Sukses

Pakistan Darurat Gelombang Panas, Ulama Tak Wajibkan Warga Puasa

Kamar mayat menerima ratusan korban gelombang panas Pakistan dan kapasitasnya sekarang sudah mencapai maksimal.

Liputan6.com, Karachi - Korban tewas akibat gelombang panas di Pakistan semakin bertambah, bahkan berasal dari luar Provinsi Sindh. Hingga Rabu 24 Juni 2013 waktu setempat, jumlahnya mencapai lebih dari 810 orang.

"Korban tewas akibat gelombang panas di provinsi Sindh Pakistan telah mencapai 810, kamar-kamar mayat mencapai kapasitas maksimalnya," kata petugas rumah sakit mengatakan seperti dikutip dari BBC, Kamis (25/6/2015).

Menurut BBC Urdu, korban tewas di Karachi tercatat 780 orang. Sementara 30 orang dilaporkan tewas di kawasan lain di provinsi tersebut.

Edhi Welfare Organisation, salah satu organisasi sosial setempat mengatakan kamar mayat menerima ratusan korban dan kapasitasnya sekarang sudah penuh.

Gelombang panas juga membuat pemerintah Provinsi Sindh meliburkan aktivitas warga. Hari Rabu 24 Juni ditetapkan sebagai hari libur, dengan harapan sebagian besar warga lebih memilih tinggal di rumah. Demi keselamatan mereka.

Jumlah korban yang terus berjatuhan dan suhu udara mencapai 45 derajat Celsius, membuat Perdana Menteri Pakistan, Nawaz Sharif, mengambil langkah darurat pada Selasa 23 Juni. Pemerintah juga mengerahkan anggota militer mendirikan berbagai pos kesehatan untuk membantu para korban.
 
Sementara itu, temperatur di Karachi kini sudah turun menjadi 34 derajat Celsius, berkat hembusan angin yang berasal dari laut. Namun hal itu tidak menyurutkan kemarahan warga kepada pemerintah, yang membatasi penggunaan kipas angin.

Lonjakan pemakaian pendingin ruangan dan kipas angin membuat aliran listrik tidak lancar dalam beberapa hari terakhir. "Listrik belum nyala sejak jam 7 pagi ini, dan bahkan pada malam hari sering putus. Kami terpaksa tidur di jalan. Rumah kami kecil...," ucap Warga Karachi, Muzzafar Khan.

Gelombang panas dan sering terputusnya aliran listrik di Provinsi Sindh memperburuk kondisi kesehatan masyarakat di sana. Apalagi pada siang hari mereka tak makan dan minum karena menjalankan ibadah puasa Ramadan.

Melihat kondisi itu, beberapa ulama pun mengeluarkan pernyataan dan muncul di televisi untuk mengingatkan bahwa mereka tak diwajibkan berpuasa jika lemah, tua atau tak sehat.

Protes pun terjadi di beberapa bagian di Sindh, mereka mengecam para pejabat karena dianggap tidak berbuat maksimal untuk menangani krisis tersebut. (Tnt/Mut)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini