Sukses

9 Aksi Memaafkan Paling Luar Biasa

Minta maaf memang berat untuk dilakukan, namun jauh lebih sulit untuk memaafkan. Apa yang dilakukan 9 orang ini sungguh luar biasa.

Liputan6.com, Jakarta - Minta maaf memang berat untuk dilakukan, namun jauh lebih sulit untuk memaafkan. Seperti yang dilakukan seorang ibu di Iran yang mengampuni pembunuh putranya, sesaat sebelum pelaku digantung. Ada pria AS yang dipenjara 39 tahun atas dasar kesaksian palsu dan memaafkan penghasutnya.

Atau seorang nenek yang pernah jadi tahanan di kamp konsentrasi yang 'mengadopsi' cucu mantan komandan Nazi.

Berikut 9 kisah menakjubkan, orang-orang berjiwa besar yang memaafkan sesamanya, seperti Liputan6.com kutip sebagian dari Oddee.com, Jumat (30/1/2015):

1. Ibu yang memaafkan pembunuh putranya yang akan digantung

Lilitan tambang siap menjerat leher Balal. Sesaat lagi, pria Iran itu segera digantung. Keluarga korban yang dibunuhnya diberi kesempatan mendorong kursi tempatnya bertumpu.

Balal adalah terpidana mati kasus pembunuhan. Pria berusia 20-an tahun itu menikam Abdollah Hosseinzadeh (18) di tengah tawuran di jalanan kota Royan di Provinsi Mazandaran.

Namun, yang terjadi kemudian sama sekali tak disangka. Ibu korban tiba-tiba menghampirinya, menampar pipinya keras-keras, tapi memaafkan orang yang telah membunuh anaknya itu. Sementara, ayah korban melepas jerat yang melilit lehernya. Nyawa Balal tak jadi melayang.

Dari foto-foto yang diambil Arash Khamooshi, dari kantor berita semi-pemerintah, Isna, menunjukkan ibu Balal memeluk ibu korban. Dua perempuan itu saling berpelukan dan menangis -- yang satu telah kehilangan anak, lainnya mendapatkan putranya kembali.

Ibu korban yang memberikan maafnya, memang wanita yang luar biasa. Sebab, bukan kali ini saja ia kehilangan putranya. Anaknya yang lebih muda, Amirhossein tewas dalam kecelakaan motor saat berusia 11 tahun.

"Anakku, Abdollah sedang jalan-jalan di pasar malam bersama teman-temannya, saat itulah Balal mendorongnya," kata ayah korban, Abdolghani Hosseinzadeh, seperti Liputan6.com kutip dari Guardian, Kamis (17/4/201 "Anakku  melawan dan menendang, tapi pembunuhnya mengeluarkan pisau dapur dari kaus kakinya dan menikamnya."

Namun, ayah korban berkesimpulan, Balal tak membunuh putranya dengan sengaja. "Ia tak tahu bagaimana menggunakan pisau. Ia masih naif."

Setelah kejadian, Balal melarikan diri namun kemudian ditangkap polisi. Butuh waktu 6 tahun persidangan hingga hakim mengeluarkan hukuman mati. Sebuah putusan yang memuaskan keluarga korban.

Namun, mengapa mereka lantas berubah pikiran dan memaafkan Balal?

Semua karena mimpi. "Tiga hari yang lalu istri saya melihat anak sulung saya dalam mimpi -- mengatakan bahwa mereka (ia dan adiknya) berada di tempat yang baik. Anak kami minta ibunya tak balas dendam. Ini menenangkan istri saya dan kami memutuskan untuk memberi pengampunan," kata Abdolghani.

Meski terbebas dari hukuman gantung, Balal tak lantas melenggang bebas. Ia masih harus menjalani hukuman pidana.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 9 halaman

Mengadopsi Cucu Komandan Nazi


2. Tahanan kamp konsentrasi yang 'mengadopsi' cucu komandan Nazi

Di usianya yang ke-80 tahun, Eva Mozes Kor telah berdamai dengan masa lalunya. Juga dengan orang-orang yang pernah menyakitinya. Termasuk Nazi.

