Sukses

Kacamata Ini Bantu Tunanetra 'Melihat' Suara

Kacamata ini membantu pemakai tunanetra bisa merasakan bentuk benda secara visual, melalui suara.

Liputan6.com, Pasadena - Ketika kehilangan salah satu indera, banyak yang percaya, fungsi alat untuk merasakan sesuatu secara naluri pada tubuh lainnya akan meningkat. Inilah dasar dari penelitian desain kacamata yang  bisa membuat penggunanya bisa 'melihat' suara.

Para periset berharap kacamata ini bisa mempermudah tugas yang memerlukan waktu berjam-jam untuk diselesaikan, secara efektif membuat orang buta bisa 'melihat' melalui pendengaran.

Alat tersebut diberi nama vOICe. Sebuah komputer kecil yang disambungkan dengan kamera, terpasang pada kacamata hitam-- memberi pengguna bayangan apa yang berada di depannya. 

Prosesnya, algoritma komputer akan memindai setiap gambaran dari kamera dari kiri ke kanan, dan dari setiap kolom pixel. Kemudian bunyi akan dialihkan melalui frekuensi dan suara yang diasosiasikan dalam bentuk vertikal serta tingkat keterangan pixel, dilaporkan dari Daily Mail, Senin (9/11/2015). Jumlah besar pixel terang di atas kolom akan berubah menjadi bunyi keras dengan frekuensi tinggi, sedangkan pixel gelap di bagian bawah kolom akan menghasilkan suara pelan dan rendah.

Menerjemahkan visual ke bunyi. (foto: Caltech)

Setelah orang difabel yang menderita kebutaan mengenakan kacamata ini, mereka dapat mengasosiasikan bunyi tersebut dengan lingkungan mereka.

Studi ini digagas oleh Shinsuke Shimojo, profesor Experimental Psychology dan investigator utama Gertrude Baltimore, dan sarjana pasca doktoral Noelle Stiles, keduanya dari California Institute of Technology, Pasadena.

Profesor Shimojo mengungkapkan, "banyak buku teks neurosains yang hanya membahas interaksi multi-sensor (merasakan dengan lebih dari satu indera) hanya di beberapa halaman. Namun 99 persen dari kehidupan sehari-hari kita bergantung dengan multi-sensor-- juga disebut proses-multimodal.

"Sebagai contohnya, menurut profesor Shimojo, adalah ketika Anda bicara di telefon dengan orang yang Anda kenal baik, dan mereka menangis. Anda tidak hanya mendengar suaranya, namun juga membayangkan wajah mereka sedang menangis."

Aplikasi vOICe menerjemahkan pixel-pixel di gambar dalam bentuk frekuensi suara. (foto: Caltech)

Inilah contoh cara dimana kausalitas sensorik tidak bersifat satu arah, penglihatan bisa mempengaruhi suara, dan suara bisa mempengaruhi penglihatan.

Dalam percobaan, orang-orang dengan penglihatan normal tanpa pelatihan atau instruksi diminta memadukan gambar dan suara, sementara subjek yang buta diminta merasakan tekstur dan memadukannya dengan suara.

Hasilnya, kedua kelompok menunjukkan kemampuan intuitif dalam mengenali tekstur dan gambar dengan bunyi yang diasosiasikan. Kelompok yang tidak dilatih menunjukkan performa yang signifikan, dan tidak berbeda secara spesifik dari kelompok yang dilatih.

Profesor Shimojo menambahkan, bahwa riset ini juga mengantarkan pada pertanyaan penting dan mendasar: "apa itu melihat?"

"Ini pertanyaan yang sederhana, namun penjelasannya bisa menjadi rumit," ungkapnya. "Apakah melihat kegiatan yang terjadi ketika Anda membuka mata? Tidak, karena membuka mata saja tidak cukup jika retina rusak. Apakah ketika korteks visual diaktifkan? Namun riset kami menunjukkan bahwa korteks visual bisa diaktifkan dengan suara, mengindikasikan kita tidak membutuhkan mata untuk melihat. Ini penting sekali, kami mencoba memberi pengalaman visual bagi para tunanetra, dengan indera lainnya." (Ikr/Rcy)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.