Sukses

Misteri Ular Pemakan Manusia di Hutan Kalimantan

Legenda menyebut soal ular atau pemangsa manusia. Apa sesungguhnya makhluk itu?

Liputan6.com, London - Alkisah, beberapa tahun yang lalu sekelompok penduduk asli Kalimantan pergi dari kampung halaman mereka menuju hutan belantara. Melarikan diri dari penjajah Belanda. Namun, di tempat yang baru, ancaman lain menanti...

Satu demi satu anak-anak menghilang. Delapan bocah dalam 8 hari raib tanpa jejak. Penduduk dicengkeram rasa takut, siapa gerangan yang melakukannya. Arwah penunggu hutan, atau jangan-jangan macan lapar?

Setelah berembuk, mereka memutuskan memasang perangkap. Seorang anak terpaksa dijadikan tumbal, demi menghentikan kematian yang lain.

Dari tempat persembunyian, dengan perasaan berdebar gelisah, warga desa menjadi saksi sebuah peristiwa mengerikan: riak air sungai, dan kemunculan makhluk besar tanpa tangan dan kaki dari dalam air, yang langsung memangsa si bocah sekali telan.

Sebagian penduduk menyebut, makhluk itu adalah ular raksasa. Lainnya menjulukinya naga.

Setelah itu, penduduk desa membuntuti ular ke sarangnya. Ada 3 ekor di sana, 2 dewasa dengan diameter badan serupa drum minyak, dan 1 lainnya masih kecil seukuran batang kelapa.

Penduduk desa yang marah menyerang hewan-hewan itu, memotong 2 ular dewasa, dan membiarkan yang muda tetap hidup -- dengan kesepakatan, mulai saat itu baik ular maupun manusia tak akan membunuh satu sama lain.

Kemudian, orang-orang itu kembali ke desa terpencil mereka. Melanjutkan hidup. Tapi mereka yakin, naga-naga itu masih ada di sekitar mereka.

Penulis sains, Nadia Drake kali pertama mendengar legenda tersebut dari Pak Rusni, tetua kampung Dayak Tumbang Tujang pada Juli 2014 lalu.

Penasaran, ia ingin mencari tahu apakah ada ular di Kalimantan yang bisa tumbuh sebesar monster dan bisa membunuh seorang anak dengan cepat. Ia menemukan beberapa 'tersangka'.

Sebagai gambaran, hutan tropis di Kalimantan sudah berusia 140 juta tahun. Salah satu yang tertua di dunia. Terlebih lagi, selama Zaman Es akhir, Kalimantan pernah menjadi satu daratan dengan benua Asia dan pulau-pulau lain di Indonesia. Sejumlah spesies berpindah ke sana, membuat Borneo kaya dengan organisme hidup.

Ketika Zaman Es berakhir, Kalimantan menjadi pulau terpisah, segala makhluk di dalamnya bebas berevolusi dalam kondisi relatif terisolasi. Termasuk ular, ada sekitar 150 spesies di sana. Bahkan lebih.

"Sepertinya setiap family ular ada di Kalimantan," kata Sara Ruane dari American Museum of Natural History di New York, seperti Liputan6.com kutip dari BBC Earth, Jumat (14/11/2014). "Dan tak bisa disangkal, pasti ada spesies yang belum ditemukan."  

Ada yang hidup di bawah tanah, lainnya melata di lantai hutan. Sebagian memilih tinggal di pohon, terbang dari satu dahan ke dahan yang lain. Mereka bisa ditemukan di dalam air atau dalam gua. Hewan melata itu juga menghuni bangunan manusia di langit-langit atau di bawah kolong rumah. Kalimantan dijuluki "Land of the Man-Eating Snakes" -- tanah di mana ular memakan manusia.

Selanjutnya: Wujud Asli Penampakan Naga?

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Wujud Asli Penampakan Naga?


Sejak kali pertama ada, 100 hingga 150 tahun lalu, ular dengan cepat berevolusi. Salah satunya dengan menciptakan cara efektif untuk membunuh hewan lain: menggunakan bisa atau racun.

"Kebanyakan ular punya bisa, bahkan yang dianggap paling tak berbahaya sekalipun," kata Robert Stuebing, ahli herpetologi.

Bisa ular mengandung serangkaian protein yang bekerja bersamaan untuk melumpuhkan lawan. Racun ular kobra raja (king cobra) mengandung 100 jenis.

