Sukses

AS Siapkan Sanksi Baru ke Iran

AS melihat apa yang terjadi di Teheran memperlihatkan Iran sudah melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB.

Liputan6.com, Washington - Kondisi Timur Tengah berubah mencekam. Pertikaian dua negara besar Iran dan Arab Saudi lah pangkal permasalahannya.

Demi mencegah hal lebih buruk lagi terjadi sejumlah negara di dunia menyerukan agar Iran dan Arab Saudi untuk sama-sama menahan diri. Salah satu negara yang mengeluarkan imbauan tersebut adalah Amerika Serikat.

Walau begitu, AS dalam pernyataan resminya mengutuk serangan terhadap Kedutaan Besar Arab Saudi di Teheran. Kutukan atas aksi di Teheran, bahkan dikeluarkan AS lebih keras dibanding kecaman mereka terkait eksekusi mati seorang ulama syiah, Syaikh Nimr al-Nimr.

Negara yang punya pengaruh begitu besar di Dunia Barat ini tak hanya mengutuk kejadian. Mereka menyatakan siap menjatuhkan sanksi baru ke Iran.

Dijelaskan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri AS, John Kirby sanksi baru dijatuhkan bukan tanpa alasan. AS melihat apa yang terjadi di Teheran memperlihatkan, Iran sudah melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB.

"Sanksi (baru terhadap Iran) masih dalam pertimbangan," ujar Kirby seperti dikutip dari The Hindu, Selasa (5/1/2015).

"Masih ada beberapa isu teknik yang harus kami kerjakan saat ini (sebelum menjatuhkan sanksi baru)," sambung Kirby.

PBB Kirim Utusan Khusus ke Iran dan Saudi

Tidak hanya, AS, konflik Iran dan Arab Saudi juga menyita perhatian khusus dari Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-Moon pun segera merespons konflik tersebut.

Pria asal Korea Selatan itu berencana mengirimkan Utusan Khususnya untuk mengunjungi Teheran dan Riyadh. Orang yang dipilih Ban adalah Staffan da Mistura yang menjabat Utusan Khusus PBB di Suriah.

Staffan akan ditugaskan mengunjungi Riyadh terlebih dahulu baru Teheran. Di dua kota ini, Staffan akan berunding dengan pejabat penting Iran dan Saudi demi memastikan konsekuensi berbahaya yang timbul di kawasan Timur Tengah akibat perselisihan ini.

"Krisis hubungan Saudi-Iran memang menunjukkan perkembangan yang mengkhawatirkan," ucap Juru Bicara PBB Steplane DuJarrick.

Arab Saudi memutuskan hubungan bilateral dengan Iran pada Minggu, 3 Januari 2015. Pengumuman tersebut disampaikan Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel al-Jubeir.

Jubeir juga menyampaikan Kerajaan Arab Saudi memberi waktu 48 jam bagi para diplomat dan entitas terkait untuk keluar dari wilayah mereka. Ia menegaskan, Riyadh tidak menoleransi Iran yang dianggap membahayakan keamanan kerajaan.

"Pihak kerajaan, dengan mempertimbangkan realita yang ada, mengumumkan pemutusan hubungan diplomatik dengan Iran dan meminta para perwakilan misi diplomatik beserta konsulat dan staf terkait untuk pergi dalam jangka waktu 48 jam. Duta besar telah dipanggil untuk diperingatkan tentang hal ini," kata Jubeir

Setelah Arab Saudi memutuskan hubungan diplomatik dengan Iran, negara-negara koalisinya mengikuti langkah tersebut. Adapun negara-negara tersebut adalah Bahrain, Sudan, dan Uni Emirat Arab (UEA).

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.