Nenek baik hati itu bahkan mengadopsi Rainer Hoess, cucu Rudolf Hoess -- komandan pasukan SS di kamp Auschwitz tempatnya dulu pernah dikurung.

Ia menganggap pemuda itu sebagai cucunya sendiri. Kala itu, Eva dan kembarannya Miriam dimasukkan paksa ke truk pengangkut ternak. Mereka dibawa ke kamp konsentrasi Auschwitz bersama anggota keluarganya yang lain. 



Keduanya berhasil selamat meski harus menjalani eksperimen medis yang dilakukan Dr. Joseph Mengele, yang tenar dengan julukan "Angel of Death" -- Malaikat Kematian.

Eva dan Miriam termasuk 200 orang -- dari 1.500 -- yang selamat dari kekejaman kamp Auschwitz, saat pasukan Uni Soviet membebaskan mereka pada Januari 1945. Tapi tidak untuk anggota keluarganya yang lain.

Beberapa dekade kemudian, Eva menerima email dari Rainer, kini 49 tahun, yang merasa jijik dengan kekejaman yang dilakukan kakeknya dan putus hubungan dengan keluarganya -- yang memilih tutup mulut sekian lamanya.

Rainer meminta Eva untuk menjadi nenek angkatnya. Setelah bertatap muka, perempuan itu pun bersedia. "Aku bangga menjadi neneknya. Aku mengagumi dan mencintainya," kata dia.

Eva berharap, suatu hari nanti, Rainer yang putus hubungan dengan keluarganya sejak 1985, akan memaafkan mereka.

Sementara, Rainer mengatakan, keluarganya menganggapnya pengkhianat karena menentang apa yang dilakukan sang kakek -- yang ditangkap tentara Inggris pada 1946 dan diadili di Pengadilan Nuremberg atas kasus kejahatan perang terkait pembunuhan massal 1,1 juta orang di Auschwitz.

"Sebelumnya, aku diwajibkan mengagungkan kakekku, menganggapnya pahlawan," kata dia seperti dimuat Daily Mail.

3 dari 9 halaman

Dipenjara 39 Tahun Atas Kesaksian Palsu

3. Narapidana tak bersalah memaafkan penghasutnya

Ricky Jackson mendekam dalam penjara selama 39 tahun. Ia baru menghirup udara bebas pada 2014, saat ia berusia 57 tahun. Untuk kesalahan yang tak pernah ia lakukan.

Hebatnya, ia memaafkan orang yang telah menggiringnya ke penjara.

Pada tahun 1975, Jackson dan dua teman-teman ditangkap atas pembunuhan seorang penagih utang di sebuah toko di Cleveland, Ohio.

Akibatnya, 2 di antara mereka, Jackson and Kwame Ajamu ditahan selama 39 tahun. Dasar penahanan mereka adalah pengakuan saksi mata Eddie Vernon, yang saat kejadian baru berusia 12 tahun.



Belakangan terungkap, kesaksiannya palsu.

"Mereka tahu bahwa sesungguhnya aku tak menyaksikan apapun. Semuanya bohong belaka. Selama ini saya sudah memegang malu dan rasa bersalah di dalam, ingin melepaskannya, ingin maju dan melakukan hal yang benar," kata Vernon.

Saat menua, rasa bersalah makin besar dalam diri Vernon. Ia akhirnya mengaku pada seorang pastor bahwa ia telah berbohong pada polisi, jaksa, juga para juri di pengadilan.

Apa yang dimulai sebagai upaya untuk menyenangkan orang lain dan 'membantu' pihak berwenang, kebohongannya ternyata telah menghancurkan hidup orang lain. Vernon mengaku, penyidik mengumpannya dengan sejumlah informasi dari jumlah penyerang, senjata yang digunakan dan mobil yang dipakai untuk melarikan diri.