Spesies ular yang jadi tersangka pertama adalah ular kepala merah (Bungarus flaviceps). Bisanya mampu melumpuhkan sistem syaraf mangsanya. Membuat korbannya tak bisa bergerak, bahkan bernafas.

"Antiracun tak akan mempan, kecuali kau cepat-cepat mengobatinya," kata Nicholas Casewell dari Liverpool School of Tropical Medicine di Inggris. Pada 2001, di Myanmar, ular tersebut mengigit ahli herpetologi Joseph Slowinski di tangan. Karena tak ditangani dengan cepat, ia tewas sehari kemudian.

Namun, ular itu tak sesuai dengan gambaran naga. Meski bisa mencapai panjang 2 meter, namun tubuhnya kurus. Apalagi, ia kerap tidur di siang hari.

Tersangka kedua adalah Calliophis bivirgatus atau ular pantai biru-biru dalam Bahasa Melayu. Itu pun tak mirip naga.

Mereka biasanya bergerak di antara dedaunan rontok dan makanan utamanya adalah ular lain yang lebih kecil. Itu berarti, taring mereka terlalu kecil untuk menembus kulit manusia.

Yang paling cocok dari segi ukuran adalah ular kobra raja atau king cobra (Ophiophagus hannah). Ukurannya bisa mencapai 5 meter dan menjadi ular berbisa terpanjang. Mereka juga bisa menegakkan bagian depannya. "Anda bisa bertatap mata dengan dia," kata kepala ekspedisi, Peter Houlihan dari Barito River Initiative for Nature Conservation and Communities.

Namun, bahkan kobra raja tak punya ciri naga. Sebab, meski bahaya, mereka jarang mengigit. "Mereka tidak agresif, dibandingkan sejumlah ular lain," kata Ron Lilley, yang menawarkan jasa pencarian ular di Bali. "Mereka punya racun atau bisa dalam jumlah lumayan, tapi tak suka menggigit manusia.

Pun dengan Sumatran pit viper (Trimeresurus sumatranus), yang hidup di antara pepohonan. Sama sekali tak seperti naga yang ada dalam legenda masyarakat Dayak. "Ular tersebut lebih cenderung predator yang menanti mangsanya alih-alih memburu mereka."

Jika tak ada ular yang terkait dengan naga, mungkin itu adalah ular phyton Kalimantan -- yang termasuk ular terbesar di dunia. Alih-alih menghujamkan bisa, mereka biasanya mencekik mangsanya sampai mati.

Python reticulatus, misalnya, adalah ular terpanjang di dunia, bisa mencapai 10 meter. Namun menyempitnya hutan dan faktor manusia membuatnya tak ditemukan dalam waktu lama.

Python memang tidak harus sepanjang bus untuk makan sesuatu berukuran besar seperti manusia. Ular seperti python Afrika memangsa babi atau rusa, serangan terhadap manusia juga bisa terjadi.

Namun, ada masalah dengan gagasan bahwa ular Borneo adalah naga dalam legenda. Sebab, mereka tak makan setiap hari, hanya setiap bulan atau 6 minggu sekali. Menelan 8 anak dalam 8 hari bukan cara makan mereka.

Ada kemungkinan bahwa naga dalam cerita didasarkan pada beberapa ular sekaligus: keterampilan berburu raja kobra , racun mematikan ular kepala merah, dan ukuran mengesankan seekor python. Tak bisa dipastikan.

Saat ini, daerah di mana naga diyakini muncul disebut Teluk Naga. Seorang penduduk desa, Suri mengatakan, mereka masih menyimpan peralatan yang konon diyakini mematikan 2 naga dewasa. Namun, ia mengatakan pulau di mana naga tinggal terbelah dua oleh sungai.

Pak Rusni dan warga lainnya mengaku masih melihat naga di dekat air. Makhluk itu berwarna hitam dan mengkilap, ukurannya besar, mirip diameter drum minyak. Namun penampakan mereka tak bertahan lama, muncul dan menghilang sesuka hati. 

Menurut Rusni, mereka telah bertransformasi dari fisik menjadi makhluk mistis. Apakah warga masih merasa takut? "Tentu saja," jawab dia. "Namun mereka tak pernah mengganggu kami, dan kami tak pernah mencoba untuk mengusik mereka." (Tnt)

Baca juga: Rahasia 'Refleks Pembunuh' di Kepala Ular yang Terpenggal

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini