Sukses

Terkuak, Misteri Asal Usul Bola Api Raksasa di Langit Rusia

Bola api raksasa meledak di langit Kota Murmansk terkait dengan Asteroid 2014 UR116 yang akan lewati Bulan pada 2017.

Liputan6.com, Barcelona - Bola api raksasa meledak di langit Kota Murmansk di Semenanjung Kola, dekat perbatasan Rusia-Finlandia pada Sabtu malam 19 April 2014. Sebagian warga menyangka, langit runtuh akan menimpa mereka.

Insiden tersebut terjadi setahun setelah kejadian serupa, yang dipicu meteorit yang lolos dari pembakaran atmosfer, terjadi di langit Chelyabinsk -- sekitar 2.090 kilometer tenggara Murmansk.

Bedanya, ledakan tersebut tak memicu gelombang kejut yang menghancurkan banyak bangunan dan melukai 1.200 orang seperti insiden yang terjadi di Chelyabinsk.

Kini, misteri asal usul ledakan di Semenanjung Kola terkuak. Studi terbaru menyebut, bola api raksasa yang terlihat berbagi orbit dengan asteroid besar yang keberadaannya ditemukan pada Oktober 2014.

"Orbitnya mirip dengan Asteroid 2014 UR116 yang diperkirakan akan melewati Bulan pada tahun 2017," demikian diungkapkan para penulis studi, seperti dikutip dari situs sains LiveScience, Jumat (10/4/2015).

Hasil pengamatan atau observasi kamera oleh Finnish Fireball Network yang memonitor penampakan meteor dan bola api di langit, serta video dari sejumlah saksi mata, membantu para ilmuwan menelusuri kembali lintasan meteorid dan memburu fragmen meteorit yang jatuh ke tanah.

Pecahan meteorit ditemukan hanya beberapa ratus meter dari titik perkiraan jatuhnya pada 29 dan 30 Mei 2014.

Terkuak, Misteri Bola Api Raksasa di Rusia (Credit: Jakub Haloda)

Josep Maria Trigo-Rodriguez, peneliti dari Institute of Space Sciences di Barcelona, Spanyol, memimpin tim ilmuwan internasional untuk menganalisa orbit meteorit yang meledak di langit Semenanjung Kola.

Mereka mengkalkulasikan ukuran bola api dan rutenya melewati atmosfer bumi dengan meneliti jalur terbang dan lokasi akhir jatuhnya batu angkasa tersebut. Model komputer yang didasarkan perhitungan-perhitungan tersebut digunakan untuk mengestimasi orbitnya.

Meteorit seberat 500 kg yang ditemukan masuk kategori H5 chondrite, tipe meteorit yang bertanggungjawab atas 31 persen tubrukan batu angkasa ke Bumi. Fragmen tersebut disebut  "Annama meteorite" -- meteorit Annama -- karena ia jatuh di dekat Sungai Annama di Rusia.

Diduga, bola api tersebut lolos dari wilayah terdalam dari sabuk asteroid, demikian dilaporkan para peneliti studi.

Batu angkasa tersebut punya orbit elips, tipikal dengan asteroid famili Apollo yang mengorbit dekat Bumi itu. Diduga ia bersumber dari wilayah yang luas, sama seperti meteorit Lost City, Peekskill, dan Buzzard Coulee.

Para peneliti mengkomparasikan orbit meteorit Annama dengan asteroid dekat Bumi (near-Earth asteroids ) --yang jumlahnya lebih dari 1.500. Ada 12 yang secara potensial cocok, namun kemiripan terbesar ditemukan pada Asteroid 2014 UR116.

Temuan mereka dipublikasikan di jurnal Monthly Notices of the Royal Astronomical Society edisi 7 April 2015.

Laporan tersebut tak menyebut bahwa Asteroid 2014 UR116 melemparkan meteorit Annama langsung ke Bumi. Meski 2 objek tersebut punya keterkaitan.

Para ilmuwan menduga, aliran fragmen asteroid -- hasil tabrakan batu angkasa yang mengapung di langit -- bisa menempuh rute yang nyaris identik. Gaya pasang surut mungkin terkandung dalam puing serpihan batu angkasa itu, menguat dari waktu ke waktu.

"Efek pasang surut pada asteroid, yang secara cepat berputar di bawah medan gravitasi planet, bisa menyatukan objek terebut atau melepaskan batuan besar dari permukaannya. Yang kemudian menjadi semacam proyektil berbahaya di skala lokal. Seperti salah satunya yang jatuh di Chelyabinsk," kata Trigo-Rodriguez.

Para peneliti berharap, studi mereka bisa membantu menjelaskan bagaimana asteroid menciptakan semacam proyektil yang bisa membawa bahaya pada Bumi.

Dengan mengetahui asal-usul meteorit juga bisa membantu para ilmuwan memahami lebih baik formasi dan evolusi dalam Tata Surya.

Asteroid 2014 UR116, ditemukan oleh ilmuwan Rusia pada 27 Oktober 2014. Panjangnya sekitar 400 meter, namun menurut Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA), tidak menimbulkan bahaya untuk Bumi. (Ein/Tnt)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.