, muncul desakan agar parlemen menyelidiki dugaan President Petro Poroshenko memindahkan bisnis gula-gulanya ke British Virgin Islands pada Agustus 2014 saat pertempuran antara pasukan Ukraina dan pemberontak pro-Rusia memuncak.

"Bagaimana bisa membuka offshore  pada saat ratusan tentara kita sedang sekarat," kata pemimpin Partai Radikal yang populis, Oleh Lyashko, yang yakin penyelidikan akan mengarah pada pemakzulan Poroshenko.

Sementara, seorang pejabat senior dari kantor Jaksa Agung mengatakan tidak ada bukti presiden telah melakukan kejahatan, seperti yang terkuak dalam Panama Papers.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.