Sukses

Vaksin Flu Babi Buat Bocah Ini Tidur 5 Menit Sekali

Dampak buruk vaksinasi dialami seorang anak lelaki bernama Josh Hadfield.

Liputan6.com, Frome - Melakukan vaksinasi memiliki tujuan baik agar penggunanya terhindar dari penyakit akibat virus tertentu. Namun demikian, Anda tetap harus waspada karena ada sejumlah efek samping yang berbeda-beda pada setiap orang.

Dikutip dari Daily MailSabtu (27/2/2016), dampak buruk vaksinasi dialami seorang anak lelaki bernama Josh Hadfield. Di usianya yang masih 5 tahun, ia menerima vaksin flu babi Pandemrix (H1N1) keluaran GlaxoSmithKline.

Vaksin itu diduga menjadi penyebab kenaikan kasus seperti Josh sebanyak 14 kali lipat.

Kisah itu bermula 3 minggu setelah Josh vaksinasi melawan wabah H1N1 tersebut pada 21 Januari 2010. Caroline Hadfield (45), ibu Josh sudah diberitahu bahwa putranya akan mengalami efek samping akibat penyuntikan tersebut. Namun demi kesehatan, ia pun rela melakukannya.

Setelah 3 pekan itu, Josh menderita narkolepsi. Putranya kerap tertidur setiap 5 menit, bahkan ketika berjalan, berenang, ataupun melakukan kegiatan lain. Buah hatinya itu juga menderita katapleksi (cataplexy), berdampak kepada pengendalian otot-otot yang membuat seseorang menjadi lunglai.

Ibunya berjuang habis-habisan untuk memohon bantuan dari pemerintah. Usahanya tak sia-sia, ia memperoleh dukungan dana sebesar 120.000 pound sterling (lebih dari Rp 2,2 miliar) melalui bantuan Vaccine Damage Payments Scheme.

Namun demikian, seperti terlihat dalam video unggahan sang ibu, keadaan Josh memang sangat mengkhawatirkan. Untuk mengatasinya, Josh yang kini berusia 10 tahun, sekarang harus terus meminum obat.

Menurut ibunya, "Serangan seperti ini sudah agak lazim. Ia menjaga emosinya dan tidak mau tertawa. Ia mengalami dua kali serangan pagi ini dan akan ada 4 atau 5 kali serangan lagi malam ini."

Emosi Memicu Reaksi

Mengapa tidak boleh tertawa? Sang ibu menjelaskan, "Hal ini terjadi setiap kali dia tertawa, gembira, atau menunjukkan emosi apapun. Usianya 10 tahun, tentu saja dia ingin bebas berekspresi, tapi dia harus meredamnya."

Bagi wanita yang bekerja sebagao pegawai negeri sipil (PNS) tersebut, kehidupan sekarang berfokus kepada Josh.

"Kalau saya harus ke luar rumah hari ini, saya harus merencanakan kapan dia tidur. Ada beberapa kali kejadian di mana saya terlambat karena ia ketiduran."

"Kalau kami berencana ke restoran, kami harus berangkat 45 menit sebelumnya supaya ia bisa tidur dalam mobil."

Anaknya juga harus terus diawasi dan tidak bisa merasakan aktivitas sederhana dalam hidup.

"Dia tidak bisa mandi sendiri, karena air hangat dapat membuatnya ketiduran. Dia tidak bisa berenang tanpa pengawasan orangtua karena ketika sangat gembira bisa terjadi serangan yang membuatnya tidur."

Dan hal itu berdampak kepada semangat putranya.

"Saya melakukan apapun sebisa saya guna memastikan ia baik-baik saja, tapi ia bukan seorang anak yang tidak normal dan gembira."

Vaksin bermasalah?

Pandemrix dipakai secara meluas di Inggris saat pandemi flu babi tahun 2009-2010, dan diberikan kepada sekitar 1 juta anak di sana. Namun demikian, setelah sejumlah uji coba di Uni Eropa, vaksin itu tidak dipakai lagi akibat narkolepsi muncul pada warga belia di Finlandia, Swedia, dan Irlandia.

Pada Juli 2011, otoritas Obat-obatan Eropa mengeluarkan larangan pemberian vaksin  flu babi kepada orang yang berusia di bawah 20 tahun.

Badan Perlindungan Kesehatan di Inggris mengadakan penelitian pada anak-anak di Inggris dan menemukan adanya risiko gangguan pada 1 orang untuk setiap 52.000 orang penerima vaksin.

Para spesialis kemudian memeriksa 75 anak berusia antara 4 dan 18 tahun yang menderita narkolepsi setelah mendapatkan vaksin. Mereka lalu menemukan 10 kali peningkatan risiko kondisi demikian dalam waktu 6 bulan setelah suntikan.

Temuan-temuan itu menyebabkan pihak pengawas itu menduga adanya "hubungan sebab-akibat yang senada dengan laporan dari Finlandia dan Swedia.”

Jurubicara perusahaan GlaxoSmithKline mengatakan, “Kami bertekad melakukan penelitian tambahan tentang potensi Pandemrix dalam kemunculan narkolepsi.”

"Kami juga mendukung usaha yang sedang berlangsung oleh para pakar dan organisasi yang menyidik laporan kasus-kasus keadaan yang dimaksud."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini