Sukses

Uniknya SMA di Melbourne, Bebaskan Siswa Pilih Jam Belajar

SMA Templestowe College juga mempersilahkan para siswa menentukan sendiri mata pelajaran apa yang mereka ingin pelajari.

Liputan6.com, Melbourne - Sebuah SMA di pinggiran kota Melbourne, Australia menerapkan sistem yang berbeda dengan sekolah lainnya di negeri itu. Pihak sekolah membebaskan siswanya untuk memilih kapan mereka mau memulai jam pelajaran.
    
Tak hanya itu, SMA Templestowe College juga mempersilahkan para siswa menentukan sendiri mata pelajaran apa yang mereka ingin pelajari untuk jangka waktu tertentu.

Langkah tersebut diambil, karena pihak sekolah ingin mengubah sistem pendidikan yang berlaku selama ini.

"Saya belum pernah bertemu siswa di sini yang tidak menyukai sekolahnya. Ini tentunya sangat jarang zaman ini," kata Kepala Sekolah Templestowe College, Peter Hutton seperti dikutip dari ABC News, Senin (30/3/2015).

"Jika anda tanya mengapa, jawabannya adalah karena siswa sendiri yang mengendalikan. Mereka bisa melakukan apa yang ingin mereka lakukan, sepanjang ada hasil positifnya," jelas Peter Hutton yang membenarkan bahwa sekolahnya menerapkan sistem melimpahkan lebih banyak tanggung jawab kepada siswa.

Kebebasan siswa sekolah ini terlihat dari fleksibilitas jam memulai pelajaran. Siswa bisa memulainya pada pukul 7.15, pukul 8.50, atau pukul 10.30 pagi.

Mereka juga dibolehkan menyusun daftar mata pelajaran sendiri, yang mereka anggap menarik. Artinya, siswa bahkan dibebaskan untuk tidak mengambil mata pelajaran yang secara umum dipandang sangat penting, misalnya bahasa Inggris.

"Sebanyak 618 dari 620 siswa kami saat ini ternyata memilih bahasa Inggris. Dua siswa lainnya memilih mata pelajaran filsafat dan kesusastraan. Itu pilihan mereka sendiri," tambah Hutton. 

Menurut Hutton, selama ini siswa di Australia menjalani masa-masa SMA-nya dalam tiga cara. "Sepertiga menganggap sekolah sebagai beban," jelas dia.

Sepertiga lainnya, kata dia, melewati masa SMA tanpa begitu perduli. Mereka berhasil tamat namun juga tidak mendapatkan potensi mereka yang sebenarnya.

"Sepertiga sisanya betul-betul merupakan kegagalan".

Menurut Hutton, sejak sistem baru ini diterapkan, tingkat kehadiran siswa mengalami peningkatan tajam. Selain itu, ternyata kebanyakan siswa memilih untuk memulai pelajarannya lebih awal.

"Menurut pandangan saya, sebaiknya kita sudah meninggalkan sistem penilaian terhadap siswa berdasarkan hasil ujiannya. Membedakan siswa dengan mengatakan 'inilah kemampuanmu'. Jika mendapat nilai 80, berarti engkau lebih baik dari siswa lainnya yang mendapat 70," kata Hutton lagi.

"Dari sudut pandang mental dan psikologis, saya kira membedakan siswa berdasarkan angka sangat tidak sehat," tutur Hutton. (Tnt)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.