Sukses

Presiden Suriah: Kini Teroris Ada di Kubu Amerika

Perang saudara di Suriah masih berkecamuk sejak Maret 2011 hingga sekarang. Sudah lebih dari 3 tahun pertumpahan darah di negara tersebut.

Liputan6.com, Damaskus - Presiden Suriah Bashar al-Assad masih bersikeras pada pendiriannya untuk mempertahankan kekuasaan dan melawan semua pemberontak yang ia sebut 'teroris'. Perang saudara di negeri Timur Tengah itu pun terus berkecamuk.

Assad kini melontarkan pernyataan provokatif. Dia mengatakan, pihak Barat atau negara yang membeking oposisi kini tengah waspada atas ancaman warga negara mereka yang berubah menjadi teroris. Menurut dia, para penebar teror itu kini ada di kubu Amerika Serikat dan Negara Barat, Eropa.

"Amerika Serikat dan Barat kini mulai terlihat melakukan perubahan. Terorisme saat ini ada di kubu mereka," ujar Assad dalam laporan surat kabar Lebanon, Al-Akhbar, yang dimuat Al-Jazeera, Jumat (13/6/2014).

Putra dari mantan Presiden Suriah Hafez al-Assad itu menjelaskan, pihak Barat saat ini tengah berupaya keras untuk membentengi diri dari warga negara mereka yang ikut bertempur di Suriah, kemudian pulang dan menebar teror di tempat lain.

"Mantan pejabat AS dan yang masih menjabat saat ini mencoba mendekati kami, tapi tak berani karena ada tekanan dari pihak mereka sendiri," ujar Assad.

Baru-baru ini, seorang warga Prancis keturunan Aljazair yang bertempur 1 tahun di Suriah dinyatakan sebagai tersangka penembakan di Brussels, Belgia yang menewaskan 4 orang.

Selain itu, ada seorang pria berkewarganegaraan AS -- yang juga ikut bertempur di Suriah -- menjadi pelaku bom bunuh diri di Provinsi Idlib pada 25 Mei 2014 lalu. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Jen Psaki membenarkan hal tersebut.

Masih Perang

Perang saudara di Suriah terjadi sejak Maret 2011 hingga sekarang. Awal 2014 ini, kedua kubu yang berkonflik, pemerintah Assad dan oposisi telah berdialog di Swiss. Namun tak ada hasil yang signifikan untuk meredakan pertempuran.

Assad menegaskan, konflik di negaranya baru akan mereda apabila terjadi dialog internal, tanpa campur tangan pihak asing. Namun bagi oposisi, dialog internal justru tak akan adil, karena sebagian besar 'aturan main' ditentukan oleh kubu Assad.

Presiden Suriah itu juga mengklaim dirinya telah melakukan perubahan dengan menggelar pemilu 3 Juni 2014 lalu."Rakyat Suriah telah memberikan hak pilihnya, kita harus menghormati mereka," ujarnya.

Tapi menurut oposisi, pesta demokrasi itu hanya lelucon belaka lantaran hanya digelar di wilayah yang dikuasai pemerintah, dan pihak yang berseberangan dengan dirinya tak diikutsertakan.

Jumlah korban jiwa dan luka di Suriah terus bertambah. Berdasarkan data terbaru dari  Syrian Observatory for Human Rights, jumlah korban tewas mencapai 150.344 orang.

Belasan ratusan ribu korban tewas terdiri dari 51.212 warga sipil termasuk sekitar 7.985 anak-anak; 37.781 anggota oposisi bersenjata yang tewas dalam kecamuk perang, termasuk jihadis, kelompok bersenjata dari Negara Islam Irak dan Mediterania Timur, dan Front Al-Nusra kelompok yang berafiliasi dengan Al-Qaeda. (Ein)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.