Atas dukungan sang pastor, Vernon menarik kembali kesaksiannya. Jackson dan Ajamu dibebaskan pada 2014.

Pada akhir 2014, Ricky Jackson dan Vernon bertemu. Yang luar biasa, tak ada kepahitan dalam pertemuan itu. Jackson tak menyalahkan penghasutnya. Ia memaafkannya. Vernon lega bukan kepalang.

Jackson memeluk dan menghibur Vernon yang berurai air mata. "Tak apa-apa, saudara. Kita berdua adalah korban. Tak apa-apa. Aku sudah memaafkanmu. Dan aku berada di sini untuk menyampaikannya langsung padamu."

Sama sekali tak mudah bagi Jackson untuk memaafkan. "Selama bertahun-tahun aku membencinya mati-matian untuk apa yang telah ia lakukan pada kami," kata dia. "Tapi aku harus melakukannya. Saya ingin melangkah ke depan,  membuka lembaran baru, dan satu-satunya cara adalah dengan memaafkannya." Luar biasa.

4 dari 9 halaman

Paus Yohanes Paulus II Memaafkan Penembaknya

4. Paus Yohanes Paulus II memaafkan pria yang ingin membunuhnya

Pada 13 Mei 1981, Yohanes Paulus II hampir tewas ketika ditembak oleh Mehmet Ali Agca, seorang ekstremis Turki. Kala itu, Sri Paus sedang memasuki Lapangan Santo Petrus untuk bertemu umat.

Dalam ambulans yang membawanya, di antara hidup dan mati, Sang Paus sudah memaafkan penembaknya itu.



Kata maaf ia sampaikan secara terbuka pada 17 Mei 1981, 4 hari setelah upaya pembunuhannya yang gagal. Paus bahkan mengunjungi Agca di penjara pada 1983.

Keduanya bercakap-cakap dan berbincang-bincang beberapa lama. Setelah pertemuan tu, Paus kemudian berkata: "Apa yang kami bicarakan harus merupakan rahasia antara dia dan saya. Ketika berbicara dengannya saya anggap ia adalah seorang saudara yang sudah saya ampuni dan saya percayai sepenuhnya."

5 dari 9 halaman

Mengampuni Orang yang Membuat Putranya Celaka

5.  Ayah yang mengampuni orang yang membuat putranya celaka

Saat Connor Hanifin (19) diadili dalam kasus kelalaian lalu lintas yang menyebabkan kematian sahabatnya Francis Duddy, ayah korban tak hanya memberinya maaf. Tapi juga dukungan.

Francis Duddy tewas pada 8 Februari 2014, saat Honda Civic keluaran tahun 2006 yang dikemudikan Hanifin dalam kondisi mabuk menabrak pohon.



Hanifin akhirnya divonis 3,5 tahun penjara. Dalam sidang putusan, sesaat sebelum vonis dibacakan, ayah korban, Dan Duddy Sr bicara pada terdakwa.

"Kau, Connor, harus bertanggung jawab atas apa yang kau lakukan. Namun, atas nama semua orang dalam hidupmu, kami memaafkanmu."

"Francis ingin kau terus hidup, Connor," kata ayah korban. "Itu juga yang kami inginkan."

6 dari 9 halaman

Memaafkan Penembak Wajah

6. Perempuan ini memaafkan remaja yang menembak wajahnya.

Pada tahun 1990, Debbie Baigrie menjadi korban penembakan dalam insiden percobaan perampokan. Kala itu ia sedang keluar dari sebuah restoran di Tampa, Florida. Peluru menerjang wajahnya.

Butuh waktu lama, yang menguras fisik dan emosi, untuk pulih dari cederanya. Baigrie mengetahui bahwa orang yang menembaknya adalah Ian Manuel yang saat itu berusia 13 tahun.

Kemarahannya yang menggelegak berangsur menjadi simpati. Terbesit pertanyaan dalam dirinya, "Bagaimana bisa bocah semuda itu menjadi pelaku kejahatan sekejam itu?" Ia memutuskan untuk mencari tahu.



Berdasarkan penelusuran yang ia lakukan, Baigrie mengetahui bahwa ibu Manuel adalah pecandu narkoba. Sejak kecil remaja itu kerap ditinggal sendirian di rumah. Kondisi itu yang mengubahnya menjadi pelaku kriminal pada usia dini.

Setahun setelah penembakan, ada panggilan telepon dari dalam penjara. Manuel yang dijatuhi hukuman seumur hidup tanpa jaminan meminta maaf. Baigrie pun luluh, dan berterima kasih atas telepon itu.

Kemudian, perempuan tabah itu mulai menerima surat yang dikirim Manuel dari jeruji penjara. Jumlahnya lebih 50 pucuk hingga hari ini.

Meski emosinya masih labil, Baigrie bertekad untuk memaafkan Manuel. Ia membantu bocah itu mendapatkan ijazah setingkat SMA.

Saat kasus Manuel disidangkan kembali  pada 2011 -- setelah Mahkamah Agung AS memutuskan bahwa remaja yang melakukan kejahatan yang tidak menyebabkan korban tewas tidak bisa dihukum penjara seumur hidup --  Baigrie duduk di deretan pendukung terdakwa. Di baris ketiga.

Manuel akhirnya dijatuhi hukuman 65 tahun, dan Baigrie berharap suatu hari nanti terpidana sempat merasakan udara bebas. 

7 dari 9 halaman

Ibu Memaafkan Anak yang Nyaris Membunuhnya

7. Ibu yang memaafkan anak yang mencoba membunuhnya

Warga Glendale, Arizona, Sarah Benson memaafkan putranya sendiri Isaac William Benson, yang mencoba membunuhnya pada Januari 2015.

Isaac dipenjara setelah membanting ibunya ke tanah dan mencekiknya. Perempuan itu pingsan.



Saat sadar, Sarah menemukan putranya dalam kondisi berdarah-darah di bak mandi akibat luka tusuk. Ia cepat-cepat menghubungi 911.

Meski diserang 2 kali, Sarah bersikukuh putranya adalah sosok yang baik. Masa kecil yang traumatis dan kekerasan yang dialaminya lah yang membuat Isaac 'kesetanan'. 

8 dari 9 halaman

Suami Memaafkan Istri yang Menusuknya

8. Tukang roti memaafkan istri yang menusuknya dengan pisau

Julie Ballans (54) dituduh melukai suaminya sendiri, Dennis Ballans pada 21 Oktober 2014.

Pria yang berprofesi sebagai pembuat roti itu menderita luka sedalam 1 inchi di bawah tulang rusuknya. Juga ditemukan luka dalam di bagian perut.



Di muka pengadilan, Dennis Ballans mengatakan, ia telah memaafkan istrinya dan mengharap perempuan itu kembali dalam hidupnya.

9 dari 9 halaman

Lamaran Ditolak, Air Keras Beraksi

9. Wanita Iran memaafkan lelaki yang membuatnya buta

Ameneh Bahramil, asal Iran, buta akibat serangan cairan kimia berbahaya yang dilakukan pria yang ia tolak lamarannya.

Seharusnya, penyerangnya, Majid Movahedi, mengalami nasib serupa. Mata dibayar mata. Namun, Bahramil memaafkannya.

"Aku merasa sangat baik. Senang rasanya saya mengampuninya. Selama 7 tahun saya berusaha agar ia menerima hukuman retribusi. Namun, saya memutuskan untuk mengampuninya. Ini adalah hak saya, namun, korban yang lain mungkin tak akan melakukan hal yang sama."



Bahrami meminta kompensasi finansial alih-alih membutakan Movahedi -- pilihan dia sebelumnya tolak untuk mempertimbangkannya.

Bahrami menerbitkan buku di Jerman, judulnya, Eye for an Eye, berdasarkan kisah nyata dan penderitaan yang ia alami sejak mendadak menjadi buta. (Ein/Tnt)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.