Sukses

Ditemukan, Fosil Ular 'Aneh' Berkaki 4 Berusia 113 Juta Tahun

Tetrapodophis amplectus memiliki 4 kaki. Kemunculannya memicu debat panas tentang asal muasal ular: hewan darat atau evolusi makhluk laut?

Liputan6.com, London - Meski hanya lewat fosil atau tulang yang membatu, nenek moyang ular berusia 113 juta tahun menampakkan diri pada para ilmuwan.  

Uniknya, fosil hewan yang diekskavasi di Brasil itu memiliki 4 kaki. Sebelumnya, para peneliti memang pernah menemukan fosil ular yang memiliki kaki belakang, tapi jumlahnya hanya 2.

Makhluk yang baru ditemukan tersebut diduga adalah nenek moyang langsung dari ular modern. Mereka hidup di masa yang sama dengan para dinosaurus.

Para ilmuwan memperkirakan, dua lengan dan dua kaki yang dimiliki ular purba itu tidak digunakan untuk berjalan. Namun, dikerahkan untuk membantu menangkap mangsanya.

Fosil tersebut juga menunjukkan adaptasi para ular yang keluar dari liang -- bukan berenang -- yang menguatkan ide bahwa makhluk tersebut berevolusi di darat. Bukan air.

Debat panas telah lama berlangsung di kalangan ahli palaeontologi dan peneliti tentang gagasan bahwa ular berkembang secara evolutif dari reptil laut. Lainnya bersikukuh, ular adalah hewan darat sejati.

Ilustrasi Tetrapodophis amplectus, ular berkaki 4 (BBC)


"Itu adalah fosil paling primitif yang diketahui. Dan jelas, itu bukan hewan air," kata Dr Nick Longrich dari University of Bath, seperti dimuat BBC, Jumat (24/7/2015).

Kepada Science in Action di the BBC World Service, Dr Longrich menjelaskan, ekor makhluk tersebut tak berbentuk seperti dayung yang digunakan untuk berenang. Juga tak ada tanda-tanda keberadaan sirip. Badan panjang dan moncong pendek justru adalah ciri khas hewan penggali.

Saat Dr Longrich kali pertama melihat foto fosil sepanjang 19,5 cm itu, yang kini mendapatkan nama baru 'Tetrapodophis amplectus', ia mengaku sangat takjub.

Sang ilmuwan yang mengira akan melihat 'makhluk ambigu' -- perantara dari sejumlah spesies, justru menemukan fitur ular yang sempurna. Termasuk, gigi bengkok, rahang fleksibel dan tulang belakang. Bahkan kulitnya pun bersisik seperti ular.

Isi perut Tetrapodophis amplectus menunjukkan, ular itu memangsa hewan lain (BBC)


"Juga ditemukan isi perutnya yang juga sudah jadi fosil. Menunjukkan bahwa ia menelan hewan vertebrata lain. Memangsa binatang lain adalah tipikal ular," kata Dr Longrich.

Selanjutnya: Pelukan Maut...

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pelukan Maut

Pelukan Maut

Meski ukurannya hanya 4 mm dan 7 mm, lengan dan kaki Tetrapodophis amplectus bukan 'sisa' proses evolusi. Tidak sekedar menggantung tak berguna.

"Mereka diciptakan khusus, dengan jemari kurus dan panjang, dengan ujung mirip cakar kecil. Yang terlintas dalam benak kami, hewan ini mungkin berhenti menggunakan tangan dan lengan untuk berjalan dan kemudian menggunakannya untuk menangkap mangsa," kata Longrich. 

Cengkeraman yang relatif lemah itu mungkin juga digunakan saat kawin. Dan, dari itu juga ia mendapatkan namanya: Tetrapodophis amplectus.

Tetrapodophis adalah genus baru fosil itu, yang berarti ular berkaki empat. Sementara, amplectus adalah Bahasa Latin untuk 'merangkul'.

"Ia semacam merangkul memeluk mangsanya dengan lengan depan dan kaki belakang. Menjadi ular pemeluk," Dr Longrich. Pelukan maut bagi mangsanya.

Tetrapodophis amplectus hidup di masa yang sama dengan para dinosaurus (BBC)

Untuk memposisikan Tetrapodophis amplectus dalam sejarah alam, para peneliti membuat pohon keluarga, menggunakan informasi dari data fisik dan genetika ular modern, sesamanya yang purba, juga sejumlah reptil terkait.

Analisis tersebut memposisikan T. amplectus sebagai cabang -- cabang awal -- dari silsilah yang sama yang memunculkan ular modern.

Dr Bruno Simoes, yang mempelajari evolusi ular di History Museum London, Inggris mengaku kagum dengan temuan fosil yang terawetkan dengan baik.  "Memberikan gagasan pada kita tentang seperti apa penampakan nenek moyang ular," kata dia.

Dr Simoes menambahkan, ditambah sejumlah temuan terbaru lainnya, fosil itu memperkuat argumen bahwa ular berkembang di darat.

"Semua temuan terbaru menunjukkan bahwa nenek moyang dari semua ular adalah hewan darat ... yang hidup sebagian di bawah tanah." (Ein/Tnt)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.