Sukses

26-9-1983: Sendirian, Pria Ini Cegah Terjadinya Perang Dunia III

Pada 26 September 1983, sistem peringatan dini Uni Soviet mendeteksi adanya peluncuran rudal dari Amerika Serikat. Ternyata...

Liputan6.com, Moskow - Pada 26 September 1983 atau tepat 31 tahun lalu, terjadi sebuah peristiwa yang mungkin nyaris memicu Perang Dunia III,  atau setidaknya hampir melecut adu senjata nuklir antara dua kekuatan dunia kala itu:  Amerika Serikat dan Uni Soviet.

Untung ada pria ini...

Ia bernama Stanislav Petrov, seorang ahli teknologi informasi terlatih yang bertugas di salah satu basis sistem peringatan dini Uni Soviet. Pada hari itu, sistem peringatan dini mendeteksi ada peluncuran rudal dari Amerika Serikat ke arah Uni Soviet.

Perasaan Petrov tak karuan saat itu. Ia seakan membeku saat mendengar sirene meraung tiada henti. Dia hanya duduk diam sambil menatap layar lebar dengan sinar merah terang yang menunjukkan tanda peringatan bahaya.

"Yang harus aku lakukan ketika itu adalah mengambil telepon, menekan nomor sambungan langsung ke komandan kami. Tapi aku justru sama sekali tak bisa bergerak. Aku bagaikan duduk di atas wajan penggorengan yang panas," kata Petrov seperti Liputan6.com kutip dari BBC, Jumat (26/9/2014).

Sistem peringatan dini itu mengindikasikan telah terdeteksi ancaman bahaya pada level tertinggi: AS telah meluncurkan rudal.

"Sirene kembali berbunyi semenit kemudian. Artinya rudal kedua telah diluncurkan. Lalu yang ketiga, keempat, dan kelima. Sistem pun mengganti peringatan dari 'peluncuran' menjadi 'serangan rudal'," tutur Petrov. "Memang tak ada aturan pasti soal berapa lama kami diizinkan berpikir sebelum melaporkan ke atasan soal adanya serangan. Tapi kami tahu bahwa setiap detik yang terlewati adalah waktu yang berharga."

Namun, saat itu, Petrov memilih untuk diam dan tidak melapor ke atasan. Ia memperlakukannya sebagai peringatan palsu (false alarm).

Mengapa ia tak bertindak? Jujur, Petrov tak yakin. Apalagi, selain dia, Uni Soviet punya ahli lain yang bertugas mengawasi kekuatan misil AS. Sejumlah operator radar satelit mengatakan kepadanya saat itu, tak ada rudal yang terdata dalam sistem mereka.

Bagaimanapun, orang-orang tersebut hanya bersifat pendukung. Sementara protokol dengan jelas menyebut, keputusan didasarkan apa yang tertera dalam layar komputer. Petrov justru merasa curiga terhadap betapa kuat dan jelasnya peringatan kala itu.

Ini yang kemudian ia lakukan. Petrov lalu menghubungi petugas jaga di markas militer Uni Soviet dan melaporkan telah terjadi kesalahan sistem. Seandainya saja perkiraannya salah, ledakan nuklir pertama bisa terjadi beberapa menit kemudian.

Untung yang terjadi sebaliknya. "Selama 23 menit kemudian aku menyadari tak ada apapun yang terjadi. Jika memang serangan itu nyata, aku pasti mengetahuinya. Bagiku, itu sangat melegakan," kata dia, dengan senyuman tersungging di bibirnya.

Apa yang dilakukan Petrov di satu sisi adalah pelanggaran atas instruksi atasannya, sebuah kelalaian tugas. Dan ia sudah mendapat sanksi karenanya. Namun, keputusannya mungkin telah menyelamatkan dunia. Lantaran itu pula ia dipuji dan dianggap pahlawan.  (Baca juga: kode rahasia senjata nuklir AS adalah  00000000)


Baca selanjutnya: Garuda Celaka di Tengah Kabut Asap Kebakaran Hutan...

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Garuda Celaka di Tengah Kabut Asap Kebakaran Hutan

Pada tanggal 26 September 1997, salah satu kecelakaan terburuk dalam sejarah penerbangan Indonesia terjadi. Garuda Indonesia Penerbangan GA 152 jatuh di kawasan pegunungan dekat Medan. Akibatnya 222 penumpang dan 12 awak pesawat tewas.

Berdasarkan hasil investigasi disimpulkan, insiden tersebut termasuk kecelakaan Controlled Flight Into Terrain (CFIT). Kondisi di mana pesawat laik terbang, tidak rusak, serta di bawah kendali pilot namun menabrak daratan.

Pesawat tersebut sejatinya telah bersiap untuk mendarat. Menara pengawas Bandara Polonia kehilangan kontak dengan kapal terbang sekitar pukul 13.30 WIB. Saat terjadinya peristiwa tersebut, Medan sedang diselimuti asap tebal akibat kebakaran hutan.

Ketebalan asap menyebabkan jangkauan pandang pilot sangat terbatas dan cuma mengandalkan tuntunan dari menara kontrol Polonia. Namun, diduga ada salah tangkap informasi antara menara kontrol dengan penerbang.

Hal ini mengakibatkan pesawat mengambil arah yang keliru dan menabrak tebing. Lalu meledak dan terbakar. Burung besi itu menancap pada tebing yang nyaris 90 derajat, sekitar pukul 13.30 WIB. (Ein)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.