Sukses

3 Horor di Jantung 'Ibukota' ISIS

Jasad bergelimpangan, bocah-bocah panggul senapan. Pilih kelaparan atau gabung ISIS?

Liputan6.com, Raqqa - Suleiman mengunci pintu depan rumahnya untuk terakhir kali. Lalu ia menyelipkan kunci itu di sakunya, kendati ia tahu tak ada gunanya karena ia tak bakal memerlukannya lagi.

Ia memandang rumahnya sekali lagi. Rumah yang ia bangun dari hasil keringatnya bertahun-tahun. Suara deru generator di udara. Bintang-bintang gemerlap di langit menyinari langkah mereka menuju kebebasan keluar dari Raqqa, Suriah-- kota yang dianggap ibukota ISIS.

Seorang penyelundup manusia setuju mengantarkan keluarganya ke perbatasan Turki. 5 nyawa dihargai US$ 500--uang yang cukup banyak baginya yang hanya berpenghasilan US$ 150 per bulan.

 Baca Juga

Keluarga ituh harus mengendap-endap mengindari pos-pos penjaga ISIS. Ketiga anak Suleiman mulai rewel. Sang kepala keluarga itu membopong si kecil di lengannya. Menenangkannya.

Mereka harus tetap tak bersuara. Jika tertangkap, hukumannya luar biasa kejam. Tak seorangpun boleh meninggalkan kota itu.

Mantan guru itu kini telah aman di Turki bersama istri dan ketiga anaknya. Ia berkisah tentang horor di Raqqa.

Hari-harinya dipenuhi dengan kengerian. Jasad-jasad bergeletakan dan pesawat jet bolak-balik menjatuhkan bom.

Awalnya Suleiman tidak setuju dengan Presiden Bashar Al Assad. Namun, setelah bertahun-tahun di bahwa ketiak ISIS, ia dan istrinya sudah tak tahan lagi.

"Aku meninggalkan Raqqa karena anak-anakku," tuturnya.

Berikut penuturan  Suleiman tentang horor di Raqqa yang dirangkum oleh Liputan6.com seperti dilansir dari CNN, Selasa (8/12/2015).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Bocah 10 Tahun Panggul Senjata Laras Panjang

Ada paranoid di antara penduduk Raqqa. Tetangga saling curiga, takut mereka mata-mata ISIS. Anak-anak berusia paling muda 10 tahun patroli di jalan. Mereka sebelumnya dilatih di kamp-kamp ISIS.

"Kau bisa melihat bocah 10 tahun memanggung senjata AK 47. Sungguh tak nyata...,"

"Anak-anak itu bisa teriak memakimu dan kadang mereka menyetopmu. Kau tak bisa lakukan apa-apa karena mereka anggota ISIS," ujarnya lagi.

Kebanyakan mereka tinggal di kamp di luar Raqqa. Mereka telah dicuci otak dengan ideologi bruta ISIS. Mereka sangat terlatih untuk membunuh.

Menurut Suleiman, kebanyakan anak-anak itu berayah para anggota ISIS. Banyak dari mereka datang dari daerah kaukus Rusia, Chechnya.

ISIS mengubah Raqqa yang dahulu liberal dan makmur menjadi mimpi buruk. Kelompok itu telah menerapkan hukum Syariah menurut pemikiran mereka saja.

Kejam dan brutal. Kepala-kepala terpenggal di pusat taman. Jenazah bergelimpangan di sepanjang jalan.

"Anak-anakku takut tiap kali mereka melihat pasukan ISIS. Aku tak pernah membiarkan mereka keluar rumah. Istriku menjadi tahanan di rumahnya sendiri," tutur Suleiman.

Hidup di zona peperangan di mana jet-jet Rusia dan koalisi AS berseliweran menjatuhkan bom mulai memberi dampak kepada anak-anak. Ia melihat mereka bermain perang-perangan.

"Mereka mulai mengerti bedanya pesawat Rusia dan Amerika," ujar Suleiman.

Tak satupun dari mereka bersekolah. "Mereka pernah ke sekolah untuk selama seminggu. Lalu menolak untuk kembali. Tidak ada pendidikan. Anak usia 5 hingga 11 tahun duduk dalam satu kelas. Guru-guru tidak datang dan anak yang tua mengusili adik-adik kecilnya," kenangnya

3 dari 4 halaman

Pilih Lapar atau ISIS?

Kendati ISIS berkoar-koar bahwa negara Islam yang mereka gadang-gadang adalah surga, namun kenyataannya kehidupan sangat sulit bagi Suleiman dan keluarganya.

"Kalau mereka bilang surga, kami tak akan meninggalkannya. Hidup sangat sulit di situ," kata pria itu.

"Kamu bisa hitung jumlah dokter dengan 1 tangan saja. Namun, mereka hanya melayani tentara ISIS yang terluka."

"Tiap hari hampir ratusan orang berkumpul untuk dapatkan makanan gratis yang tak banyak. Kau berdiri antre makanan hanya untuk dipermalukan," tuturnya lagi.

Mau selamat dari kelaparan dan kebrutalan rezim itu? Gabung dengan ISIS.

"Mereka memberi segalanya cuma-cuma buat mereka yang bergabung dengan kelompok itu. Sisanya, kami yang menolak, tak dapat apa-apa. Tidak ada makanan, lisrik bahkan uang. Mereka terpaksa gabung ISIS karena kelaparan," beber Suleiman.

"Mereka sering iming-imingi stok makanan kepada kami, mengatakan 'kau bersama kami atau melawan kami," tambahnya.

4 dari 4 halaman

Bombardir Serangan Udara

Meningkatnya serangan udara yang mentargetkan produksi minyak ISIS juga membawa dampak. Harga-harga bensin naik dan gas makin mahal. Listrik nyala kurang dari 12 jam.

Koalisi AS mulai menyerang Suriah termasuk Raqqa pada September 2015. Lalu, diikuti Rusia, Prancis dan sekarang Inggris.

Serangan terbaru mentargetkan infastruktur yang dimiliki ISIS.

"Serangan udara itu berdampak kecil pada ISIS. Karena sasaran hanya area kosong atau ISIS telah mengevakuasi daerah itu sebelum serangan dimulai," terang Suleiman.

"ISIS juga memasang sirene di gedung-gedung tinggi yang dikuasai mereka agar bisa mendeteksi kedatangan drones dan pesawat. Mereka sangat takut dengan drone karena mereka akurat," ujarnya.

Kini Suleiman tengah berharap agar bisa ke Eropa. Kendati perjalanan juga tak kalah membahayakan. "Aku cuma ingin anakku punya lebih baik. Aku ingin mereka sadar, bahwa ada dunia tanpa perang," tutupnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini