Sukses

10 Bukti 'Jam Kiamat' Berdetak di Usia Bumi yang 4,5 Miliar Tahun

Aksi nyata dibutuhkan untuk menyelamatkan planet kita dari perubahan iklim. Jika Bumi rusak dan hancur, lantas manusia pindah ke mana?

Liputan6.com, Jakarta - Hampir semua ilmuwan sepakat, laju perubahan iklim global yang ekstrem akhir-akhir ini adalah akibat ulah manusia yang tak pernah mengenal kata puas.

Baru-baru ini, pemimpin dunia berkumpul di Paris, Prancis untuk membahas soal perubahan iklim. Banyak negara ramai-ramai mengalokasikan dana untuk tujuan yang sama. 

Misalnya, akhir September lalu, pemerintah Inggris berjanji mengucurkan dana sebesar 5,8 miliar poundsterling atau sekitar Rp 169 triliun rupiah untuk menangkal persoalan perubahan iklim ini, seperti dikutip dari Independent.

Namun semua itu tak cukup untuk menghentikan kerusakan di satu-satunya planet -- di alam semesta -- yang jadi rumah bagi manusia. Yang dibutuhkan dunia kita adalah aksi nyata.

Sebab, jika Bumi rusak dan hancur, lantas manusia pindah ke mana?

Disadari atau tidak, dampak perubahan iklim sudah terasa lewat suhu yang kian menghangat secara perlahan. Pun dengan pola iklim yang bergeser dan kian tak pasti -- hujan di musim kemarau, dan musim penghujan yang kering kerontang. Salju bahkan turun di gurun, gelombang panas pun 'memanggang' Bumi.

Gletser yang mencair, kenaikan permukaan air laut, suhu air laut yang meningkat, serta peristiwa-peristiwa cuaca ekstrem seperti angin topan, kekeringan, kebakaran hutan dan banjir adalah sebagian contoh dampaknya.

Ancaman pola kehidupan manusia yang tak lagi ajeg, krisis kemanusiaan, kultur yang tercerabut, jutaan spesies yang terancam punah terpampang di depan mata. Sejumlah ilmuwan yakin, jika upaya penyelamatan Bumi tak segera dilakukan,  jam menuju 'kiamat' terus berdetak. Makin cepat dan cepat...

Berikut bukti perubahan iklim telah mengubah Bumi, yang mungkin tak kita sadari, sudah berusia sepuh, 4,54 miliar tahun:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Pegunungan Rocky Hingga Greet Barrier Reef

Taman Nasional Pegunungan Rocky

Dahulu: Pohon pinus tumbuh subur di area seluas jutaan hektar di barat daya Amerika Serikat dan barat Kanada tersebut.

Sekarang: Deretan pohon pinus yang sudah mati akibat serangan kumbang pinus pegunungan. Dulu populasi serangga tersebut jumlahnya terbatas akibat temperatur yang dingin membeku.

Sekarang, suhu musim dingin yang lebih hangat membuat kumbang mampu bertahan hidup dan berkembang biak, sehingga berakibat kehancuran bagi hutan pinus tersebut.

Great Barrier Reef

(Kiri) Great Barrier Reef dahulu, (kanan)  Great Barrier Reef sekarang. (Queensland Tourism/Reuters)

Dahulu: Kumpulan terumbu karang di Australia ini dianggap sebagai salah satu wilayah dengan keragaman biologis terbesar di dunia yang meliputi wilayah seluas 350 ribu kilometer persegi. Pengasaman air laut serta peningkatan temperatur akibat perubahan iklim menjadi ancaman terbesar terumbu karang ini.

Sekarang: Suhu air yang lebih hangat memicu pemutihan karang (coral bleaching), fenomena saat karang berubah warna menjadi putih dan menjadi rentan mati. Karang sangat vital dalam mendukung kehidupan bawah laut.

Sungai Danube

(Kiri) Sungai Danube dahulu, (Kanan) Sungai Danube sekarang. (AFP/Darko Vojinovic)

Dahulu: Sungai terpanjang kedua di Eropa ini mengalir dari hulu di Jerman ke arah timur menuju Laut Hitam di Rumania. Cekungan Sungai Danube ini penting dalam menunjang sektor industri, tranportasi, pertanian dan perikanan.

Sekarang: Antara tahun 2011 dan 2012, kekeringan panjang berakibat pada level air terendah dalam catatan di sepanjang Danube, yang melumpuhkan sebagian jalur transportasi air yang biasanya padat tersebut.

3 dari 5 halaman

Pegunungan Alpen Hingga Danau Chad Afrika

Pegunungan Alpen

Dahulu: Matterhorn, salah satu puncak tertinggi Eropa di Alpen, yang berlokasi di antara Italia dan Swis, diselimuti salju dan es seperti yang terlihat pada gambar yang diambil tanggal 16 Agustus 1960 tersebut.

Sekarang: Puncak Swiss, yang diabadikan tanggal 18 Agustus 2005, mengikis sebagai akibat mencairnya air gletser dari puncaknya. Air mengalir ke celah-celah dan selanjutnya membentuk rekahan yang lebih besar lagi setelah beberapa kali siklus pembekuan dan pencairan.

Gletser Muir di Alaska

(Kiri) Gletser Muir dahulu, (Kanan) Gletser Muit sekarang. (USGS)

Dahulu: Pada foto gletser yang diambil pada akhir abad ke-19 ini, terlihat banyak sekali gunung es di latar belakang.

Sekarang: Pada 2005, Gletser Muir sudah mundur menjauh lebih dari 49 kilometer. Walau foto ini diambil di lokasi yang sama dengan foto di sebelahnya, gletsernya tak terlihat lagi. Ada vegetasi yang berlimpah terlihat di sebelah barat, dan pantai di sebelah depan tertutupi oleh kerikil yang berasal dari sedimen yang diendapkan oleh Gletser Muir serta lelehan gunung es di tanah.

Danau Chad

(Kiri) Danau Chad dahulu, (Kanan) Danau Chad sekarang. (AFP/Christophe Ena)

Dahulu: Danau Chad di Afrika ini dulunya adalah danau terbesar keenam di dunia, seperti ditunjukkan pada gambar yang diambil tahun 1930 ini. Danau ini menjadi sumber air bagi setidaknya 20 juta orang di Nigeria, Chad, Kamerun, dan Niger.

Sekarang: Danau Chad telah kehilangan 80% luas permukaannya sejak tahun 60-an sebagai akibat dari irigasi, pembendungan sungai dan pemanasan global.

4 dari 5 halaman

Terumbu Karang Dibba

Kepulauan San Blas

Dahulu: Kepulauan di Panama ini adalah tempat tinggal orang-orang Guna yang hidup secara tradisional di rumah beratapkan jerami.

Sekarang: Selama beberapa hari setiap musim hujan, pulau di Karibia ini terendam air sebagai akibat meningkatnya permukaan air laut akibat pemanasan global.

Terumbu Karang di Dibba

Koral di Dibba, Uni Emirat Arab. (Reuters)

Dahulu: Terumbu karang yang berlokasi di pantai barat sebelah utara Uni Emirat Arab ini terlihat sehat dan dikerumuni ikan, seperti terlihat pada foto yang diambil tahun 2004 tersebut.

Sekarang: Terumbu karang ini musnah tahun 2008 akibat serangan alga yang umum dikenal sebagai red tide, yang penyebabnya kemungkinan berhubungan dengan meningkatnya temperatur air laut dan jumlah gas rumah kaca. Red tide ini membunuh kehidupan bawah laut karena menyebabkan berkurangnya kadar oksiden dalam air.

5 dari 5 halaman

Pelabuhan Whitby

Pelabuhan Whitby

Dahulu: Whitby, yang berlokasi di utara Inggris, dulunya adalah kota nelayan yang dipenuhi dengan kapal, pedagang ikan dan wisatawan.

Sekarang: Pelabuhan ini sekarang sepi, dipenuhi onggokan tong dan jaring kosong serta perahu nelayan usang. Pemanasan global membuat ikan-ikan dari wilayah ini hijrah ke utara. Hanya sekitar 200 nelayan tersisa di Whitby sekarang.

Tingkat Konsentrasi Karbon Dioksida

Data pemanasan global. (NASA)

Tahun 2003: Citra inframerah dari bulan Juli tahun 2003 menunjukkan konsentrasi karbon dioksida di atmosfer bumi. Warna merah pada foto menunjukkan wilayah dengan konsentrasi karbondioksida mencapai paling sedikit 380 ppm (bagian per sejuta).

Tahun 2007: Gambar yang sama namun diambil tiga tahun kemudian menujukkan kalau konsentrasi karbondioksida di atmosfer telah meningkat. Skala pewarnaan yang digunakan pun disesuaikan -- sedikit diperbesar dari foto tahun 2003.

Jika tidak, peta konsentrasi karbondioksida di tahun 2007 ini akan dipenuhi oleh warna kemerahan, dan struktur persebaran karbondioksidanya akan tak terlihat jelas.

Jadi, apa alasan kita untuk menunda penyelamatan Bumi?

 

Simak juga berita tentang aksi heroik penyelamatan pengemudi truk yang pingsan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.