Sukses

Skandal Bullying dan Pembunuhan Prajurit Wamil Gegerkan Korsel

Yoon Seung-joo jadi bulan-bulanan rekannya sendiri. Ia tewas mengenaskan pada 6 April 2014. Kematiannya menggegerkan Korsel.

Liputan6.com, Jakarta - Rasa khawatir terbesit di hati Ahn Mi-ja saat tiba waktu bagi anak lelakinya menjalankan wajib militer. Seperti halnya ibu-ibu lain di Korea Selatan (Korsel).

Apalagi, Yoon Seung-joo, putranya, bergabung di unit medis yang ditempatkan di dekat perbatasan Korsel dengan Korea Utara. Lokasi yang paling mengancam.

Namun, sumber ancaman sesungguhnya muncul, yang sama sekali tak terbayang oleh Ahn Mi-ja: rekan-rekan sesama prajurit korban.

Selama 35 hari, Yoon dipukuli dan disiksa. Pemuda 20 tahun itu tak bisa makan semestinya, dilarang tidur, bahkan terpaksa menjilat dahak dari lantai atau makan muntahannya sendiri.

Lalu, pada 6 April 2014, tubuh Yoon tak kuat lagi menanggung derita. Saat dipaksa makan makanan beku sembari dipukuli, nafasnya tiba-tiba berhenti. Ia tewas. Laporan otopsi resmi menyatakan penyebab kematiannya adalah sesak napas.

Kabar duka disampaikan ke keluarga Minggu sore itu. Saat tiba di rumah sakit tempat jenazah disimpan, 2 kakak korban menjumpai memar di sekujur tubuh jenazah. Mereka juga mempertanyakan klaim bahwa korban meninggal akibat tersedak.

"Pihak militer datang dan mulai mengambil foto jenazah," kata sang ibu, seperti dimuat CNN, Kamis (4/9/2014). "Mereka tak menjawab pertanyaan kami, hanya memotret, lalu pergi."

Butuh waktu berbulan-bulan sebelum kekerasan yang menimpa Yoon gamblang. Namun sayang, pengungkapan itu tidak datang dari pihak militer, melainkan  dari laporan internal yang bocor dan diperoleh oleh kelompok hak asasi manusia militer.

"Penanganan kasus ini tidak transparan," kata Lim Tae-hoon dari Center for Military Human Rights. "Kami menginginkan keluarga atau korban sendiri memiliki akses tak terbatas pada informasi militer.

Diduga pelakunya teman-temannya sendiri. Jumlahnya sekitar setengah lusin, yang tertua baru 25 tahun. Geger pun melanda Korsel. "Tindakan itu bahkan tak boleh dilakukan pada musuh, pada siapapun," kata Jung Mi-sook, ibu seorang pemuda 21 tahun yang akan segera menjalani wajib militer kepada Global Times.

Kasus tewasnya Yoon mengemuka tak lama setelah seorang sersan, bernama depan Lim, menembak rekan-rekannya sendiri di garis depan pada 21 Juni 2014. Aksinya menewaskan 5 tentara dan melukai 7 orang lainnya. Pelaku diduga korban bullying.

 "Orang-orang berkata, kalau diam saja, niscaya nasib prajurit akan seperti Prajurit Yoon, kalau kau berontak, bakal seperti Sersan Lim," kata Jung, prihatin.

Sementara itu, Menteri Pertahanan Han Min-koo telah meminta maaf atas kematian Yoon Seung-joo yang terjadi di barak Divisi ke-28 di Yeoncheon.

"Saya minta maaf atas kematian Yoon yang menimbulkan kekhawatiran dan menjadi kejutan tak menyenangkan bagi semua orang. Duka cita mendalam saya sampaikan pada mendiang dan keluarganya," kata Menteri Han dalam konferensi pers seperti dimuat Yonhap.

Kemenhan Korsel pun melakukan sejumlah perubahan. Termasuk, orangtua bisa menelepon dan berkunjung lebih sering. Prajurit lebih fleksibel meninggalkan tempat tugas, barak juga diperbarui.

"Militer Korsel telah berusaha sangat keras untuk melenyapkan kekerasan," kata juru bicaranya, Kim Min-seok. "Tapi baru-baru ini kekerasan telah muncul kembali."

Budaya Bullying

Tak terkira kesedihan Ahn Mi-ja mengetahui anaknya tewas dengan cara mengenaskan. Apalagi saat melihat para penyiksanya. "Aku terkejut bukan kepalang, semua menjadi gelap. Aku tidak bisa mengendalikan pikiran, tidak bisa bergerak ketika melihat mereka ... aku ingin mereka merasakan apa yang diderita anakku."

Untuk Ahn, hal yang paling penting saat ini adalah memastikan anaknya tidak mati sia-sia: budaya intimidasi dalam militer berubah.

"Apa yang mereka lakukan adalah kejahatan," kata dia. "Manusia yang beradab seharusnya tak melakukannya. Aku ingin mereka dihukum berat."

Enam tentara sedang di pengadilan militer, empat telah didakwa dengan pembunuhan.

Secara de facto, Korsel masih berperang dengan pihak Utara. Oleh karenanya, semua pemuda berusia antara 18-35 dikenakan wajib militer, bergabung dengan 630 ribu angkatan bersenjata, selama 20 bulan. Selama itu mereka mendapatkan gaji sebesar 112.500 sampai 149 ribu won atau Rp 1,3 juta sampai Rp 1,7 juta. (Sun)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini